Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mendagri Tjahjo Kumolo, “Aku Tak Mau Mengikuti Genderang Kivlan Zen!”

7 Juni 2016   02:39 Diperbarui: 12 Juni 2016   15:24 1594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era Karl Marx dewasa, pemilik modal, penguasa negara dan kaum klerus bersimbiosis mutualistik, dengan menyingkirkan kelas pekerja jauh-jauh. Karena satu dan lain hal, Marx memihak kaum pekerja yang dilihatnya sedang dieksploitasi habis oleh tritunggal pengusaha-penguasa-rohaniwan. Alternatif yang dilihat Karl Marx adalah: kelas pekerja harus memperjuangkan sendiri perbaikan kehidupan mereka yang sedang dieksploitasi. Perjuangan kelas pekerja dan kepentingan tritunggal pengusaha-penguasa-rohaniwan berbenturan. Pertentangan kelas ini adalah fakta sosiologis, begitulah yang dilihat Marx.

Lewat revolusi kelas pekerja, maka sekat-sekat struktural yang memisahkan kelas pekerja dari kelas pemilik modal dan dari sesama pekerja, dan dari hakikat dasar kemanusiaan mereka, akan dirobohkan.

Alhasil akan terbangun suatu masyarakat yang memiliki landasan, maksud dan tujuan bersama yang kompak, yang semua anggotanya setara dalam segala hal, dan segala sesuatu menjadi kepunyaan bersama, tak ada kepemilikan pribadi. Inilah masyarakat komunis sebagai suatu entitas sosiologis, bukan teologis atau ateologis. 

Saya merasa perlu juga mengingatkan pada kesempatan ini satu hal penting. Semua hal yang dilihat Karl Marx yang sebagian telah disajikan di atas dan semua perspektif Marxis yang tetap dipelihara oleh para sosialis Marxis hingga di abad ke-21 ini akan berubah radikal pada esensinya saat dunia memasuki era robotik.

Era ini sedang datang, era ketika nyaris seluruh pekerja insani diganti oleh robot-robot cerdas humanoid/android (artinya "menyerupai manusia") di pabrik-pabrik dan di kantor-kantor semua perusahaan modern dan di berbagai ruang dan tempat pelayanan umum dalam semua bidang kehidupan modern. Siapa subjek pengalienasi dan siapa objek yang teralienasi akan berganti total. Analisis-analisis sosiologisnya juga akan berubah sejalan dengan perubahan variabel-variabel sosiologisnya. Tentang ini kita masih harus menunggu beberapa waktu lagi ke depan.

Ilusi utopia Marxis

Sebagai suatu konsekuensi terbangunnya komunitas komunis dalam suatu masyarakat Marxis, muncullah visi imajiner negara Marxis yang biasa disebut Utopia: terciptanya masyarakat tanpa kelas, ganti masyarakat pertentangan kelas.

Jalan mencapai masyarakat tanpa kelas adalah konflik revolusioner antara kelas pekerja dan tritunggal peng-peng-rohaniwan. Dalam konteks lebih luas belakangan, visi utopis Marxis ini, singkat kata, diarahkan untuk melahirkan negara sosialis tanpa kelas dan tanpa kepemilikan pribadi, dus tanpa kompetisi sengit. Tapi ujung-ujungnya, visi utopis Marxis yang mencita-citakan negara komunis tanpa kelas dan tanpa kepemilikan pribadi ini GAGAL TOTAL! Kenapa?

Ya, gagal total, karena untuk mewujudkan utopia negara komunis tanpa kelas dan tanpa kepemilikan pribadi, dan tanpa persaingan di dunia usaha, diperlukan oligarki pengatur segala hal secara sentralistik yang memiliki otoritas absolut. Oligarki yang ditunjuk sepihak oleh penguasa negara, dan penguasa negara sendiri, dus menjelmakan sebuah kelas baru dalam utopia Marxis itu.

“Kepemilikan pribadi yang dihilangkan” sebagai akibat ekonomis dari kondisi masyarakat tanpa kelas, ternyata hanyalah sebuah omong kosong dalam utopia Marxis. Dalam negara sosialis Marxis, oligarki sosialis inilah pemilik modal dan pemilik alat-alat dan sarana-prasarana produksi, mekanisme produksi dan pemasaran, dan penentu hukum dan kebijakan ekonomi yang absolut.

Lewat oligarki sosialis inilah rakyat diubah menjadi kelas budak yang harus menjalankan dengan taat semua perencanaan ekonomi oligarki yang sentralistik. Friedrich A. Hayek (ekonom asal Wina, Austria-Hungaria, 1899-1992), salah seorang penerima Anugerah Nobel ekonomi 1974, menegaskan dengan tepat: sosialisme menghasilkan negara perbudakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun