Mohon tunggu...
mona ^_^
mona ^_^ Mohon Tunggu... -

Chocolate lover | Travelling holic | Lovely alone

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Topi Unyu Vs Wig Unyu

15 Agustus 2011   08:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:46 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hari ini topi unyu dan wig unyu bertemu. Saling pandang satu sama lain. Mengukur, menimbang, menelusuri dari ujung ke ujung. Kemudian melirik diri masing-masing. Menarik sudut bibir membentuk lengkung, tersenyum bangga.

Topi unyu melirik wig berwarna hitam lurus berbentuk setengah lingkaran itu. Dia bangga, setidaknya saat ini dia lebih popular, sering dibicarakan di berbagai media. Bahkan menimbulkan banyak kontroversi.

Sementara itu, wig unyu yang melirik dengan ekor matanya mulai memandang sinis. Dasar topi labil, gumamnya dalam hati. Kenapa ikut-ikutan trend gue sih? Kenapa harus tutup kepala? Baju kek, kalung kek, gelang kek, riasan wajah kek. Sangat tidak kreatif usahanya mendompleng popularitas.

Ah, dasar wig! Pernah keramas ga tuh? Baru sampe Negeri Singa aja gayanya selangit. Serasa sudah keliling dunia. Mana ditemukannya juga bukan di luar negeri lagi. Deket aja di situ, kalau pergi selalu pengen ke mBali, kan? Gue dong, dibawa pake nyarter 4 M dari negerinya Rudolfo, Alejandro, Celeste dan tentu saja Marimar! Sempat in banget loh di tipi-tipi lokal.

Huh! Topi labil! Senengnya telenovela, drama mureeee… Budaya dong! Naek level dikit napa? Topi corak begitu di sini juga banyak. Emang situ aja yang dijemput pake nyarter pesawat? Lah, gue juga dong! Bahkan sudah diliput sejak dalam pesawat.

Mata topi unyu dan wig unyu bertumbukan. Kemudian serentak mengalihkan pandangan. Gengsi ketahuan saling tatap.

Dan keduanya menghela nafas bersamaan.

Dalam benak mereka sama, ada banyak cerita yang mereka ketahui kurun beberapa bulan dalam ‘perjalanan’ yang berbeda. Tentang hobby olahraga yang sama, tentang tokoh yang berada dalam lingkaran, tentang kertas-kertas yang bisa ‘berbicara’ dan tentang ‘kisah’ perjalanan dari satu tempat ke tempat lain. Bahkan ketenaran dan popularitas yang sama. Muncul berkali-kali di berbagai media.

Kini keduanya menatap ruang kecil yang sempit, gelap, lembab, pengap, bau tengik. Lalu menunduk lesu. Masihkah ada yang mengingat mereka?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun