Pendahuluan
Panjat tebing merupakan salah satu kegiatan ekstrim yang dilakukan pada dinding bebatuan yang tingginya puluhan hingga raturan meter. Dimana kita harus bertahan diatas seutas tali dengan kondisi tubuh menggantung di Tengah tebing, kita hanya bisa yakin pada kekuatan jari, tumpuan kaki, dan kepercayaan pada peralatan yang kita bawa. Dalam berkegiatan panjat tebing ini, seorang pemanjat tidak hanya berusaha melawan gravitasi saja. Namun, lawan terberat dari seorang pemanjat ialah dirinya sendiri, yang mana ia haru berhasil melawan rasa takut akan maut, dan keraguan atas tindakanya dengan keberanian yang ia bawa. Maka dari itu panjat tebing bukanlah sebatas kegiatan olahraga luar ruangan saja, namun panjat tebing merupakan salah satu praktik hidup yang menyimpan kedalaman filofosis.
Walaupun panjat tebing disebut kegiatan ekstrem, namun banyak perenungan yang terjadi disana. Yang mana, dalam perenungan yang mendalam ini telah membawanya pada pertanyaan-pertanyaan eksistensial seperti, motivasi apa yang mendorong seorang pemanjat agar tetap naik walaupun kemunkinan jatuh itu sangat jelas adanya?, lantas apa yang membuat mereka yakin kalau yang mereka lalukan ini benar?. Pertanyaan-pertanyaan yang mendasar ini tentu saja menimbulkan suatu perenungan mendalam tentang keberadaan ditengah keterbatasan yang mereka hadapi. Maka dari itu tidaklah heran bahwa aktivitas panjat tebing ini sangat mempengaruhi pola pikir dan kepribadian dari pegiatnya, tidak hanya saat kegiatan saja bahkan dalam kehidupan sehari-hari mereka telah merasakannya.
Maka dari itu, artikel sederhana ini hadir guna mengajak kita memahami makna sebenarnya dari praktik panjat tebing ini dalam kacamata filosofis. Yang mana bukan hanya sebuah kegiatan yang memacu otot dan adrenalin saja, namun juga dapat membuka lebar ruang perenungan akan makna kehidupan ditengah perkembangan zaman yang penuh dengan tekanan. Artikel ini dibuat berdasarkan argumen atas pengalaman empiris dari penulis, serta dibalut dalam kacamata filsafat eksistensialisme yang mana berusaha merefleksikan jati diri manusia yang berusaha melawan batas-batasnya, mencari makna dan keberadaan itu sendiri.
Melawan Gravitasi: Simbol Perlawanan Terhadap Batas dan Keterbatasan
       Menurut dari para pegiatnya, panjat tebing ini ialah bukan hanya sekedar olahraga ekstrem saja, namun sebagai wadah dari bagi mereka yang ingin mencari jati dirinya, dengan mendalami hubungan dengan alam, merefleksikan diri, hingga menambah pengetahuan tentang praktik hidup. Dari bebatuan tebing miring, ditambah gravitasi yang begitu kuat menjadikan metafora bagi beban kehidupan dan absurditas dunia. Seperti yang dikatakan Jean-Paul Sartre bahwa kehidupan ini tidaklah memberikan makna sendiri, melainkan manusialah yang harus bertanggung jawab dalam menciptakan makna itu sendiri.
Jadi setiap manusia dilahirkan ke dunia dengan keadaan kosong, yang mana mereka tidak mengetahui tujuannya sendiri, maka dari itu mereka bebas menentukannya sendiri dengan tindakan dan pilihan berdasar kesadaran dan penuh tanggung jawab. Salain itu pula Jean-Paul Sartre juga sangat menekankan akan kebebasan individu untuk memilih karena itu merupakan inti dari eksistensialisme, namun tetap sama yaitu dengan penuh tanggung jawab yang besar atas pilihannya. Setiap langkah demi langkah, pijakan demi pijakan yang dilalui pada dinding bebatuan merupakan pilihan yang harus diambil dengan sadar. Antara mengambil resiko atau bertahan, tetap bergerak atau lebih baik diam. Namun dari ketidak pastia inilah muncul suatu kebebasan eksistensial yang pasti. Dalam panjat tebing ini manusia dapat merasakan kebebasan, dan bertanggunng jawab sendiri atas pilihannya.
Dengan demikian makna dari melawan gravitasi dalam kegiatan panjat tebing ini merupakan sebuah simbol dari perlawanan terhadap kemapanan, suatu tantangan terhadap batas-batas kemampuan fisik dan mental, juga merupakan penekanan keteguhan mengenai argument manusia tidak terlahir dengan makna, namun ia menciptakan makna tersebut secara nyata.
Mencari Arti: Panjat Tebing sebagai Meditasi Tubuh dan Jiwa
       Tidak hanya menjadi bagian dari perlawanan terhadap batas-batas kemampuan diri, panjat tebing ini juga membukakan ruang perenungan yang dalam. Setiap hal yang dilakukan pemanjat baik gerakan, hembusan nafas, dan juga konsentrasi terhadap medan terjal menjadikan kegiatan panjat tebing ini sebagai bentuk meditasi antara fisik dan mental. Dalam pandangan filsafat timur, keseimbangan antara tubuh dan pikiran sering kali dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh. Dalam pengaplikasiannya terhadap kegiatan panjat tebing ini, pemanjat mengalami penyatuan 2 hal tersebut secara langsung dimana tubuh bergerak beriringan dengan kesadaran, pikiran harus tetap jernih agar terfokuskan pada pijakan dan rintangan yang dihadapi.