Peluang dan kebebasan untuk menanamkan nilai-nilai budaya sendiri di dalam rumah yang sama, dengan tetap bersikap terbuka terhadap yang lain dan budaya lain selalu memberikan makna dan perspektif baru, bahkan akan menjadi jauh lebih berarti lagi, jika ada kemauan untuk menyerap kebaikan yang datang dari pengalaman dan wawasan budaya orang lain.
Orang akan bisa menyerap kebaikan dari budaya lain, jika orang punya kemampuan dan kemauan untuk membangun dialog yang terbuka dan sabar. Kadang orang mampu berdialog, namun tidak sabar. Ada juga yang begitu sabar, namun tidak mampu melihat hubungan nilai yang berbeda-beda.
Tentu, antara kemampuan dan kemauan, sabar dan terbuka, sulit bisa ada bersama-sama, namun kesadaran bahwa Kita Satu Rumah perlu tetap menjadi pegangan bersama.
Dari kesadaran itu, sebenarnya kendala kecil bisa saja ibarat retakan pada dinding rumah yang bisa diperbaiki dan sama sekali tidak menggoyahkan tiang-tiangnya. Â
Hal yang sering terjadi bahwa dinding hubungan dan kisi-kisi jendela dari rumah kita yang sedikit rusak, namun orang minta supaya tiang-tiang rumah kita diganti semua. Jujur sih, sebenarnya susah untuk memahami kecenderungan seperti itu dan bagaimana logika berpikir seperti itu bisa ada di dalam rumah kita.
Saya lebih melihat persoalan bangsa kita selama ini adalah persoalan di dalam rumah, selisih paham, salah paham, soal hubungan antara penghuni dan kepala rumah tangga dan anggota-anggotanya, tetapi bukan persoalan tentang tiang-tiang rumah.Â
Tiang rumah kita sangat kokoh, karena pada tiang-tiang itu ada keyakinan bahwa kita penghuni rumah punya satu Tuhan yang sama. Kita punya tiang kemanusiaan yang adil dan beradab, kita punya tiang persatuan, dan musyawarah yang menghantar kita menjadi bijaksana dalam mengatur tata hidup sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sekali lagi, itu semua mungkin akan menghasilkan percikan wawasan baru, jika orang mengerti apa artinya Polyeder, Setiap bagian dihormati dalam nilainya dan pada saat yang sama yang keseluruhan lebih dari sekedar satu bagian, dan  juga lebih dari sekedar jumlah.
Dua aspek yang terpancar dari gagasan terkait Polyeder itu merujuk pada usaha untuk memperjelas efek Pancasila tidak hanya dalam hal pembentukan identitas, tetapi juga terkait kehomogenan.Â
1. Efek pembentukan identitas
Efek pertama dari Pancasila adalah pembentukan identitas. Pertanyaannya, identitas siapa? Sebenarnya hanya orang Indonesia yang punya hubungannya dengan Pancasila.