Mohon tunggu...
Anisa putri sabrina
Anisa putri sabrina Mohon Tunggu... Mahasiswa

Membaca buku dan bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Peran guru FAI dalam membentuk karakter siswa diera digital

7 Juli 2025   11:40 Diperbarui: 7 Juli 2025   11:40 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Di tengah gempuran informasi dan hiruk pikuk dunia maya yang tak berujung, pertanyaan krusial muncul: bagaimana kita membimbing generasi muda agar tetap teguh dalam karakter di era digital ini? Saat layar gadget lebih akrab daripada tatapan guru, peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) bukan lagi sekadar penyampai materi, melainkan nahkoda yang memandu moralitas di lautan digital yang penuh gelombang. Mereka adalah benteng terakhir, penjaga nilai, dan pembentuk jiwa di tengah arus modernisasi yang kadang menggerus esensi kemanusiaan.
Menguak Urgensi: Kenapa Guru PAI Semakin Vital di Era Digital?
Era digital telah merombak lanskap pendidikan dan sosial secara fundamental. Anak-anak dan remaja kini terpapar konten tanpa batas, dari informasi edukatif hingga disinformasi yang menyesatkan, dari inspirasi positif hingga paparan radikalisme dan pornografi. Di sinilah letak urgensi peran Guru PAI. Mereka tidak hanya mengajarkan rukun iman dan rukun Islam, tetapi juga membekali siswa dengan literasi digital berlandaskan etika Islam. Ini mencakup kemampuan memilah informasi, memahami dampak jejak digital, serta berinteraksi secara positif dan bertanggung jawab di ruang siber. Tanpa bekal ini, siswa bisa tersesat dalam labirin informasi, menjadi korban cyberbullying, atau bahkan pelaku ujaran kebencian.
Secara psikologis, keterpaparan berlebihan terhadap dunia digital dapat memengaruhi perkembangan empati, kesabaran, dan kemampuan interaksi sosial langsung. Guru PAI, dengan pendekatan spiritual dan humanistik, memiliki kapasitas untuk mengisi kekosongan ini. Mereka dapat membimbing siswa untuk menemukan keseimbangan spiritual di tengah hiruk pikuk digital, mendorong refleksi diri, dan menumbuhkan kesadaran akan tanggung jawab moral dalam setiap tindakan, baik di dunia nyata maupun maya. Ini adalah fondasi karakter yang kuat, yang tak lekang oleh zaman.
Transformasi Peran: Dari Pengajar Menjadi Arsitek Karakter Digital
Peran Guru PAI kini harus bertransformasi dari sekadar transmiter pengetahuan agama menjadi arsitek karakter digital. Transformasi ini menuntut beberapa pilar utama:
 * Pendidik Digital Berkarakter: Guru PAI harus melek teknologi dan memahami dinamika media sosial. Mereka perlu mampu menggunakan platform digital untuk menyampaikan nilai-nilai agama secara kreatif dan relevan. Misalnya, melalui konten video pendek yang menginspirasi, diskusi daring tentang etika berinternet, atau bahkan penggunaan gim edukasi yang menanamkan nilai-nilai kebaikan. Ini bukan tentang sekadar "masuk" ke dunia digital, melainkan "menaklukkan" dunia digital dengan nilai.
 * Pemandu Etika dan Moral di Ranah Maya: Guru PAI perlu proaktif mengajarkan fikih digital. Ini meliputi bagaimana bermuamalah di media sosial, pentingnya menjaga lisan dan tulisan dari gibah atau fitnah online, serta etika dalam berinteraksi dengan sesama pengguna internet. Mereka juga harus membimbing siswa untuk memahami konsep privasi digital dan bahaya penyebaran informasi pribadi. Ini adalah upaya nyata membangun benteng moral di tengah gelombang informasi.
 * Inspirator Kesadaran Diri dan Refleksi Spiritual: Di tengah derasnya notifikasi dan distraksi, Guru PAI dapat berperan sebagai jangkar yang mengembalikan siswa pada kesadaran diri dan refleksi spiritual. Melalui sesi-sesi diskusi, praktik meditasi singkat, atau bahkan integrasi nilai-nilai tasawuf dalam konteks digital, mereka dapat membantu siswa mengembangkan ketahanan mental dan spiritual agar tidak mudah terombang-ambing oleh tren sesaat atau tekanan sosial digital. Mereka mengajarkan bahwa nilai sejati bukan terletak pada jumlah likes, melainkan pada keberkahan dan kebermanfaatan.
 * Kolaborator Ekosistem Pendidikan: Guru PAI tidak bisa bekerja sendiri. Mereka harus menjadi motor penggerak kolaborasi dengan orang tua, sesama guru mata pelajaran lain, dan bahkan ahli teknologi. Pembentukan karakter adalah upaya kolektif. Dengan bekerja sama, mereka dapat menciptakan ekosistem yang mendukung perkembangan karakter siswa secara holistik, baik di sekolah, di rumah, maupun di ruang digital.
Melampaui Batas: Tantangan dan Harapan ke Depan
Tentu saja, transformasi ini tidak datang tanpa tantangan. Keterbatasan akses teknologi, kurangnya pelatihan yang relevatif, dan resistensi terhadap perubahan adalah beberapa hambatan yang harus dihadapi. Namun, harapan jauh lebih besar. Dengan dukungan kebijakan pemerintah yang memihak pada peningkatan kompetensi guru, inovasi kurikulum yang adaptif, dan kesadaran kolektif masyarakat, Guru PAI dapat memainkan peran monumental dalam mencetak generasi digital yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh secara spiritual dan moral.
Mereka bukan sekadar mengajar agama, tetapi sedang membangun peradaban digital yang berakhlak. Mereka adalah garda terdepan dalam memastikan bahwa kemajuan teknologi tidak mengikis fondasi kemanusiaan, melainkan menjadi alat untuk menyebarkan kebaikan dan keberkahan.
Melihat realitas ini, satu pertanyaan mendalam muncul: sudahkah kita, sebagai masyarakat, memberikan dukungan yang cukup kepada para Guru PAI dalam mengemban amanah besar ini? Sudahkah kita membekali mereka dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk membentuk generasi yang berkarakter di tengah pusaran era digital? Masa depan peradaban kita bergantung pada bagaimana kita menjawab dan bertindak atas pertanyaan fundamental ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun