Mohon tunggu...
I NYOMAN MAHA BUDHI SUJANA
I NYOMAN MAHA BUDHI SUJANA Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 Pendidikan IPA

Mahasiswa Pascasarjana yang mendalami kajian Pendidikan Sains. Memiliki minat pada pengembangan kurikulum, filsafat sains, dan analisis kebijakan pendidikan. Saya menggunakan platform ini untuk menuangkan hasil refleksi, analisis kritis, serta eksplorasi ide-ide baru di persimpangan antara sains, teknologi, dan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memahami Tujuan Filsafat Pendidikan yang Inspiratif, Preskriptif, dan Investigatif

14 September 2025   08:18 Diperbarui: 14 September 2025   08:18 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyalakan Inspirasi 

Pernahkah Kamu berhenti sejenak di tengah hiruk pikuk rutinitas pendidikan saat ini, seperti mengantar anak ke sekolah, mengerjakan tugas, atau bahkan mengajar di depan kelas, lalu pernahkah kamu bertanya, Untuk apa sebenarnya semua ini? Apakah pendidikan sekadar transfer ilmu dari buku ke otak? Ataukah ia sebuah proses luhur yang bertujuan membentuk manusia seutuhnya?

Pertanyaan-pertanyaan mendasar inilah yang menjadi jantung dari filsafat pendidikan. Bagi sebagian orang, kata filsafat mungkin terdengar rumit, mengawang-awang, dan jauh dari praktik sehari-hari. Namun, tanpa kita sadari, setiap keputusan yang kita ambil dalam dunia pendidikan, mulai dari kurikulum nasional hingga cara seorang guru menegur muridnya, berakar pada sebuah filsafat.

Filsafat pendidikan bukanlah sekadar kumpulan teori usang, melainkan kompas yang memberikan arah, peta yang memberikan panduan, sekaligus teleskop yang mengajak kita menyelidiki cakrawala baru. Ia adalah fondasi tak terlihat yang menopang seluruh bangunan pendidikan. Untuk memahaminya secara praktis, kita bisa membedahnya ke dalam tiga tujuan utama yang saling melengkapi, yaitu tujuan Inspiratif, Preskriptif, dan Investigatif. Seseorang yang memahami ketiganya akan membuka mata tentang betapa dalamnya makna pendidikan dan betapa besar dampaknya bagi masa depan peradaban.

Tujuan Inspiratif: Menyalakan Obor Visi dan Cita-Cita Luhur

Tujuan pertama dan mungkin yang paling fundamental dari filsafat pendidikan adalah memberikan inspirasi. Ia berfungsi sebagai sumber visi, cita-cita, dan makna tertinggi dari seluruh upaya pendidikan. Jika pendidikan adalah sebuah perjalanan, maka tujuan inspiratif adalah bintang penunjuk arah yang membuat kita terus bergerak maju, bahkan di tengah badai sekalipun.

Filsafat pendidikan dalam peran inspiratifnya tidak bertanya bagaimana cara mengajar IPA, melainkan mengapa kita perlu belajar IPA? Ia tidak fokus pada target hafalan, tetapi pada pembentukan karakter. Salah satu sumber menyebutkan, "Filsafat pendidikan memandang proses pendidikan sebagai upaya guru untuk mengembangkan potensi peserta didik dari ketidaktahuan menjadi pengetahuan, dengan tujuan membentuk individu yang berkualitas". Frasa individu yang berkualitas inilah esensi dari tujuan inspiratif.

Lantas, kualitas seperti apa yang dicita-citakan? Di sinilah berbagai aliran filsafat memberikan jawabannya yang beragam namun saling melengkapi. Dalam filsafat pendidikan Islam, tujuan puncaknya adalah membentuk insan kamil atau manusia seutuhnya, sebuah cita-cita holistik yang mengintegrasikan kecerdasan intelektual dengan kematangan emosional dan kedalaman spiritual. Selaras dengan itu, aliran idealisme menekankan bahwa pendidikan harus menanamkan nilai-nilai moral universal seperti kebenaran, kebaikan, dan keindahan sebagai fondasi karakter, sehingga pendidikan tidak hanya membuat siswa pintar, tetapi juga bijaksana dan berbudi luhur. Visi ini diperkuat oleh pemikiran filsuf Immanuel Kant, yang berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah membantu manusia mencapai kematangan moral dan intelektual agar ia bisa bertindak otonom berdasarkan prinsip universal.

Konsep ini terasa begitu nyata bagi saya. Sebagai mahasiswa yang sedang menjalani AM di SMP Negeri 1 Sawan, saya menghadapi situasi yang membuat saya merenungkan makna pembelajaran. Saat mengajarkan materi struktur sel hewan dan tumbuhan di kelas VIII, saya dengan detail menjelaskan perbedaan sel hewan dan sel tumbuhan. Siswa tampak mencatat dengan rajin, namun ada beberapa tatapan kosong mereka membuat saya gelisah. Di tengah penjelasan tentang fungsi mitokondria, seorang siswa mengangkat tangan dan bertanya dengan nada jenuh, "Kak, saya kan bukan mau menjadi guru IPA atau terjun ke bidang itu. Untuk apa sih saya harus tahu tentang sel-sel ini? Toh nggak kepake juga nanti." Pertanyaan itu membuat saya terdiam sejenak. Saya menyadari bahwa selama ini saya hanya fokus pada bagaimana cara mengajarkan ilmu yang ada di buku tanpa pernah menjawab mengapa mereka perlu memahami hal ini dalam kehidupan mereka, terlepas dari profesi apa yang akan mereka pilih nantinya. Pengalaman ini membuka mata saya bahwa pembelajaran IPA seharusnya tidak hanya mentransfer fakta, tetapi menunjukkan relevansi pengetahuan tersebut dalam pembentukan karakter dan cara pandang siswa terhadap kehidupan.

Tujuan inspiratif ini menjadi jiwa dari sebuah institusi pendidikan. Ia tertuang berbagai tulisan yang berkaitan dengan pendidikan, pembangunan karakter, dan visi Indonesia Emas 2045: Menciptakan Generasi Emas yang Berakhlak Mulia, Cerdas, dan Berdaya Saing Global. Kalimat ini bukanlah sekadar slogan kosong, melainkan kristalisasi dari sebuah filsafat yang menjadi sumber inspirasi bagi seluruh instansi pendidikan mulai dari sekolah hingga universitas, untuk menciptakan sumber daya manusia unggul yang mampu membawa Indonesia menuju kejayaan.

Tanpa tujuan inspiratif, pendidikan akan menjadi proses mekanis yang kering dan tanpa jiwa. Siswa mungkin bisa meraih nilai sempurna, tetapi mereka kehilangan kesempatan untuk bertanya tentang makna hidup, tujuan mereka di dunia, dan bagaimana mereka bisa menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun