Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Bagaimana Menyiapkan Diri Menjadi Pendamping Orang Sakit?

29 Januari 2022   05:30 Diperbarui: 30 Januari 2022   15:34 2087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mendampingi orang sakit.| Sumber: Thinkstock via Kompas.com 

Rupanya secara psikologis mereka juga senang karena saya sesekali menggunakan bahasa khas mereka. Satu istilah yang saya pelajar misalnya schnakel. Dalam bentuk perfeknya menjadi ich habe es gesnakelt yang berarti saya sudah mengerti itu.

Pada saat-saat tertentu ketika saya diminta memberikan komentar atau sharing, kadang saya menggunakan kata itu dan menariknya mereka tertawa dan begitu senang. Ya riuh sukacita di siang yang dibalut kabut menjadi sungguh menyenangkan karena humor istilah-istilah itu.

Ternyata, menyebut kata-kata khas mereka adalah juga bagian dari cara untuk mengakrabkan diri kita dengan mereka. Dari pengalaman kecil itulah, dinamika kelompok selalu menjadi kesempatan seru, karena selalu saja ada istilah-istilah baru khas dari daerah Bayern Munchen.

Bahasa itu punya kekuatan untuk mendekatkan diri. Kalau mau akrab dengan orang, maka harus belajar bahasa khasnya. Sebuah kata, akhirnya berubah menjadi penerimaan.

4. Rekreasi bersama sambil menonton film inspirasi

Kesempatan yang tidak bisa dilupakan bahwa pada malam hari ini mereka mengajak saya untuk menikmati makan ringan sambil menikmati anggur khas tempat itu, dan juga makanan ringan lainnya. Malam pertama, kami disuguhkan dengan sebuah film yang indah dan menginspirasi.

Film yang bisa menimbulkan banyak interpretasi terkait kekuatan dari "ada untuk yang lain " (Da zu sein). Ternyata tidak selamanya baik, jika berada bersama orang lain terkhusus mereka yang sakit itu dengan banyak kata-kata. 

Kisah seorang perempuan yang duduk di tengah museum di USA selama 8 jam setiap hari, ternyata menuai kunjungan ribuan orang dari seluruh dunia. Ia hanya duduk di atas kursi cuma seperti seorang seniman, yang kadang tertunduk dan mengangkat muka lalu menatap kepada setiap orang yang datang silih berganti duduk menatapnya.

Anehnya, reaksi dari pengunjung begitu menakjubkan, ada yang tersenyum, ada yang marah, ada yang menangis, bahkan ada yang mau menelanjangi dirinya di hadapan perempuan itu. Akhir dari 8 jam duduk di tengah museum itu, ia duduk sambil bersujud di bawah meja, entahlah apa artinya.

Ia tidak pernah mengatakan sepatah katapun. Terasa entah mistik, entah seni, entah eksplorasi dari dimensi kemanusian secara kompleks, entahlah, mungkin lebih tepat disebut sebagai sebuah rahasia (Geheimnis). 

Saya menangkapnya bahwa seorang Seelsorge itu tidak harus dan tidak perlu banyak berkata-kata. Tatapan mata yang dalam tanpa benci, sama seperti sebuah rangkulan penuh kasih sayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun