Mohon tunggu...
IHWAN KADIR
IHWAN KADIR Mohon Tunggu... Apa jadinya andai fikiran orang-orang dulu itu tak di bukukan?

Aku hanya belajar untuk bisa terus belajar. Belajar dari mereka, belajar dari kalian semua........

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Nikel, Dewa, dan Lelaki Tanpa Tepuk Tangan

17 Juli 2025   14:50 Diperbarui: 18 Juli 2025   10:16 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Senja di Smelter Merah Putih

1. 

Suatu senja, aku melihat sebuah cerobong asap di Ponre Waru
menyemburkan sesuatu yang bukan asap
tetapi:
tanda bahwa manusia masih bisa melawan ketidakberdayaan
dengan membakar dirinya sendiri.

2. 

Ada seorang lelaki di balik itu.
Namanya? Nanti semesta yang memberi tahumu.
Itu bukan nama karakter dalam tragedi mitologi,
meski ia hidup dalam dimensinya.
Kalau ini sebuah sejarah,
ia bukan Che Guevara
bukan Soekarno,apalagi Al Hallaj
mungkin Prometheus tapi tanpa rantai.
Karena tak ada dewa yang mengikatnya
selain tekad yang tak ingin disembuhkan.

3. 

Dia tidak banyak bicara.
Dan justru karena itu,
kata-katanya lebih tajam dari kampanye.
Lebih sunyi dari doa yang diselipkan dalam keringat para buruh.
Dan lebih membekas
seperti ukiran di batu yang basah.

4.

Kau bisa membangun pabrik,
tapi tidak semua orang bisa membangun makna.
Dan pabrik yang dibangunnya,
adalah semacam puisi industri,
yang tidak mengundang air mata,
tapi rasa tanggung jawab.

5.

"Kenapa kau mendirikan smelter ini?"
Jika kau tanya padanya,
mungkin ia hanya akan tersenyum,
atau mengalihkan pandangan ke langit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun