Hukum adat ini diberlakukan sangat keras di hadapan publik atau seluruh masyarakat suku dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa tindakan pelecehan itu bukan merupakan tindakan terpuji.
Hukum adat Peza pani tidak punya referensi pada agama, semuanya dilakukan berdasarkan keyakinan adat.Â
Proses pelaksanaan Peza pani dimaksudkan untuk menciptakan kembali rekonsiliasi dengan tiga arah, sebagai berikut:
1. Â Rekonsiliasi antara manusiaÂ
Rekonsiliasi antar manusia yang dimaksudkan di sini adalah upaya damai antara pihak pelaku dan korban. Tentu dalam hal ini antara kedua pihak keluarga dari pelaku dan korban. Pada prinsipnya pelaksanaan upacara adat Peza pani itu menjadi akhir dari perselisihan dan lain sebagainya.
Suatu awal baru harus dimulai tanpa rencana balas dendam atau pun tindakan kekerasan lainnya. Rekonsiliasi damai itu penting agar harmoni dalam kehidupan suku menjadi nyata dirasakan kembali.
2. Rekonsiliasi dengan Nggae Dewa
Nggae Dewa adalah sebutan untuk wujud tertinggi yang mereka akui sebagai Pencipta dan tidak menyetujui tindakan pelecehan seksual dan kekerasan lainnya.Â
Memang pihak pemangku adat tidak punya referensi pada hukum agama, namun mereka secara umum percaya bahwa tindakan pelecehan itu bertentangan dengan kehendak Wujud Tertinggi atau Pencipta.
Rekonsiliasi itu sangat penting dilakukan agar Pencipta bisa memberikan mereka cuaca yang baik dan kelimpahan hasil dalam kerja mereka. Sulit dipahami secara akal sehat, karena hal itu masuk dalam wilayah keyakinan masyarakat adat.
Rekonsiliasi dengan Pencipta itu akhirnya terhubung dengan berkat bagi kesuburan dan kehidupan. Mengerikan bahwa sejauh kasus pelecehan tidak diungkapkan ke publik, maka dampaknya akan dirasakan oleh seluruh warga suku.