Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Money

“Rembug Provinsi” Pemprov DKI Jakarta Menyiapkan Diri Menghadapi MEA dan AFTA

27 November 2014   16:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:42 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14170566822010794758

Untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan Asean Free Trade Area (AFTA) pada akhir tahun 2015, Pemprov DKI Jakarta menyelenggrakan public hearing yaitu Rembug Provinsi Tahun 2014 (25/11-2014) yang melibatkan berbagai kalangan dengan paparan materi dari para ahli. Rembug dilanjutkan dengan focus discussion group (FGD) dengan peserta yang dipilih (28/11-2014). Pemprov DKI Jakarta mengundang 20 kompasianer mengikuti Rembug tsb.

Biar pun MEA dan AFTA sudah di pelupuk mata, tapi persiapan yang konkret di DKI Jakarta khususnya dan di Indonesia umumnya belum ada. Salah satu yang menjadi persoalan adalah standardisasi dalam berbagai sektor yang belum merata di Indonesia.

Standardisasi tingkat internasional, yaitu ISO yang dikeluarkan oleh International Organization for Standardization yang bermarkas di Swiss, adalah sukarela. Inilah yang membuat banyak kalangan menanggap remeh. Bahkan, di Indonesi ada kesan bahwa ISO itu dimotori oleh Amerika Serikat. Padahal, fakta menunjukkan produk AS justru banyak ditolak di Eropa Barat karena tidak memakai standar internasional.

Dalam kaitan inilah Pemprov DKI Jakarta selayaknya membuat peraturan daerah (perda) yang mewajibkan pruduk industri, kerajinan dan jasa memakai standar ISO agar mendunia sehingga tidak akan kalah bersaing dengan produk negara-negara Asean yang sudah mengantongi ISO.

Misalnya, jika MEA sudah dijalankan bisa saja salon kecantikan atau spa Thailand membuka usaha di Indonesia. Mereka memakai standar ISO untuk pelayanan dengan berbagai instrumen sehingga kepuasan pelanggan bisa diukur. Nah, kalau salon dan spa Indonesia tidak memenuhi standar tentulah kalah bersaing (Lihat: Era Komunitas Ekonomi Asean 2015: Salon ‘Sri’ vs Salon ‘Thai’).

Untuk memasyarakatkan standar, pemprov bisa mewajibkan semua rekanan, perusahaan yang mendapat kredit dari Bank DKI, dll. mempunyai standar yang mendekati ISO. Cara ini sudah dijalankan oleh Malaysia sejak tahun 1990-an yang mewajibkan semua penerima bantuan memenuhi sekian syarat yang merupakan bagian dari standardisasi ISO. Itu artinya penerima bantuan akan lebih mudah mendapatkan standar ISO karena mereka sudah menerapkan sebagian elemen ISO.

Seperti yang diungkapkan oleh Asisten Pemerintahan DKI Jakarta, Prof  Dr. Hj.Sylviana Murni, SH, M.Si. yang mewakili Gubernur DKI pada pembukaan menyebutkan perlu diperhatikan sektor-sektor yang terbuka dan akan dimasuki oleh negara lain, seperti kesehatan yang melibatkan dokter dan perawat.

Jika kita tidak siap di sektor-sektor tsb., maka akan dimasuki oleh tenaga dari negara Asean. Sertifikasi tenaga medis dan rumah sakit di Jakarta pun belum mencapai tingkat ISO. Standar yang ada baru pada tingkat nasional, al. dikeluarkan oleh perhimpunan rumah sakit.

Ada kesan jika nama rumah sakit sudah memakai kata “internasional” dianggap memenuhi kriteria standar internasional. Tentu ini salah besar karena yang diperlukan adalah standar ISO sehingga ada ketentan elemen-elemen yang bisa diukur oleh pasien.

Salah satu kunci MEA dan AFTA adalah IT (teknologi informasi). Celakanya, menteri di masa Presiden SBY mengatakan: “Untuk apa Internet cepat?” Ini kan bumerang karena negara-negara yang maju, seperti Korea Selatan, mengandalkan internet yang cepat.

Selain itu penyebaran Internet juga tidak merata di wilayah Jakarta. Internet tidak tersedia merata di RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan sehingga ini merupakan salah satu ganjalan menghadapi MEA dan AFTA. Hal yang sama juga yaitu ATM yang juga belum merata di semua tempat di Jakarta.

Dengan jumlah penduduk terbesar di Asean, menurut Prof Sylviana, Indonesia menjadi sasaran empuk negara-negara Asean untuk memasakan produk barang dan jasa. Jika Indonesia tidak siap, maka “Kita jadi jajahan produk dan jasa negara lain,” kata Sylviana mengingatkan.

Pemerintah sendiri menjadikan 12 sektor yang jadi prioritas penanganan dalam menghadapi MEA. Untuk itulah Pemprov DKI Jakarta diharapkan menjadi pelopor dalam mendorong produsen dan jasa untuk memakai standar ISO, al. dengan mewajibkan rekanan dan perusahaan di Jakarta memenuhi beberapa elemen yang menjadi bagian dari ISO. *** [Syaiful W. Harahap] ***

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun