Mohon tunggu...
Inggit Tias Sefiyani
Inggit Tias Sefiyani Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 (Magister Akuntansi) Mercubuana

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55525110050 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Managemen Perpajakan - Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 4 - Manajemen Pajak PPh Pasal 23: Ketentuan Umum. Penerapan, dan Episteme Kesadaran Organisasi

12 Oktober 2025   15:52 Diperbarui: 12 Oktober 2025   16:14 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berdasarkan kasus di atas, strategi utama yang dapat diterapkan PT Kreatif Nusantara adalah memastikan sebanyak mungkin mitra memiliki NPWP. Langkah konkret yang dapat dilakukan antara lain:

  • verifikasi NPWP mitra kerja sebelum melakukan pembayaran
  • Perusahaan dapat meminta salinan NPWP saat onboarding mitra atau sebelum kontrak ditandatangani. Selanjutnya, mencantumkan klausul kewajiban pajak dalam kontrak juga penting, misalnya kewajiban bagi mitra untuk menyediakan NPWP yang aktif sebagai syarat pembayaran penuh.
  • Menyertakan klausul kewajiban Pajak. Dengan begitu mitra terdorong untuk mendaftarkan diri ke kantor pajak jika belum memiliki NPWP.
  • Strategi lain adalah memilih mitra yang berstatus PKP (Pengusaha Kena Pajak) dan memiliki rekam jejak kepatuhan pajak. Meskipun status PKP terkait PPN, hal ini biasanya beriringan dengan kepemilikan NPWP dan kesadaran administrasi pajak yang lebih baik.
  • PT Kreatif Nusantara dapat melakukan edukasi atau sosialisasi kepada mitra-mitranya tentang pentingnya NPWP dan kepatuhan pajak, sehingga kedua belah pihak sama-sama diuntungkan (mitra tidak kena tarif lebih tinggi, dan perusahaan pemotong tidak menanggung beban lebih besar atau risiko sanksi). Melalui langkah-langkah ini, PT Kreatif Nusantara dapat menurunkan beban PPh 23 secara legal, terbukti pada skenario di mana semua mitra ber-NPWP beban pajak turun sekitar 28,6% dibanding skenario banyak mitra tanpa NPWP (dari Rp14 juta menjadi Rp10 juta).

Episteme Kesadaran Organisasi dalam Pengelolaan PPh Pasal 23 (Teori Cooper--Hawkins)

Selain aspek teknis dan perhitungan, pengelolaan pajak (termasuk PPh Pasal 23) dapat ditinjau dari sudut pandang episteme atau tingkat kesadaran organisasi. Dua teori yang relevan di sini adalah teori tingkat kesadaran dari David R. Hawkins dan Color Code tingkat kewaspadaan situasional dari Jeff Cooper. Sintesis kedua perspektif ini memberikan wawasan kritis mengenai bagaimana tingkat kesadaran organisasi memengaruhi perilaku kepatuhan dan strategi manajemen pajak.

Kerangka Hawkins - Force vs. Power: David R. Hawkins (2020) memetakan tingkat kesadaran manusia pada skala 1 hingga 1000 dalam karyanya The Map of Consciousness Explained. Menurut Hawkins, terdapat dua ambang utama yaitu

  • Level 20 -> 175 yang disebut tingkat Force (kuasa negatif). Perilaku digerakkan oleh ego, rasa takut, atau dorongan defensif
  • Level 200-> 1000 yang disebut Power (kuasa positif). Perilaku digerakkan oleh kesadaran, kebenaran, dan kasih. "Force always moves against something; Power simply is."  Hawkins, 2020.

Kerangka Hawkins ini dapat diterjemahkan sebagai kepatuhan yang didorong oleh ketakutan (force) versus kepatuhan yang didorong oleh kesadaran moral (power). Pada tingkat kesadaran rendah (Force), sebuah organisasi mungkin patuh pajak semata karena takut sanksi atau pemeriksaan (patuh karena takut diperiksa). Perilaku pajak di level ini cenderung reaktif dan minimalis. Sebaliknya, pada tingkat kesadaran tinggi (Power), organisasi memandang kepatuhan pajak sebagai bagian dari integritas dan tanggung jawab sosial. Strategi manajemen pajak yang baik mencerminkan pergeseran episteme dari Force menuju Power, dari sekadar kepatuhan defensif menuju kepatuhan yang lahir dari kesadaran moral dan rasional.

Kerangka Jeff Cooper, seorang pakar keamanan, mengembangkan Color Code untuk menjelaskan tingkat kewaspadaan situasional manusia, yang diadaptasi pula dalam konteks kesadaran organisasi. Color Code Cooper membagi tingkat kewaspadaan mental ke dalam tahap bertingkat berwarna: White, Yellow, Orange, Red (dan kadang black) .

  • White (Putih): Kondisi tanpa kewaspadaan dimana individu/organisasi tidak menyadari potensi ancaman atau masalah. Dalam analogi pajak, level white menggambarkan organisasi yang acuh atau tidak memiliki kontrol internal terhadap urusan pajak.
  • Yellow (Kuning): Kondisi siaga rendah dimana individu/organisasi mulai "membuka mata" terhadap lingkungan sekitar dalam konteks pajak, organisasi di level Yellow mulai menyadari kewajiban pajak dan potensi risiko.
  • Orange (Oranye): Kondisi siaga tinggi dimana individu/organisasi sudah ada kewaspadaan aktif dan upaya selektif menghadapi potensi ancaman. Secara analogi, pada level orange organisasi bertindak lebih proaktif dalam menetapkan standar kepatuhan yang jelas dan melakukan tindakan pencegahan.
  • Red (Merah): Kondisi siaga penuh dimana individu/organisasi siap menghadapi ancaman secara tegas dan sistematis. Pada tahap tertinggi ini, organisasi bersikap sangat waspada dan responsif terhadap setiap isu pajak. Semua kebijakan internal diarahkan untuk memastikan kepatuhan.
  • Black (Hitam) biasanya melambangkan kondisi panik atau sistem kolaps, yang diharapkan tidak terjadi dalam pengelolaan pajak.

Melalui analogi White Red di atas, dapat dilihat peningkatan tingkat kesadaran pajak organisasi, dari yang abai menjadi waspada penuh. Pergerakan ini sejalan dengan peningkatan kualitas strategi pajak. Pada level White-Yellow, tindakan seperti verifikasi NPWP atau klausul pajak mungkin dilakukan secara sporadis (opsional), sementara di level Orange-Red tindakan tersebut menjadi kebijakan baku yang tegas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun