Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hic et Nunc

30 Desember 2022   09:14 Diperbarui: 30 Desember 2022   09:21 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen Hic et Nunc (dokpri)


"Yo wis ra opo-opo Dik", jawab Karto sambil melanjutkan menyuapi Rio.
Mencium pipi Rio lalu memindahkannya ke sampingnya, Narsih mengisi piringnya dengan nasi dan indomie goreng lalu mulai makan.
Tidak ada dialog.
Tidak ada gerakan.
Hanya pendaran cahaya dari layar tablet yang sudah sangat dekil dan suara dialek melayu serial Upin-Ipin yang mengumandang dari tablet yang dipandangi oleh Rio tanpa berkedip yang memenuhi kamar kos serba guna dua kali dua itu.


Karto berusaha fokus menyuapi Rio agar kabut tertahan.
Narti berusaha fokus ke piringnya agar mendung tak jadi hujan.
Di luar suara terompet tahun baru dan mercon dari arah kampung atas semakin menjadi jadi.


***


Tengah malam kurang lima menit. Rio sudah pulas tertidur dari tadi di atas ranjang berkerangka besi.
Narsih masuk ke kamar kos sehabis mencuci piring dandang sekaligus mandi di kamar mandi di ujung gang rumah kos-kosan.
Karto masih duduk di lantai memandangi kosong layar tablet yang masih menyala saat istrinya masuk ke petak mereka.
Selesai handuki rambut, Narsih merapat di lantai di samping Karto.


Bau minyak cem-ceman.
Karto merangkul Narsih.
Karto mengelus Narsih.
"Mas...",bisik Narsih lirih.
Narsih mengelus Karto.
Narsih merangkul Karto.
"Dik...", bisik Karto sangat lirih.
Nafas memburu.
Karto menggeser tubuhnya seraya menarik ke luar sehelai kasur bersprei warna usang, ukuran satu orang dari bawah ranjang Rio.
Narsih bergerak menselonjorkan kaki lalu merebahkan diri.
Karto mendekat di atasnya.
Merapat.
Mengulum lembut bibir Narsih sambil kembali mengelus.
***


Terompet, mercon tahun baru memecah telinga.
Duet absurd keroncong Mbak Yuni-Paino di Pos Kamling semakin menggila.
Paino makin merem melek tranche memainkan gitar kecil kentrung mautnya.
Suara ngebass "Mbak Yuni" semakin dahsyat menggebu...
"Di bawah sinar bulan purnama
Hati sedih tak dirasaaaa
Si miskin pun yang hidup sengsara
Semalam itu bersuka.."

Jakarta (Cawang Kompor), akhir Desember 2022
Jepe-Jepe untuk Inspirasiana
*telap-telep: lahap
**hic et nunc: di sini dan sekarang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun