Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mendagri Tjahjo Kumolo, “Aku Tak Mau Mengikuti Genderang Kivlan Zen!”

7 Juni 2016   02:39 Diperbarui: 12 Juni 2016   15:24 1594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dosen jurusan sastra Prancis, Fakultas Ilmu Budaya UGM, Yogyakarta, 26 Mei 2016, Muhammad Al-Fayyadl, menegaskan bahwa “Fobia terhadap komunisme di RI saat ini adalah pemanasan menuju fasisme, atau dapat dinamakan proto-fasisme. Dalam sikon ini, orang dibiasakan dengan ketakutan-ketakutan. Jika tak segera diatasi, sikon ini akan berubah jadi fasisme yang berupa kolaborasi negara dan masyarakat untuk melarang ideologi tertentu…. Contoh fasisme adalah kekuasaan Hitler lewat Nazi yang telah menimbulkan tragedi kemanusiaan.”  

Kita semua sudah tahu, PKI sudah lama menjadi suatu partai terlarang di NKRI, tanpa membuat RI menjadi suatu negara fasis, tetapi negara Pancasila. Semua negara di seluruh dunia pasti memilih dan mempertahankan satu ideologi dengan mengalahkan dan menyingkirkan ideologi-ideologi lainnya tanpa negara-negara itu harus menjadi fasis seperti Jerman di era Hitler. Juga sudah kita tahu sosialisme Marxis adalah sebuah ideologi utopis yang sudah gagal total. Jadi, jika PKI sudah jadi mayat, dan sosialisme Marxis hanya tinggal puing dan tulang, aneh bukan jika ada orang mau menggempur mayat, tulang dan puing?! Keanehan ini dalam psikiatri dinamakan delusi, bukan hanya halusinasi.

Jika demikian halnya, kita semua jadi bertanya, apa yang sepatutnya jadi sikap kita terhadap tetabuhan genderang perang Pak Kivlan Zen? Apakah kita harus ikut menari seirama dengan bunyi genderang perangnya, atau mengambil sikap yang lain?

Syukurlah, sikap yang tepat terhadap bayangan Pak KZ sudah dinyatakan dengan jelas oleh Mendagri Tjahjo Kumolo, “Aku tdk mau mengikuti irama genderang perang KZ!” Seluruh WNI yang cerdas dan paham, sipil dan militer, tentu juga tak mau menari mengikuti irama genderang perang KZ. Kita punya banyak urusan lain.

Masih hidupkah sosialisme Marxis?

Tentu akan ada orang yang akan menyatakan bahwa sosialisme Marxis masih ada dan kuat di dunia masa kini, jadi tidak bisa diabaikan. Betulkah? Ya, sosialisme masih hidup, dan terkuat di Korea Utara. Tapi negeri ini mengisolasi diri dari dunia dan terkategori negara gagal. Pemerintah Korut tidak ingin rakyatnya sejahtera, tapi dipelihara untuk terus miskin. Uang yang ada malah dipakai untuk bangun persenjataan nuklir karena paranoia tertentu.

Selain itu, mungkin komunisme Marxis akan tetap menjadi suatu ideologi besar abadi PKC yang menguasai RRC di Asia. Tapi di bidang ekonomi, RRC lain sekali halnya. Begitu juga, Komunisme yang kuat di RRC tidak membuat pemerintah RRC menindas dan mematikan agama-agama di sana. Tuhan dan anti-Tuhan ada bersama di sana! Kalau di Indonesia yang berlandaskan ideologi Pancasila ada seorang politikus yang dengan aneh menyatakan bahwa “korupsi adalah oli yang memperlicin gerak roda pembangunan”, di RRC yang komunis para koruptor dihukum seberat-beratnya: hukuman mati! Jadinya, orang bertanya, mana yang lebih bermoral, yang lebih negarawan, sang politikus RI itu ataukah para pemimpin RRC?  

Tidak seperti Korut yang kelihatan mengisolasi diri, RRC malah ingin memainkan peran global yang signifikan dalam semua bidang kehidupan, dan yang paling menonjol belakangan ini adalah dalam bidang-bidang sains dan teknologi, militer dan ekonomi. Tidak ada sosialisme Marxis ortodoks murni di RRC dewasa ini.

Dengan luwes, RRC berinisiatif mendirikan kartel bisnis non-Barat yg dinamakan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, South Africa) yang ingin mengalahkan kartel Barat G7 (Jepang, Kanada, AS, Itali, Prancis, Inggris, Jerman). Demi kepentingan besar di arena global ini dengan cerdas RRC menyerap unsur-unsur tertentu dari kapitalisme pasar bebas dan mengawinkannya dengan sosialisme plus pemerintahan tangan besi yang progresif. RRC dengan jeli berhasil melihat bahwa untuk bisa melawan kartel kapitalis Barat yang sudah kuat, sebagian unsur penting kapitalisme harus mereka serap dengan cermat. Inilah strategi perang memakai tenaga lawan untuk mengalahkan lawan di dunia ekonomi global! 

Model ketiga

Indonesia kini berada di medan gaya tarik antara magnit G7 dan magnit BRICS. Posisi non-blok sejak dulu di lapangan real tak efektif. Dalam teori, posisi non-blok tampak bergengsi. Dalam praktek, ya tidak jalan. RI bisa dengan cerdas dan tangkas bermain dan menari di antara gaya tarik magnit G7 dan magnit BRICS jika kita punya posisi tawar-menawar yang kuat saat berhadapan dengan keduanya, sambil menari-nari dengan lincah dan indah di medan gaya tarik dua magnit itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun