Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seluk-beluk Orientasi Seksual LGBT (Bagian 1)

3 Mei 2016   17:21 Diperbarui: 19 Juli 2016   11:31 4306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Eksorsisme atau ritual pengusiran setan terhadap seorang gay. Ini ekstrim, tak ilmiah, cuma takhayul dan kebodohan. Sumber gambar http://douglaswhaley.blogspot.co.id/2014_06_01_archive.html.

Sejalan dengan itu, Simon LeVay menyimpulkan bahwa “Orientasi seksual adalah suatu aspek yang cukup stabil dari kodrat manusia, dan bahwa kalangan heteroseksual, gay dan biseksual telah ada di semua kebudayaan. Hal ini menyarankan bahwa faktor-faktor biologis yang umum terdapat di seluruh umat manusia dapat bertanggungjawab bagi kemunculan individu-individu yang memiliki OS berbeda-beda. Namun kita perlu juga berpikir berbeda tentang OS dalam diri pria dan wanita, dan bahwa faktor-faktor kultural juga berpengaruh besar pada bagaimana homoseksualitas diekspresikan dalam masyarakat-masyarakat yang berlainan dan di sepanjang sejarah manusia. Dengan kata lain, penjelasan-penjelasan berbasis ide-ide biologis tentang OS manusia memiliki keterbatasan-keterbatasan juga, tidak seperti yang kita harapkan.”/34/

Jadi, meskipun gen itu punya peran yang sangat krusial dan kuat dalam seluruh biologi seorang insan, namun gen memang bukan segala-galanya yang menentukan OS. Epigen yang bekerja dalam DNA dan dapat diubah oleh lingkungan dan gaya hidup juga ikut membangun OS setiap individu. Berhubung lingkungan dan cara hidup yang juga ikut menentukan OS atau, lebih tepat, perilaku seksual seseorang, lazimnya terus berubah, dinamis, maka OS atau perilaku seksual juga mustinya dinamis, cair, tidak baku selamanya.

Kesalahan fatal: mereparasi LGBT!

Jika seksualitas manusia itu dinamis, maka terbuka kemungkinan bahwa perilaku hetero- dan homo-seksual juga bisa bersifat sementara, bukan suatu perilaku yang menetap selamanya. Jadi, sebagaimana semua perilaku seksual bisa berubah, dari heteroseksual ke homoseksual, begitu juga sebaliknya: homoseksualitas bisa berubah sendiri, atau diubah dengan sengaja lewat sains dan teknologi, atau lebih lumrah, lewat gaya hidup setiap orang.

Belum lama ini (2009) para peneliti dari The National Association for Research and Therapy of Homosexuality (NARTH) menegaskan bahwa “adalah mungkin baik bagi pria maupun bagi wanita untuk berubah dari homoseksual ke heteroseksual” dan bahwa “terapi untuk reorientasi seksual kelihatan bermanfaat dan tidak berbahaya, sehingga harus terus disediakan bagi orang-orang yang mencarinya.” Tapi NARTH juga menegaskan bahwa “klien yang tidak merasa tertekan oleh orientasi seksual mereka harus tidak diarahkan untuk mengubahnya oleh para profesional kesehatan mental.”/35/

Meskipun demikian, tentu harus diajukan sebuah pertanyaan kepada NARTH: Lantaran OS bukan suatu penyakit, apakah terapi reorientasi seksual diperlukan, atau malah membahayakan? Soal ini akan segera saya jawab di bawah ini.

Saya harus segera menambahkan info lebih jauh yang sangat penting. Sekarang ini, terutama karena alasan perintah Tuhan dan juga karena tak punya pengetahuan yang benar tentang spektrum OS LGBT, banyak pihak dengan paksa meminta kalangan LGBT untuk menjalani terapi “reorientasi” atau terapi “konversi” atau terapi “penyembuhan” atau terapi “reparasi” untuk mengubah mereka jadi heteroseksual. Seolah bagi mereka, menjadi heteroseksual atau menjadi LGBT hanya suatu soal perilaku mekanik menaikkan atau menurunkan sebuah tuas panel listrik atau menekan sebuah tombol OFF dan ON bergantian, bergantung kebutuhan syahwat sesaat yang liar.

Kalangan yang sedang memaksakan kehendak mereka pada kelompok minoritas LGBT memandang OS LGBT sebagai suatu penyakit yang harus disembuhkan, bahkan sebagai suatu gangguan jiwa, dan juga sebagai kutukan Tuhan seperti dulu orang memandang penyakit kusta. Lebih edan lagi, ada banyak orang memandang LGBT sebagai orang-orang yang sedang kerasukan setan, atau malah tidak termasuk spesies Homo sapiens. Mereka melihat manusia normal itu hanya manusia heteroseksual, lelaki dan perempuan, Adam and Eve, bukan Adam and Steve atau Adam dan Hawa, bukan Adam dan Siwa. LGBT kata mereka bukan ciptaan Tuhan meskipun mereka, anehnya, juga keturunan Adam dan Hawa.

Kalangan pembenci LGBT tidak tahu bahwa nyaris semua lembaga kesehatan yang diakui dunia dan nyaris seluruh pakar seksologi yang terkemuka sudah menemukan banyak bukti klinis lintasilmu bahwa LGBT sama normal dan sama sehat dengan orang heteroseksual. LGBT bukan orang sakit. Mereka sehat dan juga sama happy dan sama normal dengan kalangan hetero jika mereka hidup wajar sehari-hari dan tidak dibebani tekanan sosiopsikologis dan berbagai stigma negatif dari masyarakat heteroseksual.

Bahwa terapi reorientasi atau konversi atau penyembuhan atau reparasi terhadap LGBT sangat berbahaya dan merusak mental dan daya hidup kalangan LGBT dan tidak berdasar pada ilmu pengetahuan yang lengkap tentang orientasi seksual, sudah dinyatakan dengan tegas oleh seluruh lembaga kesehatan dunia dan oleh para pakar medik dan pakar seksologi yang profesional, sebagaimana dapat dibaca pada artikel yang berjudul “The Lies and Dangers of Efforts to Change Sexual Orientation or Gender Identity”./36/ Dalam sumber yang memuat banyak info ilmiah penting tentang LGBT ini, dimuat antara lain pernyataan ini:

“Fakta terpenting tentang ‘terapi reparatif’, yang kadang juga disebut sebagai 'terapi konversi', adalah bahwa terapi ini didasarkan pada suatu pemahaman tentang homoseksualitas yang telah ditolak oleh semua profesional utama kesehatan umum dan kesehatan mental. American Academy of PediatricsAmerican Counseling AssociationAmerican Psychiatric AssociationAmerican Psychological AssociationNational Association of School Psychologists, dan National Association of Social Workers, yang semuanya mencakup lebih dari 477.000 profesional kesehatan umum dan kesehatan mental, bulat berpendapat bahwa homoseksualitas bukan suatu gangguan mental, dan dengan demikian tidak memerlukan suatu ‘penyembuhan’”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun