"Yo wis ra opo-opo Dik", jawab Karto sambil melanjutkan menyuapi Rio.
Mencium pipi Rio lalu memindahkannya ke sampingnya, Narsih mengisi piringnya dengan nasi dan indomie goreng lalu mulai makan.
Tidak ada dialog.
Tidak ada gerakan.
Hanya pendaran cahaya dari layar tablet yang sudah sangat dekil dan suara dialek melayu serial Upin-Ipin yang mengumandang dari tablet yang dipandangi oleh Rio tanpa berkedip yang memenuhi kamar kos serba guna dua kali dua itu.
Karto berusaha fokus menyuapi Rio agar kabut tertahan.
Narti berusaha fokus ke piringnya agar mendung tak jadi hujan.
Di luar suara terompet tahun baru dan mercon dari arah kampung atas semakin menjadi jadi.
***
Tengah malam kurang lima menit. Rio sudah pulas tertidur dari tadi di atas ranjang berkerangka besi.
Narsih masuk ke kamar kos sehabis mencuci piring dandang sekaligus mandi di kamar mandi di ujung gang rumah kos-kosan.
Karto masih duduk di lantai memandangi kosong layar tablet yang masih menyala saat istrinya masuk ke petak mereka.
Selesai handuki rambut, Narsih merapat di lantai di samping Karto.
Bau minyak cem-ceman.
Karto merangkul Narsih.
Karto mengelus Narsih.
"Mas...",bisik Narsih lirih.
Narsih mengelus Karto.
Narsih merangkul Karto.
"Dik...", bisik Karto sangat lirih.
Nafas memburu.
Karto menggeser tubuhnya seraya menarik ke luar sehelai kasur bersprei warna usang, ukuran satu orang dari bawah ranjang Rio.
Narsih bergerak menselonjorkan kaki lalu merebahkan diri.
Karto mendekat di atasnya.
Merapat.
Mengulum lembut bibir Narsih sambil kembali mengelus.
***
Terompet, mercon tahun baru memecah telinga.
Duet absurd keroncong Mbak Yuni-Paino di Pos Kamling semakin menggila.
Paino makin merem melek tranche memainkan gitar kecil kentrung mautnya.
Suara ngebass "Mbak Yuni" semakin dahsyat menggebu...
"Di bawah sinar bulan purnama
Hati sedih tak dirasaaaa
Si miskin pun yang hidup sengsara
Semalam itu bersuka.."
Jakarta (Cawang Kompor), akhir Desember 2022
Jepe-Jepe untuk Inspirasiana
*telap-telep: lahap
**hic et nunc: di sini dan sekarang!