Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nyanyian Jenda pada Musim Panen Padi Warga Suku Paumere dan Merremia Vitifolia

7 April 2021   18:18 Diperbarui: 8 April 2021   08:12 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga Merremia vitifolia. Foto: Dokumen Pribadi Ino

"Saya akhirnya percaya bahwa tidak ada peradaban dan warisan tradisi serta kekayaan alam yang bisa dikenal lebih luas tanpa ada dokumentasi, tulisan dan tafsiran."

Jenda adalah nyanyian khas Suku Paumere pada musim panen. Nyanyian ini tentu hanya dinyanyikan setahun sekali pada musim panen. Bahkan sangat jarang seseorang bisa mendengar nyanyian Jenda. 

Jenda hanya bisa dinyanyikan pada momen panen secara bersama-sama atau tidak dalam konteks satu atau dua orang memanen padi. Mengapa seperti itu? 

Ada 3 alasan mengapa tradisi Jenda itu diwariskan hingga sekarang oleh warga suku Paumere:

1. Jenda adalah nyanyian tradisional

Kesadaran warga suku untuk melestarikan atau menjaga tradisi nyanyian Jenda pada musim panen itu tidak terlepas dari keyakinan warga suku Paumere sendiri dalam kaitan dengan warisan tradisi dari leluhur mereka. 

Menyanyikan kembali nyanyian Jenda sama dengan mengenang warisan tradisi leluhur mereka, bahkan lebih dari itu mereka percaya bahwa kerja mereka selalu dalam restu leluhur.

Cara pandang tentang memberi penghormatan kepada leluhur tentu tidak hanya di Flores, tetapi di daerah-daerah lainnya di Indonesia masih sangat kuat dijaga dan dilestarikan sebagai bagian dari kekayaan budaya. 

Bagi saya, pilihan untuk menjaga kelestarian budaya dan alam merupakan suatu panggilan kepada nasionalisme sebagai warga negara Indonesia. Indonesia bagaimanapun adalah bangsa yang besar. 

Sebagai bangsa yang besar tidak bisa hanya dengan sebutan semata, tetapi bisa dibuktikan dengan kebhinekaan yang memang ada dan dihidupi oleh rakyatnya. Bahkan mungkin juga masih ada begitu banyak warisan tradisi yang belum masuk dalam kategori populer atau dikenal oleh semua rakyat Indonesia.

Bagaimana hal seperti itu bisa dikenal dan diterima sebagai bagian dari tradisi peradaban bangsa ini? Tentu saya berterima kasih kepada Kompasiana yang telah memberi saya kemungkinan untuk memperkenalkan tradisi yang hampir hilang ini kepada pembaca yang lebih luas. 

Mendengar dan merenungkan kembali nyanyian Jenda, bagi saya ibarat mendengar kembali suara panggilan untuk tidak melupakan akar tradisi yang dalam banyak dimensinya punya pesan dan makna yang relevan untuk kehidupan manusia yang semakin mendewakan kemajuan teknologi. 

Tentu masyarakat tradisional tidak menolak teknologi, tetapi juga tidak menolak tradisi mereka sendiri. Artinya, teknologi dan tradisi tidak dipertentangkan, tetapi dijaga tanpa harus bergantung sepenuhnya hanya pada tradisi atau teknologi, yang berdampak pada menghilangkan atau mengabaikan yang satunya.

Dari cara pandang yang menerima tradisi tanpa mengabaikan teknologi atau sebaliknya, orang bisa belajar menjadi bijak bahwa ada nilai dari peradaban tua yang masih dijaga hingga saat ini: "yang satu dilakukan, tanpa mengabaikan yang lainnya."


2. Jenda adalah lagu perjuangan para petani tradisional

Sebagai warga suku Paumere, saya pernah ada dalam lingkaran tradisi itu, sekurang-kurangnya saya pernah ada dalam barisan yang ikut memanen padi sekitar tahun 1989. 

Pengalaman yang mengagumkan adalah melalui nyanyian Jenda, saya tidak pernah merasakan apa artinya lelah pada saat memanen. Nyanyian Jenda itu bagaikan energi yang mensupport gairah kerja dan kebersamaan. 

Suasana panen bagi petani desa menjadi suasana sukacita. Meskipun demikian, lirik dan syair nyanyian Jenda itu tampak seperti lagu ratapan. Mengapa demikian? Nyanyian Jenda ibarat syair terakhir dari cerita perjuangan mereka sejak awal menyiapkan lahan. 

Jenda menjadi nyanyian yang mengiringi transisi situasi kehidupan masyarakat suku dari perjuangan melawan badai, hama dan lain sebagainya sampai kepada saat tibanya memetik hasil. 

Ya, nyanyian antara ratapan karena mengenang jerih payah hingga sukacita karena saat panen di depan mata atau telah tiba. "Saat meraih rezeki sudah tiba, marilah kita bernyanyi dan bersukacita." 

Karena itu, dari Video nyanyian Jenda, tampak ada  sesi-sesi yang terdengar sedih, dan juga sesi sukacita yang membangkitkan gairah dan harapan baru.

3. Jenda sebagai nyanyian kebersamaan dalam konteks kesatuan suku

Jenda adalah nyanyian kebersamaan atau sebuah kidung solidaritas yang tetap dijaga masyarakat adat suku Paumere. 

Solidaritas bagi mereka dalam konteks panen diungkapkan dalam kata-kata ini, "Mai kita dari sama-sama, ndawi zima" atau mari kita bersama-sama berdiri dan bergandengan tangan.Pesan dari ungkapan ini adalah kekompakan dan kesederajatan dalam kerja. 

Masyarakat adat suku Paumere percaya bahwa kekompakan dan kesederajatan itulah aspek penting dalam dunia kerja. Kerja yang memungkinkan nilai kemanusiaan menjadi lebih dihormati. 

Ya, sebuah kebersamaan yang tidak terpisahkan dari cerita tentang pergi dengan menangis dan kembali sambil membawa sekantong benih. Itulah lagu kenangan yang tidak pernah dipisahkan dari jerih payah, keringat dan perjuangan sebelum mencapai punyak kelimpahan hasil panen.

Bunga Merremia vitifolia

dokumen pribadi.ino
dokumen pribadi.ino
Daerah di mana video ini diambil dikenal dengan nama Ndeturia. Ndetu dalam bahasa daerah Ende berarti hamparan atau dataran, sedangkan ria berarti besar atau luas. 

Jadi, Ndeturia berarti sebuah dataran yang luas. Daerah ini merupakan wilayah di mana sebagian besar suku Paumere menanam tanaman umur panjang dan juga wilayah perkebunan padi. 

Hal yang menarik lainnya dari wilayah Ndeturia adalah tumbuhnya bunga Mbonggi dalam sebutan masyarakat suku Paumere, sedangkan umumnya bunga itu dikenal dengan nama Merremia vitifolia. 

Bunga ini difoto pada waktu liburan Juli 2019. Waktu itu bunga Mbonggi atau Merremia vitifolia tumbuh di sekitar embung proyek desa Kerirea. Bunga ini tumbuh di daerah-daerah yang sejuk dengan suhu kira-kira 20 derajat celcius. 

Pada musim panen, bunga Merremia vitifolia persis memasuki musim mekarnya. Jadi, bisa dibayangkan keindahan saat musim panen di desa bersamaan dengan saat musim mekarnya bunga Merremia vitifolia. Ulasan terkait tentang bunga Merremia vitifolia bisa dibaca di www.suarakeheningan.de. 

Keunikan lain yang penting dari bunga Merremia vitifolia adalah  terkait fungsi dari ranting-rantingnya yang bisa dipakai sebagai tali pengikat. Masyarakat sering menggunakan ranting bunga Merremia vitifolia sebagai sarana penyatu dari ranting-ranting kayu atau barang bawaan mereka. 

dokumen pribadi.ino
dokumen pribadi.ino
Bunga ini tergolong jenis bunga yang gampang tumbuh di daerah tropis dan bisa ditemukan di Flores tentu dengan mudah di hutan. Belum pernah ada orang yang menjualnya. 

Sekarang terbersit rencana, pada liburan yang akan datang, saya akan mencoba membawa biji bunga itu untuk selanjutnya coba ditanam di Jerman. Kalau Putri malu saja punya harga, apalagi bunga Merremia vitifolia. 

Saya mengangkat bunga Merremia vitifolia dalam kaitan dengan nyanyian Jenda dari suku Paumere ini karena hubungan fungsi "pemersatu" yang biasa dipakai oleh masyarakat setempat. 

Nyanyian Jenda adalah juga nyanyian yang mempersatukan masyarakat adat ketika saat panen itu tiba. Dan kebetulan sekali bunga Merremia vitifolia pertama kali saya dokumentasikan dari wilayah Ndeturia tempat video panen itu dibuat.

Ini bukan suatu kebetulan, tetapi suatu kenyataan hubungan antara kehidupan masyarakat tradisional dengan alam yang masih bisa ditemukan makna dan pesannya. 

Saya akhirnya percaya bahwa tidak ada peradaban dan warisan tradisi serta kekayaan alam yang bisa dikenal lebih luas tanpa ada dokumentasi, tulisan dan tafsiran. 

Demikian beberapa ulasan singkat tentang kekhasan warisan tradisi adat suku Paumere di wilayah Kabupaten Ende, NTT. Sebuah nyanyian tradisional yang belum pernah dipromosikan, namun punya makna sekurang-kurangnya untuk masyarakat setempat. 

Sebuah warisan tradisional dari leluhur mereka yang tetap dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi, meskipun badai perkembangan dan kemajuan zaman di depan mata dan hidup berdampingan. Sebuah nyanyian tradisional di tengah keindahan alam, ya sebuah kidung cinta petani tradisional yang dihiasi bunga Merremia vitifolia.

Ada keajaiban lain dari cerita warga yang terbaru setelah membaca tulisan ini adalah bahwa ranting bunga Merremia vitifolia berguna untuk menangkap piton liar di hutan. 

Merremia vitifolia bagaikan pawang ajaib yang mampu menjinakan piton liar dengan mudah. Piton seakan tidak berdaya jika diikat dengan ranting Merremia vitifolia. 

Sementara itu, sisi yang sulit dipahami akal manusia bahwa ranting Merremia vitifolia bisa juga ibarat tali ajaib yang bisa digunakan untuk menarik kendaraan yang tertanam di lumpur. 

Susah sih untuk memahami kenyataan itu, tapi itulah kenyataan dari pengalaman warga suku Paumere. Warga sudah berulangkali ditolong dengan cara yang tidak masuk akal berkat keajaiban dari bunga Merremia vitifolia.

Salam berbagi, ino, 7.04.2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun