Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Hati-hati Klientelisme: Pembelian Suara (Vote Buying) pada Pemilu 2024?

9 Februari 2024   00:59 Diperbarui: 9 Februari 2024   20:53 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilu sudah dihambang pintu, diharapkan  seluruh rakyat  Indonesia menyambut dengan gembira. Pesta pemilihan umum yang akan memilih presiden dan wakil presiden, serta anggoata DPR ( DPRD Tk II, DPRD Tk I dan DPR RI)  dan DPD. Tepat tanggal 14 Februari 2024, pas hari valentine, rakyat akan mencoblos sesuai dengan hati nurani.  Tentu dengan harapan pemilu berjalan jurdil,  bebas langsung dan bebas , dan rahasia.

Pemilu yang jurdil (jurjur dan adil)  sudah banyak disuarakan oleh berbagai elemen masyarakat. Agar belangsung dengan damai. Namun, ada beberapa masalah yang kerap mengantui pelaksanaan pemilu , yakni  berbagai tindakan yang dilakukan beberapa oknum, dengan menyebarkan hoax,  saling fitnah, kampanye hitam, dan lain-lain, oleh karena itu perlu kewaspadaan kita semua, sehingga pelanggaran pemilu  dapat di minimalisir.

Jenis pelanggaran pemilu menurut UU Pemilu sangatlah beragam. Pelanggaran pemilu dapat terjadi sebelum, saat dan setelah pemungutan suara. Bentuk pelanggarannya pun bermacam-macam, mulai dari money politics, kampanye hitam, hingga penyebaran berita bohong atau hoaks yang dapat mempengaruhi hasil pemilu.

Jenis pelanggaran pemilu seperti money politics misalnya adalah bentuk pelanggaran pemilu yang terjadi ketika calon atau tim suksesnya memberikan uang atau barang kepada pemilih, untuk memengaruhi pilihan mereka.

Money politik, adalah riak-riak pemilu, dengan kasak-kusuk kandidat calon legislasif dengan antek-anteknya  yang siap menghedarkan uang dalam bentuk serangan pajar, untuk meraup suara pemilih. Jelas tindakan ini tidak dibenarkan dalam pemilu elektroal. Pembelian suara , transakasi suara Vote baying, memang laku dimana  kondisi ekonomi yang sangat buruk, mereka tak bisa membedakan dengan kasat mata , mana calon yang benar-benar baik dan jujura, karena di kaburkan oleh nikmatanya uang sesaat.

Paling tidak saya menemukan dua desa yang demikian dari pemilu ke pemiliu dapat memasukkan calon legislatifnyake DPRD  baik tingkat kabupaten , maupun  DPRD  provinsi dan DPR Pusat RI, sanat solid , satu desa ini satu jenis partai, desa yang lain unik semua terisi namun calon berasa dari partai berbeda-beda. Intinya fanatic terhaadap anggota masyarakatnya yang diusung dari Desa bersangkutan.

Keuntungannya apa? Bansos dan bantuanbantuan lancer, jalan-jalan mudah seklai diaspal hotmik. Bebrbeda dnegan desa-desa yang lain yang tidak ada anggota DPRDnya, Desa semacam ini

Walaupun  jumlah pemilih yang memenuhi sarat sama, namun tak ada wakil dari desa itu, suaranya lari dimanfaatkan oleh caleg-caleg dari desa lain. Dan ini, memang lebih banyak tidak ada ikatan ideologi, hanya kebutuhan sesaaat, masyarakatnya tidak kuat dalam menggolkan anggota masyarakatnya, mudah di ialihkan, fenomena kedua kerap berlaku istilah Vote buying, menjual suaranya ke  kandidat yang lain.

Kondisi demikian dalam teori sosial disebutkan sebagai teori ' klientelisme'. Berangkat dari laman  Wikipedia, disebutkan bahwa klientelisme, adalah, Klientelisme atau politik klien adalah pertukaran barang dan jasa untuk mendapatkan dukungan politik, sering kali melibatkan quid-pro-quo implisit atau eksplisit.Hal ini erat kaitannya dengan politik patronase dan jual beli suara. Klientelisme melibatkan hubungan asimetris antara kelompok aktor politik yang digambarkan sebagai patron, broker, dan klien. Dalam politik klien, kelompok minoritas atau kepentingan yang terorganisir mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan publik. Politik klien mungkin mempunyai interaksi yang kuat dengan dinamika politik identitas. Hal ini lazim terjadi dalam sistem pluralis, seperti di Amerika Serikat, di mana kelompok minoritas mempunyai kekuasaan besar dalam menentukan kebijakan publik. Kebalikan dari politik klien adalah politik 'kewirausahaan', atau politik keyakinan.

Meskipun banyak definisi klientelisme telah diajukan, menurut ilmuwan politik Allen Hicken, secara umum ada empat elemen kunci dari hubungan klientelistik: (1) Hubungan diadik: Sederhananya, ini adalah hubungan dua arah. (2) Kontinjensi: Pemberian layanan kepada warga negara oleh seorang politisi atau broker bergantung pada tindakan warga negara atas nama politisi atau partai di mana mereka menerima layanan. (3) Hirarki: Politisi atau partai mempunyai kedudukan kekuasaan yang lebih tinggi dibandingkan warga negara.(4) Iterasi: Hubungan ini tidak terjadi satu kali saja, melainkan berkelanjutan. (5) Kontingensi dan iterasi adalah dua komponen yang dimiliki oleh sebagian besar definisi klientelisme.[

Fenomen klientelisme kerap terjadi secara terus menerus dan memfosil. Sebab mereka sangat merasakan manfaatnya, ada bangunan balai banjar yang megah, kerap mendapat bansos, dan lain-lain, aspal di desa mengkilat, dan lain sebagainya.  Ini yang kerap membuat demokrasi di negeri ini sakit, sakit bertambah sakit dan collapse  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun