Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penderita HIV/AIDS di Kabupaten Simalungun Sumut Disebut Berkeliaran

6 Oktober 2022   00:07 Diperbarui: 6 Oktober 2022   00:07 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: harborlighthospice.com)

Kata 'berkeliaran' tidak tepat karena yang berkeliaran hewan bukan manusia, apakah yang 'berkeliaran' pengidap HIV/AIDS secara umum atau pekerja seks

"Di Tanah Jawa Berkeliaran Penderita HIV-AIDS, DPRD Simalungun Minta Cafe Liar Ditertibkan." Ini judul berita di lintangnews.com (28/9-2022).

Disebutkan dalam berita jumlah pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Simalungun, Sumut, 200-an. Namun, perlu diingat bahwa angka ini tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena ada warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi.

Hal itu terjadi karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).

Matriks: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Selain itu perlu dipahami ada warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi. Apakah yang maksud 'berkeliaran' dalam berita ini warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi atau pekerja seks?

Pemakaian kata 'berkeliaran' tidak tepat karena yang berkeliaran hewan atau binatang bukan manusia.

Lagi pula penularan HIV/AIDS tidak terjadi melalui pergaulan sehari-hari, seperti berbicara, bersalaman, rangkulan dan makan bersama.

Biar pun pengidap HIV/AIDS banyak di sekitar kita tidak akan pernah terjadi penularan HIV/AIDS jika tidak melakukan perilaku seksual atau perilaku nonseksual berisiko tertular HIV/AIDS.

Seseorang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, jika melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual dan noseksual berisiko berikut, yaitu:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(2). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(4). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(5). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, cewek prostitusi online, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, 

(6). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan waria yang tidak diketahui status HIV-nya. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong),

(7). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan waria heteroseksual yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi waria tidak memakai kondom,

(8). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom,

(9). Laki-laki dewasa homoseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom, 

(10). Laki-laki dewasa biseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal, seks vaginal dan seks oral) dengan laki-laki atau perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi tidak memakai kondom. 

Sedangkan perilaku nonseksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS adalah:

(11). Laki-laki dan perempuan yang pernah atau sering menerima transfusi darah yang tidak diskrining HIV,

(12). Laki-laki dan perempuan yang pernah atau sering memakai jarum suntik dan tabungnya secara bersama-sama dengan bergiliran pada penyalahgunaan Narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntik, karena bisa saja ada di antara mereka yang mengidap HIV/AIDS sehingga darah yang mengandung HIV bisa masuk ke jarum dan tabung.

Maka, biar pun pengidap HIV/AIDS banyak dan, maaf, 'berkeliaran' tidak akan terjadi penularan HIV/AIDS kalau tidak melakukan salah satu atau beberapa perilaku berisiko di atas.

Dalam berita disebutkan: Bagi masyarakat yang ingin melakukan pemeriksaan kesehatan ....

Ini ngawur. Tidak semua orang (masyarakat) harus menjalani tes HIV karena tidak semua warga pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa perilaku berisiko di atas.

Maka, anjuran yang pas adalah: Siapa saja yang pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual dan nonseksual berisiko dianjurkan untuk tes HIV secara sukarela.

Disebutkan pula: .... anggota dewan yang tergabung dalam Banggar seperti Bonauli Rajagukguk dan Johanes Sipayung meminta pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk gencar melakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang HIV/AIDS.

Sosialisasi dan penyuluhan tentang HIV/AIDS sudah dilakukan sejak 35 tahun yang lalu, tapi hasilnya nol besar.

Hal itu terjadi karena materi HIV/AIDS dalam komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) selalu dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga menenggelamkan fakta medis tentang HIV/AIDS, sebaliknya menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.

Misalnya, mengait-ngaitkan sifat hubungan seksual yaitu 'seks bebas,' pergaulan bebas, zina, seks pranikah, selingkuh, melacur dan homoseksual dengan penularan HIV/AIDS. Padahal, sesuai fakta medis penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan kaena sifat hubungan seksual, tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak pakai kondom (Lihat matrik sifat dan kondisi hubungan seksual).

Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Terjadi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Terjadi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Ada lagi pernyataan: .... agar Pemkab Simalungun melalui Satpol PP segera melakukan penertiban warung (cafe) remang-remang, yang diduga tempat yang berpotensi tinggi sebagai tempat penyebaran inveksi virus HIV/AIDS.

Lokalisasi pelacuran pindah ke media sosial. Transaksi seks dilakukan melalui ponsel dengan eksekuasi sembarang waktu dan di sembarang tempat. Lagi pula perilaku-perilaku seksual berisiko di atas tidak harus dilakukan tempat tertentu.

Ada lagi pernyataan: Edwin juga menduga penyebaran HIV/AIDS ini dilakukan oleh warga-warga yang berasal dari luar daerah Simalungun. "Mungkin ini dari mereka (pekerja seks) membawa virus itu ke Simalungun."

Ini bentuk penyangkalan karena bisa saja warga Simalungun melakukan perilaku seksual berisiko di luar Simalungun atau di luar negeri. Warga Simalungun yang tertular HIV/AIDS karena melakukan perilaku seksual berisiko di luar Simalungun atau di luar negeri jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Simalungun terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Selain itu: Apakah pekerja seks di Simalungun menjalani tes HIV ketika tiba di Simalungun?

Kalau jawabannya tidak, maka ketika seorang pekerja seks di Simalungun terdeteksi mengidap HIV/AIDS bisa jadi pekerja seks itu tertular HIV/AIDS dari warga Simalungun.

Yang perlu dilakukan Pemkab Simalungun dan DPRD Simalungun adalah membuat regulasi, seperti peraturan daerah (Perda) dengan cara yang terukur, agar warga Simalungun tidak melakukan perilaku seksual berisiko di Simalungun, di luar Simalungun atau di luar negeri. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun