Pengakuan itu sendiri membentuk, atau bahkan menentukan, rasa kita tentang siapa kita dan nilai yang diberikan kepada kita sebagai individu. Nah, saya masih ingat kejadian kecil tahun lalu di rumah saya.Â
Kebetulan baru saja ada pemilihan pemimpin rumah yang disebut sebagai Prior atau orang yang pertama. Pada saat yang sama teman-teman lain yang mungkin tidak bisa menerima keputusan itu, memanggil orang lain sebagai Prior. Terasa banget saat-saat itu sebagai saat yang kurang sopan dan tidak bisa mengakui orang lain.Â
Mungkin juga sama dengan konteks perpolitikan di negeri ini. Orang sampai tidak bisa membedakan lagi mana presiden yang resmi dan mana calon presiden. Pembiaran terhadap kenyataan seperti ini sama dengan membiarkan nalar waras itu tetap tumpul. Padahal cita-cita bersama kita adalah agar generasi ini menjadi generasi yang cerdas dan kritis.Â
Etika dan adab sesuai regulasi yang berlaku memang seharusnya tetap menjadi pandu dalam ritme suksesi kita dari waktu ke waktu. Solusi bertemu pendukung itu sah-sah saja, cuma edukasi untuk para pendukung yang agresif sampai tidak kritis mungkin itu perlu menjadi prioritas supaya bangsa ini tetap bisa menghubungkan gagasan antara pengakuan dan kebenaran, keadilan dan rasa hormat pada perbedaan.Â
Anies masih punya waktu untuk berbenah dari emosi pendukung yang berlari lebih cepat dari regulasi yang berlaku. Ketenangan adalah kekuatan; kehebohan tanpa kebenaran adalah awal dari kejatuhan.
Salam berbagi, ino, 10.12.2022.