Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Definisi Pergaulan Bebas di KBBI Dorong Stigmatisasi dan Diskriminasi Terhadap Kalangan Muda Mudi

19 Februari 2025   08:40 Diperbarui: 19 Februari 2025   08:40 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: firststeprehab.co.za)

Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dalam jaringan (Daring), Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), batasan atau definisi 'pergaulan bebas' tidak objektif, bias dan mendorong stigmatisasi (pemberian cap buruk) serta diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap muda mudi (remaja) sehingga perlu diperbaiki.

Dalam KBBI disebutkan "pergaulan bebas adalah jalinan pertemanan (biasanya di kalangan muda mudi) yang lepas dan menyimpang dari aturan, baik undang-undang, hukum agama, maupun adat kebiasaan."

Jika jalinan pertemanan tersebut dikaitkan dengan hubungan seksual penetrasi (oral, vaginal atau anal) di luar nikah (zina, pelacuran, seks pranikah, perselingkuhan dan lain-lain), maka secara empiris pergaulan bebas tidak hanya dilakukan oleh muda mudi (remaja dan pelajar) tapi juga dilakukan oleh laki-laki dan perempuan kalangan dewasa bahkan yang terikat dalam pernikahan yang sah menurut agama dan hukum. (Lihat matriks pergaulan bebas).

Matriks: Pergaulan Bebas yang Terjadi di Masyarakat (Dok/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia, I/MMXXV)
Matriks: Pergaulan Bebas yang Terjadi di Masyarakat (Dok/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia, I/MMXXV)

Selain itu pasangan suami istri yang menikah karena hamil duluan juga merupakan pelaku pergaulan bebas. Tapi, hal ini diabaikan.

Hubungan seksual penetrasi (oral, vaginal atau anal) di luar nikah yang disebut secara semborono sebagai pergaulan bebas merupakan perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS atau PIMS (penyakit infeksi menular seksual, seperti GO, sifilis, hepatitis B, klamidia, virus kanker serviks dan lain-lain) atau keduanya sekaligus jika laki-laki tidak memakai kondom.

Yang perlu diingat adalah pergaulan bebas hanya bisa dikaitkan dengan faktor risiko (mode of transmission) penularan HIV/AIDS, jika:

  • Dilakukan tanpa pakai kondom dengan seseorang yang mengidap HIV/AIDS,
  • Dilakukan tanpa pakai kondom dengan seseorang yang tidak diketahui status HIV-nya,
  • Dilakukan tanpa pakai kondom dengan pasangan yang berganti-ganti,
  • Dilakukan tanpa pakai kondom dengan seseorang yang sering ganti-ganti pasangan, seperti PSK langsung atau PSK tidak langsung.

Jika pergaulan bebas dilakukan oleh pasangan yang tidak mengidap HIV/AIDS atau HIV-negatif, maka tidak ada risiko penularan HIV/AIDS.

Ketika pergaulan bebas dilakukan oleh laki-laki dewasa yang punya istri, maka indikatornya adalah kasus HIV/AIDS dan sifilis pada ibu hamil (Bumil).

Dalam "Laporan Tahunan dan Triwulan HIVPIMS 2023" yang dipublisikan oleh "HIV AIDS PIMS Indonesia" menunjukkan dari tahun 2019 -- 2023 (Lihat tabel):

  • Ibu hamil (Bumil) terdeteksi HIV-positif: 26.642
  • Ibu hamil (Bumil) terdeteksi positif sifilis: 28.149
  • Dari 26.642 Bumil yang HIV+ lahir 511 bayi dengan HIV/AIDS, dan
  • Dari 28.149 Bumil positif sifilis melahirkan 1.859 bayi

Ibu-ibu hamil itu tertular dari suami mereka yang melakukan pergaulan bebas yaitu hubungan seksual berisiko dengan perempuan, Waria atau laki-laki (biseksual).

TABEL: Ibu Hamil yang Tes HIV dan Sifilis serta yang Jalani ART dan Pengobatan Sifilis (Diolah: Syaiful W. HARAHAP/AIDS Watch Indonesia/XII/MMXXIV)
TABEL: Ibu Hamil yang Tes HIV dan Sifilis serta yang Jalani ART dan Pengobatan Sifilis (Diolah: Syaiful W. HARAHAP/AIDS Watch Indonesia/XII/MMXXIV)

Maka, sejatinya definisi tersebut harus diperbaiki agar tidak hanya menyasar muda mudi.

Jika dikaitkan dengan epidemi HIV/AIDS kasus HIV/AIDS pada muda mudi ada di terminal terakhir karena mereka tidak mempunyai pasangan tetap, dalam hal ini istri (lihat matriks).

Matriks: Risiko penyebaran HIV/AIDS pada remaja dan laki-laki beristri. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Risiko penyebaran HIV/AIDS pada remaja dan laki-laki beristri. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Jika perpijak pada realitas sosial di social settings, maka pergaulan bebas tidak hanya dilakukan oleh kalangan muda mudi, tapi juga oleh laki-laki dewasa dan perempuan dewasa yaitu hubungan seksual di luar nikah: zina, seks pranikah, melacur, perselingkuhan, kumpul kebo, esek-esek (istilah melacur di kawasan Pantura).

Dengan hanya menyasar muda mudi sebagai pelaku pergaulan bebas, maka hal itu merupakan bentuk kemunafikan yang jadi tameng kalangan dewasa untuk berlindung dari perilaku seksual mereka sebagai pergaulan bebas.

Di zaman digital sekarang ini transaksi pergaulan bebas terjadi di dalam jaringan (Daring) melalui Ponsel dan media sosial. Lagi pula lokalisasi pelacuran sekarang sudah pindah ke media sosial dengan traksaksi melalui internet, seperti Surel dan Ponsel, dengan pekerja seks komersial (PSK) yang tidak kasat mata dikenal sebagai PSK tidak langsung.

Kondisi di atas merupakan bencana teselubung (silent disaster) karena tidak bisa lagi dilakukan intervensi terutama terhadap laki-laki agar menerapkan seks yang aman ketika melakukan hubungan seksual penetrasi dengan perempuan atau cewek prostitusi Daring.

Itu artinya jumlah laki-laki dewasa yang berisiko tertular PIMS atau HIV/AIDS atau keduanya sekaligus akan terus bertambah yang merupakan silent disaster (bencana terselubung) bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' <>

* Syaiful W Harahap adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000; (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002; (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014; (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun