Jika Istri Membantu, Itu Bukan Kewajiban, Tapi Kebaikan
Namun seringkali muncul dinamika ketika istri ikut bekerja dan membantu keuangan rumah tangga. Dalam hal ini, Islam tidak mewajibkan, tapi sangat menghargai. Bahkan dalam hadits disebutkan, jika seorang istri membantu keuangan keluarga, maka ia sedang bersedekah di jalan Allah.
"Jika istri membantu suaminya dalam urusan dunia, maka ia akan mendapatkan pahala sebesar suaminya" (HR Daud)
Banyak rumah tangga modern hidup dari kerja sama dua pihak. Namun meskipun itu kebaikan, bantuan istri adalah bentuk kemurahan hati, bukan kewajiban syariat.
Islam Adil, Bukan Sekadar Sama
Islam telah mengatur dengan sangat bijak soal keuangan rumah tangga. Islam tidak menyamakan segalanya, tapi menyeimbangkan peran. Suami bekerja dan menafkahi adalah bentuk kepemimpinan. Istri menjaga haknya adalah bentuk kehormatan.
Namun, daripada mempermasalahkan "uang siapa milik siapa", akan lebih bijak jika pasangan suami-istri saling bertanya, "Sudahkah kita adil dalam menjalankan peran yang Allah amanahkan kepada kita?"
Di balik kewajiban nafkah suami, ada pesan penting syariat bahwa suami merupakan qawwam, pemimpin dalam rumah tangga. Ada hak suami yang harus istri tunaikan, di antaranya suami berhak merasa dicintai, dilayani, dihargai dan ditaati segala perintahnya selama dalam kebaikan.
Lebih lanjut, ada batasan syariat terkait teknis kerja istri, seperti jam kerja yang tidak boleh melampaui jam kerja suami, jenis pekerjaan yang tidak mengeksploitasi, jenis pekerjaan sesuai dengan peran perempuan dan berbagai ketentuan syari'at lainnya.
Dalam Islam, bantuan istri untuk bekerja, tidak boleh sampai melampaui peran istri dalam rumah tangga. Istri tetap istri, suami tetap suami, tidak peduli seberapa besar penghasilan istri.
Demikian pula suami, kewajiban suami bukan hanya terkait nafkah lahir dalam bentuk materi. Tugas suami sebagai qawwam bukan hanya membiayai fisik tetapi juga memberikan rasa tenang, aman dan nyaman terhadap istri.