Oleh:
Intan Cendykia (2316041123)
Hani Kalista (2316041184)
Permasalahan belakangan ini bermula dari keputusan DPR yang menaikkan tunjangan serta gaji mereka di tengah situasi bangsa yang sedang mengalami krisis, keputusan ini memicu kegelisahan dan amarah publik karena dianggap tidak peka terhadap penderitaan rakyat. Di saat masyarakat berjuang keras memenuhi kebutuhan hidup, wakil rakyat justru sibuk menambah keuntungan pribadi. Tidak heran, kebijakan ini menjadi simbol ketidakadilan yang memperlebar jurang antara penguasa dan rakyatnya.
Dari sini dapat kita lihat bahwa akar persoalan terletak pada struktur. Struktur kelembagaan DPR dan Pemerintah seharusnya dirancang untuk menjaga keadilan, transparansi, serta kontrol. Namun, kenyataannya struktur tersebut gagal menjalankan fungsinya dan justru dikendalikan oleh kepentingan politik. Akibatnya, kebijakan lahir secara sepihak tanpa mempertimbangkan aspirasi rakyat. Akibatnya, berbagai kebijakan lahir secara sepihak, tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang mestinya menjadi dasar utama setiap keputusan publik.Â
Struktur yang rapuh itu melahirkan kultur politik yang tidak sehat, jauh dari transparansi, empati, maupun keberpihakan pada rakyat. Contoh nyata dapat dilihat dari pernyataan salah satu anggota DPR yaitu Ahmad Saroni yang menyebut rakyat "tolol" ketika mengkritik kebijakan pemerintah. Sikap arogan dan merendahkan seperti ini, ditambah dengan perilaku anggota DPR lainnya yang bergembira ria sambil menari di dalam gedung Senayan, hanya semakin memperkeruh keadaan. Alih-alih menjadi penyalur suara rakyat, DPR justru tampil sebagai institusi yang terasing dari realitas sosial.Â
Kekecewaan yang menumpuk akhirnya meledak menjadi aksi protes. Akibatnya, lahirlah proses protes dari masyarakat yang turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi. Masyarakat turun ke jalan, membawa harapan agar suara mereka didengar. Namun alih-alih direspons dengan dialog, protes tersebut justru berujung pada tindakan represif aparat yang gagal mengendalikan situasi. Bentrokan pun terjadi dan yang lebih menyedihkan, jatuh korban jiwa dari kalangan mahasiswa,aparat, dan warga sipil. Peristiwa ini kemudian memicu gelombang kemarahan massa yang semakin meluas ke berbagai daerah.Â
Peristiwa ini bukan hanya soal kenaikan gaji DPR, melainkan juga cermin dari krisis kepercayaan rakyat terhadap wakilnya. Keputusan yang tidak berpihak, struktur yang rapuh, kultur politik yang arogan, serta kegagalan aparat dalam mengelola aspirasi publik, semuanya berpadu menjadi gambaran nyata bahwa jarak antara rakyat dan penguasa semakin melebar. Dan selama tidak ada perubahan mendasar, amarah yang hari ini membara berpotensi kembali menyala di masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI