Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

BLT, Bantuan Langsung Tunai atau Bantuan Lewat Terus?

28 April 2021   21:24 Diperbarui: 28 April 2021   22:12 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Belakangan ini, hari -hari berganti kadang sering tak ramah, sebab banyak permasalahan hidup muncul. Pandemi covid-19, membuat banyak orang merana. Pekerja banyak kehilangan job, sektor pariwisata ambruk. Pengangguran pun meningkat. Hotel banyak kelimpungan tak terurus. Ekonomi masih terseok-seok. Kondisi itu kentara di salah satu Desa, penyokong pariwisata, yang saya lewati, ketika pulang kampung.

Setahun sudah... masa sulit seakan belum menunjukkan tanda-tanda berakhir. Belum  bangkit, mau bangkit, beredar kabar varian Virus COVID-19 baru muncul, maka masyarakat terus dibayangi 'kecemasan', kapan badai pasti berlalu? Dibingkai itu, seakan ada pesan, yakni "ada tantangan yang harus dihadapi. Ada perjuangan yang harus dimenangkan. Itulah hidup."

Dalam pandemi ini, elemen berbangsa, yang telah mendapat jaminan negara (PNS, TNI Polri, DPRD, DPR, dan pegawai BUMN), merasa aman, karena negara masih bisa menggajinya, walaupun dari pinjaman luar negeri, sehingga utang kian menumpuk. 

Itu sebabnya, mind set orang berubah, menjadi PNS (ASN),cita-cita yang tak kendor, masih menduduki skala prioritas utama, walau dengan berbagai cara. Harapannya bahwa seleksi masuk menjadi ASN dan Pegawai BUMN, itu murni (memang karena kompetensi dan pintar), bukan karena kasak-kusuk. Apakah harapan itu, menggantang asap mengukir langit. Entahlah?

Lalu, insentif pemerintah dalam bentuk BLT, seakan menjadi oase di gurun pasir gersang nan panas, namun kerap kehadirannya membuat wajah tersenyum (bagi yang mendapatkan) dan meringis bagi yang tak dapat. Walaupun ada kriteria, seperti 14 kriteria BLT DD, sebagai patokan namun masih ada saja terlupakan,  karena pandemi, kerap serba tragis, tragis kaya, tragis menjadi miskin, tragis sehat, lalu mendadak sakit, dan mati.

Di lapangan, menurut survey (ketika saya menjadi tim survey salah satu kandidat di Bali) banyak yang semestinya mendapat BLT, namun tidak terima atau salah sasaran). Bupati Klungkung pernah mengecek, dan ternyata salah sasaran, sehingga Bupati I Nyoman Suwirta membatalkannya BLT di wilayahnya yang ketika dicek ke lapangan ternyata dari keluarga mampu. Sehingga Bupati mewanti-wanti berpesan   kepada aparat desa lebih teliti dan hati hati dalam menentukan penerima BLT (Bali post, 14 -8-2020). 

Tentu dari aspek ini BLT masih menyisakan sisi gelap, yang dekat dengan para elit di tingkat desa, lebih mudah, mulus, apa lagi ada hubungan keluarga, pasti makyus. Tudingan semacam itu, biasanya kerap dilontarkan pada aparatur di tingkat Desa, kades, kadus, RT dan RW.

Memang, aparatur desa itu, kerap menjadi terdakwa, 'sudah capek ngurusin, dapat omelan, persis seperti "pepatah Bali "  negen bebek muani (memikul itik jantan) " ribut melulu, tanpa menghasilkan telor.

Ada WA kesasar ke saya. Saya tertawa membaca, tulisan kesasar itu, yang berbunyi, mereka yang baik-baik sama "kadus pasti dapat' dan yang bertentangan (oposisi) 'siap-siap tidak dientrikan datanya' artinya ketika mendengar ada pembagian BLT, maka mereka akan berkata " Bantuan lewat Terus, artinya dilewati terus , alias siap bengong melihat lembar-lembar merah di terima orang lain. Pantas bengong , Wong datanya tidak dimasukkan?

Bagi kebagian BLT memuji pemerintah, dan bagi yang ga dapat banyak muntahan keluar yang ujungnya menyalahkan aparat lah, atau negara lah, sampai presiden Jokowi ikut dibawa-bawa.

BLT tetap menjadi sebuah kebijakan yang perlu dievaluasi, perlu kerja sama semua pihak, agar bisa besaran nya ditingkatkan dan bisa diberikan tiap bulan (wah... usul yang mantap banget, dan banyak yang kayaknya setuju. Imbuhannya adalah dari pada di korupsi oleh pejabat). Namun, perlu diawasi penggunaan untuk apa saja, yang ada untuk usaha dan lain-lain. Atau tidak berakhir di meja judi, miras atau di cafe remang-remang?

Dalam riuh BLT itu, Saya kagum dengan laki-laki paruh baya itu, duduk diantara para pekerja yang tak ada job, mereka bergerombol , sambil merenungi nasib, saling putar otak, di Balai bengong itu.

Namun ketika ada khabar BLT turun, maka sontak temannya berangkat semua, namun dia sendiri tersisa, dia menerawang jauh, BLT, oh... benar-benar "Bantuan lewat terus."

Dia tidak mengerti mengapa, dan kenapa dia tidak dapat, padahal dia juga termasuk keluarga terdampak, pandemi Covid -19, tempat usahanya berhenti , kerajinan tidak ada yang membeli , pariwisata terpuruk. Ketika dia tak muncul namanya , dia heran, dimana kesalahannya, namanya tidak muncul sebagai penerima BLT. Pikiran berhenti untuk menyalahkan orang lain. Sampai disini, sosok ini menjadi kian menarik.

Namun laki-laki itu, tampak tegar dan sabar. Saya mendekatinya, tak ada perasaan gelisah ketika, namanya tak muncul. Dia memang benar-benar memahami dan mendalami kesabaran itu. Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluarkan kedengkian, di merasakan pengendalian diri yang tinggi, semua itu seperti termanifestasikan dalam kediriannya.

Dia berucap dengan, bahagia, saya yakin katanya, mengawali pembicaraan sore itu, ketika sebuah keluarga hidup dengan rukun, mereka akan diberikan dengan nasib baik, dan kemakmuran. Akan tetapi ketika sebuah keluarga dipenuhi dengan pertentangan akan didatangi bencana dan kemunduran. Sambil duduk di sore hari menjelang hari raya, terasa desiran kebaikan hadir dalam pribadi yang sederhana itu.

Saya menyapanya, mengapa anda bisa begitu bersyukur? Dia memperbaiki tempat duduknya, sambil menarik napas dalam-dalam di balai bengong itu, " Saya hidup dengan kelengkapan anggota badan, dengan istri yang setia dan bisa memberikan dua anak, laki dan perempuan, tidak ada kebahagiaan yang melebihi dari segalanya, dengan itu semuanya saya merasa sangat "kaya', sebab banyak keluarga dengan banyak uang , harta melimpah namun tak pernah rukun, tak pernah harmoni, hidup seperti dalam neraka.

Kata-katanya penuh filsafat, dia bisa begitu karena tempaan hidup yang sangat keras.

Saya selalu bersyukur dengan khusuk, bahwa manusia tak ada artinya dibanding alam semesta, dan anugerah yang luar biasa yang kami terima semuanya,

"Saya percaya bahwa satu lilin bisa menyalakan ribuan lilin, tanpa berkurangnya cahaya lilin pertama tadi. Itulah hakikat sebuah kebahagiaan, takkan berkurang meskipun dibagi-bagi. Kebahagiaan saya bagikan adalah ke benaran itu.

Dia menambahkan, Kebahagiaan saya bersama istri dan anak-anak kami. Kebencian yang dilawan dengan kebencian lain, tidak akan pernah usai. Hanya dengan cinta, sebagai aturan yang abadi.

Katanya lagi, " Akan banyak luka yang dialami dan diciptakan oleh mereka yang saling membenci, tetapi pikiran yang diarahkan pada hal yang salah akan jauh lebih melukai lagi.

Biarlah, katanya pelan, memberi nasihat, petunjuk, dan melarang apa yang tidak baik. Karena orang bijaksana akan dicintai oleh orang yang baik dan dijauhi oleh orang yang jahat.

Kenapa anda tetap tenang, ketika anda tidak mendapat BLT, dan yang lain bersuka ria merasa puas? Ya.... karena itu hak mereka. Ya..... saya hanya berprinsip, ketika mereka dapat yang memang rezekinya mereka, saya mungkin dari tempat lain dapatnya, Ketika kita mendapatkan materi dengan ukuran tertentu dari negara, maka kita harus membayarnya dengan besaran yang relatif sama kepada negara, mana kala tidak, maka kita tetap berhutang. Maka, ketika saya tak tersentuh BLT, maka sesungguhnya, saya bebas dari hutang pada negara, mungkin ada pihak lain yang lebih membutuhkan dari pada saya.

Apakah anda menyalahkan pihak aparatur desa, kurang jeli dalam menilai siapa yang tepat diberikan BLT? Dia menatap langit-langit Bale bengong itu, lama dia menjawab, " saya tidak berhak menilai dan menuduh aparat, mereka sudah berkerja dengan profesional, kalaupun itu mungkin masih keliru, saya pikir sistem memang tak se mulus kita duga, saya selalu berfikir positif, bahwa mereka telah berkerja dengan baik, seandainya mereka tidak baik, memang pada akhirnya 'akan ketahuan' itu mungkin tidak terjadi pada kasus diri saya. Alam semesta pasti bekerja melampaui pikiran saya, kalau memang itu keliru.

Katanya penuh semangat, "Saya tetap tidak mau berpikir negatif, sebab saya berusaha menjalakan nasihat orang tua saya dahulu, " Kalahkan kemarahan dengan cinta kasih dan kalahkan kejahatan dengan kebajikan. Kalahkan kekikiran dengan kemurahan hati, dan kalahkan kebohongan dengan kejujuran. Ada 3 hal yang tidak bisa lama-lama untuk disembunyikan, yakni matahari, bulan dan kebenaran. kebenaran untuk berbagai kepada negara yang lagi susah, minimal tidak membuat gaduh, minimal tidak melukai orang lain yang telah bekerja membantu sesama, walaupun menyalurkan uang negara.

Saya mengangguk, saya menatapnya, tak terasa air mata saya menetes. Saya memeluknya, dengan erat.

Katanya lagi, saya meyakini bersedekah tidak hanya dengan uang atau arta, keselarasan menerima kekeliruan untuk diam, tenang jauh lebih baik, sebab Jika seribu langkah bisa didapatkan dengan sekali bersedekah, maka berapa ribu langkah yang bisa kamu dapatkan jika kamu bersedekah dalam jumlah yang banyak disertai hati yang tulus?

Saya tersenyum dan memeluknya kembali, sebab saya belajar dari kesederhanaannya, bahwa kesabaran dan rela menyumbang pada negara menjadi penting, walau tidak dalam bentuk materi. Moga bermanfaat *****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun