Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Literasi Pengusaha Kebun Sayur Desa Kerirea: Menyambut Down Payment (DP) 0 Persen

25 Februari 2021   05:03 Diperbarui: 25 Februari 2021   14:34 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah sedih waktu itu, sedih yang tidak terhindarkan. Semua terbawa arus emosi terlalu susah hidup di tanah sendiri. Enam tahun harus merantau di tanah Malaysia, tanpa luput dari kenangan seorang anak di bawah umur di tangkap polisi Malaysia tahun itu. Penjara tidak ada pilihan dari cerita datangnya pekerja-pekerja gelap asal Flores Indonesia tahun-tahun itu.

1989-1996 telah menjadi rentang sejarah dari Rofinus Kanisius Tiga (RKT) mengadu nasib di Malaysia tanpa surat-surat izin kerja resmi dan formal. Tidak ada pertimbangan dan cara pandang yang bisa mengubah keputusan untuk merantau ke Malaysia. Malaysia bagi sebagian besar perantau adalah tanah terjanji yang memungkinkan beribu-ribu tenaga kerja tanpa kualifikasi pendidikan, bekerja dan menopang hidup keluarga mereka.

Cerita yang tidak mudah berakhir hingga senja hari ini sekali lagi pergi. Mengapa sejak tahun 1980-an sampai sekarang sebagian besar orang-orang Flores hidup bekerja di Malaysia? Alasan sederhana bisa terdengar jika ada bincang-bincang di pinggir jalan.

Tanpa Malaysia, anak kami tidak mungkin menjadi sarjana. Tanpa Malaysia rumah kami tidak mungkin bisa dibangun. Tanpa Malaysia, mungkin akan tetap bujang di tanah perantauan sana....mungkin tetap susah dan terbelakang."

Malaysia dalam tanda petik adalah tanah Perjanjian di mata anak-anak, tetapi Babylon bagi pekerja asing di sana. Demikianlah ringkasan cerita kenangan RKT yang pernah 6 tahun di sana.

Apa yang dikerjakannya di sana?

Sebagai anak bawah umur, ia mula-mula bekerja sebagai tukang sapu di kandang tempat peternakan ayam. Selanjutnya ia pernah bekerja di perkebunan kelapa sawit, ia juga pernah bekerja pada perkebunan sayur orang-orang Malaysia. Entahlah kerja apa lagi, yang penting dapat kerja, itu prinsip yang terlihat sia-sia di sana. Rupanya, ia memakai filosofi ini: sambil menyelam, minum air dulu sejenak. Artinya sambil bekerja sebagai buruh kasar karena tidak punya ijazah, ia sambil belajar, bagaimana orang Malaysia menanam sayur hingga menjadi pengusaha yang kaya dan bisa sekali panen, dengan santai berangkat ke luar negeri, jalan-jalan.

Pengalaman kecil dari kisah di perantauan penuh susah itu perlahan memotivasinya hingga kembali ke Flores, tanah kelahirannya dengan janji, "Tidak akan untuk kedua kalinya ke Malaysia." Ia berjuang melupakan tanah terjanji di mata banyak anak-anak sekolah, namun ia tidak hanya sekedar melupakan itu semua, melainkan ia mencoba dengan bekal ilmu tanpa ijazah dari perantauan 6 tahun itu untuk menjadi pengusaha sayur kecil di pesisir desa Kerirea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende.

Ia mulai bekerja tanpa modal, ya cerita yang pahit ketika harus mencangkul tanah-tanah dengan cangkul, maaf bukan dengan mesin. Perjalanan awal mengadopsi ilmu orang, beranjak dengan penuh susah payah. Gagal, rusak tanamannya terjadi berulang-ulang dan telah menjadi bagian dari eksperimen-eksperimen kecil petani desa yang tanpa bimbingan dan dukungan modal pemerintah atau siapa saja.

Ia mulai mengerti dengan filosofi-filosofi sederhana tanpa pendidikan tinggi alias orang yang sarjana di bidang pertanian. Apa saja filosofi dasarnya:

1. Untuk hidup itu orang butuh air. Jika ada air, maka pasti ada kehidupan.

2. Hidup itu harus berani mencoba. Gagal itu adalah cerita yang membuat berhasil di masa depan.

3. Menguras energi manusia itu sudah bukan zamannya, mesin pembantu kerja manusia harus ada.

4. Membangun jaringan kerja dengan komunikasi sederhana itu adalah basis dari keberhasilan usaha kecil di desa-desa.

5. Keramahtamahan itu adalah bagian tak terpisahkah dari rejeki manusia.

6. Menjauhkan barang bekas, itu prinsip yang tidak membuat susah tak terduga

7. Berdiskusi dan berbagi pendapat dengan semua orang itulah peluang belajar termurah.

RKT, ayah tiga anak ini terus bergulat antara kejamnya budaya malu orang desa dan menjadi mandiri untuk menopang anak dan keluarga. Tidak disangka bahwa usaha dan kerja kerasnya telah membuahkan hasil mesti belum menjadi kaya seperti pengusaha-pengusaha lainnya. Meskipun demikian, penulis pernah mendengar ceritanya bahwa dari hasil kerja itu telah menghabiskan modalnya sendiri sekitar 60-an juta. Untuk apa semuanya?

Ini beberapa kebutuhan dasar yang telah disiapkannya:

1. Satu mesin bajak tangan dengan harga 16 juta

2. Pipa, selang, dan seluruh keperluan instalasi air yang dirancang sendiri 10 juta

3. Motor untuk jual sayur: 30 juta

4. Pembelian bibit dan obat hama: 4 juta. Dan tentu kebutuhan lainnya.

5. Kolam penampung air

6. Dua rol selang untuk menyiram sayur di kebunnya

7. Satu pondok sederhana

Modal sebesar itu, dimilikinya tanpa pinjaman, tetapi dari hasil tangan jauh sebelumnya. Sarana untuk pipa adalah bambu yang dibelah untuk mengairi air dari sumber mata air. Kolam penampung air, yang disiapkan di posisi atas dari kebunnya tanpa menjadi permanen, agar air dibiarkan meresap dan mengalir membasahi tanah di bagian bawahnya.

Sampingan saja tentunya, pada kolam itu ditaruhnya ikan-ikan lele dengan lumpur yang cukup. Di sekitarnya ditanam sayur kangkung dan beberapa ternak lainnya. Ia cuma punya selang satu rol untuk menyiram kebunnya kurang lebih hampir ha. Suatu waktu ia kelelahan untuk menyiram pada waktu pagi dan sore harinya. Ia lagi-lagi menemukan prinsip menyalakan kincir untuk sendiri menyiram dengan menggunakan tekanan air dari ketinggian. Kincir itu ditopang dengan bulu, lalu berputar tanpa dia harus terus menjaganya. Setengah jam ia datang untuk memindahkan kincir itu ke tempat lainnya. Sungguh suatu teknologi sederhana lahir dari pikiran orang desa yang tidak punya kesempatan belajar, bagaimana bertani secara modern saat sekarang, tanpa dibantu energi listrik pula.

Cerita terakhir RKT memperluas kebunnya hingga menjadi tiga bidang, entahlah berapa luasnya, sudah pasti lebih dari setengah hektar. Rencananya matang, cuma dananya kurang, belum lagi betapa susahnya jalan tani menuju ke kebun usahanya. Katanya dalam suatu wawancara sederhana: "Andaikan saya punya mobil traktor, maka saya akan bisa menjalankan usaha secara serentak dan menjadi lebih besar." Yah, rupanya ia punya mimpi memiliki alat bantu untuk meringankan kerjanya. Memikul hasil panen dari kebun menuju jalan yang bisa dilalui kendaraan besar membutuhkan waktu kira-kira setengah jam berjalan kaki. Cuma medan jalannya yang menanjak. Karena itulah, mengapa ia bermimpi memiliki mobil traktor yang bisa pergi dan pulang sambil membawa hasil panennya. Sampai kapan ia bisa memiliki peluang mengembangkan usahanya?

Berita yang dirilis Kompas.com, Senin, 22 Februari 2021 tentang Bank Indonesia resmi memberlakukan pelonggaran ketentuan uang muka kredit 0 persen sungguh menjadi angin segar tentu bagi pengusaha kecil di seluruh pelosok tanah air.

Mungkinkah bagi petani kecil di desa seperti RKT yang kreatif ini memiliki peluang kredit mesin traktor untuk fasilitas perkebunannya dengan down payment (DP) o persen? Sejauh mana kebijakan Bank Indonesia (BI) melonggarkan ketentuan uang muka kredit DP 0 % itu agar sampai ke seluruh wilayah pelosok tanah air ini? Apakah ada juga program prioritas dari pihak Bank Indonesia untuk mendukung petani-petani kecil yang kreatif seperti RKT?

Penulis hanya berjuang agar melalui literasi sederhana ini keterbatasan pengusaha kecil yang kreatif di desa-desa terpencil bisa memperoleh ruang kredit yang bisa mendukung usaha dan kreativitas mereka menjadi lebih berkembang dan besar lagi. Penulis berharap bahwa kerinduan akan perubahan pada RKT bisa tercapai suatu waktu nanti.

Jika ekonomi rakyat kecil semakin mandiri, maka pada gilirannya perubahan dan kemajuan bangsa akan tercapai. Indonesia maju, mesti pula mulai dari mendukung pengusaha kecil yang kreatif.

Ino, 25.02.2021

dok.pri
dok.pri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun