Seks pada lesbian tidak ada penetrasi. Selain itu belum ada laporan kasus HIV/AIDS dengan faktor risiko seks pada lesbian. Maka, penyebutan 'hubungan seks sesame jenis' sebagai paling berisiko tidak benar karena pada lesbian tidak ada risiko penularan HIV/AIDS melalui seks.
Baca juga: Kaitkan Lesbian Langsung dengan Penyebaran HIV/AIDS Adalah Hoax
Sedangkan kasus HIV/AIDS pada transgender, lebih dikenal sebaga Waria, justru erat kaitannya dengan laki-laki heteroseksual yang mempunyai istri.
Sebuah studi di Surabaya, Jatim, di awal tahun 1990-an menunjukkan kebanyakan pelanggan Waria adalah laki-laki beristri dengan 1001 macam alasan. Yang tidak masuk akal ketika melakukan hubungan seksual dengan Waria ternyata laki-laki heteroseksual justru jadi 'perempuan' (ditempong), sedangkan Waria jadi 'laki-laki' (menempong).
Dengan kondisi itu laki-laki heteroseksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS karena hubungan seksual secara anal jika Waria tidak pakai kondom.
Seberapa besar pun kasus HIV/AIDS pada gay akan lebih jadi persoalan besar kasus HIV/AIDS yang sedikit pada laki-laki heteroseksual. Hal ini karena laki-laki heteroseksual mempunyai pasangan tetap yaitu istri. Bahkan, ada laki-laki heteroseksual yang mempunyai istri lebih dari satu. Ada pula yang punya pacar, selingkuhan dan pelanggan PSK.
Jika disimak dari aspek epidemiologi dengan jumlah kasus lebih banyak pada gay justru lebih baik karena mata rantai penyebaran HIV/AIDS berhenti pada mereka.
Sebaliknya, kasus HIV/AIDS yang sedikit pada laki-laki heteroseksual justru jadi persoalan besar karena mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Yang mengherankan, bahkan tidak masuk akal, pemerintah dalam hal ini Kemenkes, dinas kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dan sebagian aktivis AIDS justru membesar-besarkan kasus HIV/AIDS pada gay.
Apakah hal itu bisa dikatakan sebagai bagian dari pengalihan isu HIV/AIDS pada kalangan laki-laki heteroseksual dan ibu-ibu rumah tangga? Soalnya, kasus ini menohok kalangan yang selalu menyuarakan moralitas.
Maka, dalam penanggulangan HIV/AIDS sejatinya yang jadi fokus utama adalah penyebaran HIV/AIDS dengan faktor risiko heteroseksual bukan pada gay.
Celakanya, perhatian utama dari banyak kalangan baik pemerintah maupun donor justru terhadap komunitas yang tidak potensial menyebarakan HIV/AIDS. *