Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Fenomena Berita Hiperrealitas dan Orgasm Journalistic di Pemilu Serentak 2024

16 Februari 2024   16:12 Diperbarui: 17 Februari 2024   09:50 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: nasional.kompas.com)

Soal Hasil Quick Count, Ganjar: "Kamu Percaya Suara Saya Segitu?" Ini judul berita di VOA (14/2/2024).

Pencoblosan telah usai dengan suasana yang sangat-sangat kondusif karena anasir yang terkait dengan upaya mengacau jauh-jauh hari sudah ditangani pemerintah, dalam hal ini Densus 88.

Yang muncul kemudian adalah keterkejutan banyak kalangan terhadap hasil quick count yaitu hitung cepat berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah.

Lihat saja judul berita "VOA" di atas yang menyiratkan tanggapan yang naif. Selain itu berita di sebagian besar media massa, terutama stasiun televisi, serta media online atau portal berita mulai menyebarkan 'isu' terkait dengan kecurangan tapi hanya sebatas statement (pernyataan) dari kalangan-kalangan yang dibenamkan hasil quick count.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada wartawan (15/2/2024) mengingatkan bahwa di TPS ada saksi partai, saksi Paslon Capres/Cawapres, ada saksi Caleg, ada Bawaslu dan aparat. Maka, Jokowi minta kalau ada bukti langsung disampaikan ke Bawaslu untuk seterusnya ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Jika hanya statement itu sama saja menyebarkan sakwa-sangka atau kecurigaan yang berujung fitnah [KBBI: perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang)].

Ada kemungkinan keterkejutan kalangan yang meragukan dan menolah hasil quick count berpijak pada 'lautan massa' yang menghadiri kampanye.

Tapi, perlu diingat bahwa 'lautan manusia' itu bisa jadi tidak sepenuhnya sebagai penggembira yang tulus yang dikenal sebagai relawan (volunteers), tapi ada yang dibayar melalui pengerahan massa.

Itu artinya terjadi hiperrealitas pada 'lautan manusia' yang mengikuti kampanye. Hiperrealitas adalah kodisi yang secara empiris tidak bisa membedakan antara fantasi, dalam hal ini 'lautan manusia'dengan kenyataan tidak semua murni sebagai pendukung dan penggembira karena ada yang dibayar melalui pengerahan massa.

Baca juga: Timnas PSSI Korban Hyperreality Stasiun Televisi Nasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun