Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pergaulan Bebas Mitos yang Dikaitkan dengan HIV/AIDS pada Usia Produktif di NTB

27 September 2022   19:27 Diperbarui: 27 September 2022   19:35 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: khou.com)

Pergaulan bebas selalu dikaitkan dengan penularan HIV/AIDS, padahal penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual

Menurutnya (Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi NTB, dr Zainul Arifin-pen), pergaulan bebas menjadi salah satu faktor yang menyebabkan usia produktif terjangkit HIV/AIDS. Pertanyaan ini ada dalam berita "Ada 91 Kasus Baru HIV/AIDS di NTB" di radarlombok.co.id (26/9-2022).

Seperti diketahui HIV/AIDS adalah fakta medis artinya bisa diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran, maka cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS pun mengacu ke fakta medis.

Penulan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual, dalam berita ini disebut 'pergaulan bebas,' tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (Lihat matriks sifat hubungan seksual).

Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Terjadi Hubungan Seksual pada Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Terjadi Hubungan Seksual pada Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Dua pernyataan dalam berita ini yaitu 'pergaulan bebas' bertentangan dengan " .... di kota-kota kecil seperti diwilayah NTB juga marak terjadi prilaku seksual yang tidak aman. Serta akibat menggunakan narkoba suntik."

Yang benar adalah 'prilaku seksual yang tidak aman' yang membuat warga tertular HIV/AIDS bukan pergaulan bebas.

Sedangkan 'akibat menggunakan narkoba suntik' sebagai penyebab tertular HIV/AIDS juga tidak akurat. Penyalahguna Narkoba suntik berisiko tertular HIV/AIDS jika dilakukan bersama-sama dengan memakai jarum suntik dan tabung secara bergiliran.

Kalau seseorang 'menggunakan narkoba suntik' sendirian, maka sampai kiamat pun tidak ada risiko penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik.

Disebutkan dalam berita: .... ditemukan kasus HIV/AIDS di NTB sejak 1992, dengan jumlah kasus hingga sekarang sebanyak 2.640 kasus.

Namun, perlu diingat jumlah kasus yang terdeteksi (2.640) tidak menggambarkan kasus HIV/AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).

Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Maka, yang perlu dilakukan Dinkes NTB selain mencegah infeksi HIV baru di hulu juga mencari warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi.

Soalnya, warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Disebutkan pula oleh dr Zainul: "Usia produktif yang paling tinggi kasus positif HIV/AIDS, antara usia 25 sampai 40 tahun."

Data ini realistis karena pada rentang usia 25-40 tahun libido sangat tinggi dan mereka sebagaian besar bekerja sehingga mempunyai uang untuk membeli seks. Libido (hasrat atau dorongan seksual) tidak bisa diganti dengan kegiatan lain selain dengan hubungan seksual penetrasi.

Sedangkan 'seks swalayan' (onani pada laki-laki dan masturbasi pada perempuan) tidak menuntaskan dorongan libido.

Persoalannya adalah mereka tidak memperoleh informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang akurat yang bertumpu pada fakta medis.

Hal itu terjadi karena selama ini materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS selalu dibalut dengan norma, moral dan agama sehingga menghilangkan fakta medis dan menyuburkan mitos (anggapan yang salah).

Contohnya dalam berita ini yaitu penyebutan 'pergaulan bebas menjadi salah satu faktor yang menyebabkan usia produktif terjangkit HIV/AIDS.' Ini jelas tidak akurat karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (lihat matriks di atas).

Warga yaitu laki-laki dan perempuan dewasa, termasuk remaja dan pemuda, tertular HIV/AIDS karena melalukan perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(2). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(4). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(5). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, cewek prostitusi online, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, 

(6). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan waria yang tidak diketahui status HIV-nya. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong),

(7). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan waria heteroseksual yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi waria tidak memakai kondom,

(8). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom,

(9). Laki-laki dewasa homoseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom, 

(10). Laki-laki dewasa biseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal, seks vaginal dan seks oral) dengan laki-laki atau perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi tidak memakai kondom. 

Terakit dengan penanggulangan HIV/AIDS yang dilakukan Dinkes NTB ini, seperti dikatakan oleh dr Zainul: "Kita tetap melakukan promotif preventif yang terus kita lakukan. Terutama kepada anak-anak muda yang masih duduk dibangku sekolah, kita edukasi hidup sehat, prilaku seks yang sehat, dan tidak gonta ganti pasangan."

Pertanyaan untuk Dinkes NTB: Apa dan bagaimana cara yang dilakukan untuk mencegah warga agar tidak melakukan perilaku di atas?

Pemprov NTB sudah menerbitkan peraturan daerah (Perda) No. 11 Tahun 2008 tanggal 24 Desember 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS. Tapi, Perda ini tidak menukik ke akar persoalan HIV/AIDS.

Baca juga: Menyorot Kinerja Perda AIDS NTB

'Hidup sehat' dan 'perilaku seks yang sehat' hanyalah jargon moral yang tidak bermakna karena tidak menyentuh akar persoalan terkait dengan pencegahan HIV/AIDS.

Selain itu jargon 'hidup sehat' dan 'perilaku seks yang sehat' menyuburkan stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap orang-orang yang mengidap HIV/AIDS karena masyarakat menganggap mereka sebagai warga yang 'hidupnya tidak sehat' dan 'perilaku seksnya juga tidak sehat.'

Yang paling terpukul adalah ibu-ibu rumah tangga yang tertular HIV/AIDS dari suaminya karena mereka dicap sebagai orang yang 'hidupnya tidak sehat' dan 'perilaku seksnya juga tidak sehat.'

Seyogianya Dinkes NTB menyampaikan informasi HIV/AIDS melalui KIE yang berpijak pada fakta medis bukan mitos. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun