Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nenek Tua, Menyepi Menuju Laut Utara

18 September 2020   11:52 Diperbarui: 18 September 2020   12:01 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pinterest

Sore itu matahari sinarnya dibayangi awan kelabu, di sebuah bilik seseorang nenek tua, dengan tubuh kurus kering, beratnya tak lebih 25 Kg, dia terbaring dengan tubuh ringkih dan sakit-sakitan, tak berdaya, hanya menunggu saat pelepasan asa tiba. Memandanginya, memberikan ruang pemaknaan kehidupan, bahwa kematian adalah hal yang menyakitkan tapi kematian itu pula yang dapat merubah orang lain.

Dia berbisik pelan, "aku tidak memiliki siapa-siapa, aku aus tak ada yang mau memberikan air, walaupun di luar bilik banyak ada orang, semua pada takut, datang padaku" Memang tak ada yang mau mendengarkan suaranya karena dia dikenal oleh banyak orang, sebagai sosok yang menakutkan. Aku mendekat, karena aku salah seorang yang disebut-sebut olehnya beberapa hari setelah dirinya jatuh, dan  sakit.

Sambil menitikan air matanya yang menetes di atas pipinya yang keriput dan kering itu. Aku datang nek, kataku , menghampiri dirinya, sambil memegang tangannya, dia menoleh kearahku.

Suaranya pelan, Anakku, inilah perjalananku paling akhir, tak ada lagi setelah ini dengan fisik tua renta ini, yang dapat engkau saksikan. Aku senang engkau masih mendekat. Anakku saat kematianku segera datang dan telah tiba, sambil menghapus air liur dengan kain yang kumal itu, dihadapannya.

Air mataku mau netes , aku , tahan agar dia tidak bertambah sedih. Semua akan baik-baik saja , kematian itu tidak mudah dilakukan,dia tidak bisa diharap, kataku  sekedar menghiburnya, sambil memberikannya air untuk menghilangkan rasa ausnya, 'jangan banyak, tenggorokanku kering," karena lama tak kena air.

Penderitaan ini sungguh menyesakkan , Anakku, hidup ini, telah lawas aku jalani, hidupku sudah lama melintas zaman, sudah 95 tahun berlalu, aku bertahan dalam kesendirianku, saudaraku, semuanya sudah lama berpulang, kini aku sendiri di bumi pertiwi, dengan segala bentuk penderitaanku, katanya dengan suara terputus-putus.

Nenek tua itu hidup single, sebagai seorang brahmacarini, selama hidupnya, tidak menikah" Hidupku hanya untuk melayani dan membantu orang lain, membesarkan anak-anak yang kebetulan tak mampu diurus orang tua mereka. Sebagai orang pengayah dan abdi setia ketika ada piodalan, karya agung di  pura, atau  di puri, sebagai abdi raja. Disini terkenang dia selalu mengambarkan  bahwa,  hidup tanpa melakukan apapun, sama saja dengan kematian yang datang perlahan.

Dengan suara terbata-bata di berujar, Aku tidak memiliki keturunan untuk merawatku sampai tua , aku dulu berharap kepada semua orang yang aku pelihara, namun semuanya kini takut mendekatiku, mereka sengaja menjauh, namun beberapa diantaranya telah meninggalkanku menuju dunia akirat lebih dahulu.

Kataku dengan suara pelan. " Ya... tidak apa-apa, jangan pikirkan yang lain, aku kesini nenek, aku datang untuk membantumu sebisanya. Mengapa mereka membencimu? tanyaku , sambil mengelap dan membasuh tubuhnya yang mulai mengkerut, dan kaku.

Ya.... semuanya menuduhku, ............. nafasnya tertahan, dan masuk sangat dalam, Aku ..... dia tidak melanjutkan. Aku sadar nenek mendapat predikat sebagai orang "bisa" 'atau sebagai sosok orang berilmu tajam, yang diduga memiliki ilmu " anesti aneluh anerang jana, ' anggapan itulah yang membuat tembok tinggi, untuk tidak membantu dan melayaninya. Sebuah anggapan yang kerap "tak masuk akal"

Dengan suara pelan, dia berkata" Semua orang mati ditempat ini, dan sekitar ini, akulah dituduhkannya, baik bayi kena tetanus, mati karena kecelakaan, mati karena salah minum obat, bayi lahir cacad karena kurang gizi, mati karena tua, semua itu muaranya berakhir padaku, dan akulah dituduh penyebabnya. Engkau pasti tahu ? Hidup mati seseorang itu semua ada di tangan Tuhan, karma dan bekal kehidupan masa lalu itu, tak pernah jelas dimaknai disini, mereka terlalu kejam, untuk mengakimi mereka yang diduga memiliki'ilmu hitam'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun