Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Jangan Ucapkan Kata Sabar pada Orang yang Sedang di Titik Terendah?

31 Januari 2023   03:30 Diperbarui: 11 Februari 2023   12:17 3716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengapa jangan ucapkan kata sabar pada orang yang sedang di titik terendah | Dokumen pribadi oleh Inosensius I. Sigaze.

Dunia, manusia dan alam ini menyembunyikan lempengan rahasia kebaikan yang tidak habis-habisnya dibongkar satu persatu oleh manusia. | Ino Sigaze.

Berbicara dengan orang yang sedang berada di titik terendah, punya banyak pertanyaan tentang mengapa Tuhan memberikan penderitaan, meski ia sudah begitu banyak berkarya sesuai panggilan pelayanannya memang selalu cukup menegangkan.

Bahkan saya bisa mengatakan bahwa berjumpa dengan orang sakit memang kadang gampang-gampang sulit. Mengapa kadang gampang dan kadang sulit?

Ketenangan batin orang sakit tidak bisa dikendalikan dengan kata sabar, tenang dan pasrah

Berangkat dari pengalaman berbicara dengan orang-orang sakit baik itu di rumah sakit, di tempat kerja dan juga orang yang meminta bantuan sebagai teman bicara, terasa sekali bahwa kata "sabar, tenang, pasrah" bukan kata-kata yang cocok, yang seharusnya tidak dengan begitu enteng dikatakan.

Bagi orang sehat, mungkin cerita tentang pergulatan batin serius seseorang yang sedang sakit parah itu belum bisa menyatu seakan-akan menjadi bagian dari dirinya.

Pada titik itu, terkadang orang salah kaprah, ya saya juga pernah jatuh dalam kesalahan yang sama. Hadir sebagai pendengar tapi banyak bicara yang nyatanya cuma kata-kata kosong doang.

Namun, dalam perjalanan waktu setelah saya mengikuti beberapa kursus pendampingan orang sakit dan orang yang sedang sekarat, ternyata kata-kata "sabar, tenang, pasrah" itu bukan kata-kata yang harus diutamakan ketika berbicara dengan orang sakit.

Kekuatan dari ada bersama untuk mereka yang lain atau da zu sein

Kata yang penting sebenarnya bukan "sabar, tenang dan pasrah," tetapi ada untuk mereka dengan perhatian yang penuh, sambil mendengarkan cerita mereka; jika memungkinkan mempertajam cerita yang menjadi topik kesukaan, cita-cita dan yang penting menurutnya.

Dalam beberapa momen implementasi, saya coba menerapkan pendekatan itu pada seseorang yang benar-benar membutuhkan peneguhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun