Celakanya, banyak pengguna media sosial justru pacandu hoax, terutama dari kalangan 'the haters' yang selalu mencari-cari informasi sesuai dengan kata kunci kebencian mereka.
[Baca juga: "Penggemar" Hoax Justru Mengabaikan Berita Faktual di Media Mainstream]
Kemasan informasi di media massa dan media online terverifikasi di Dewan Pers Indonesia berbeda dengan cara netizen menulis informasi dan posting-an yang mereka lakukan hanya berdasarkan 'kabar burung', isu, posting-an, dll. Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian puluhan orang yang menyebarkan hoax dan ujaran kebencian jadi penghuni sel penjara di balik jeruji besi karena melawan hukum sesuai dengan larangan di UU ITE.
[Baca juga: Soal Tahun Kelulusan Jokowi, Inilah Beda antara (Kerja) Wartawan dan Netizen]
Salah satu cara yang mudah untuk mengetahui apakah sebuah media, media massa dan media online, sudah terverifikasi di Dewan Pers adalah dengan lihat informasi tentang media tsb. yaitu: (a) Alamat redaksi harus ada nama jalan lengkap dengan RT, RW, Kelurahan sampai kode pos, (b) Susunan redaksi mulai dari pemimpin umum sampai wartawan, (c) Nomor telepon berupa telepon rumah (fixed phone), dan (d) Penerbitnya harus berbentuk badan hukum berupa perseroan terbatas (PT).
Maka, kalau takut ketinggalan informasi diatasi dengan melihat status atau informasi di media sosial yang didapat bukan ketenangan tapi justru kegelisahan karena bisa jadi informasi yang diperoleh adalah hoax.
Satu kaki pengguna media sosial ada di penjara. Maka, ketika hoax disebarkan hanya karena kebencian itu artinya kaki yang satu lagi akan menyusul dan badan pun terkurung di sel penjara.
[Baca juga: Ujaran Kebencian yang Mengganjal Kemajuan Bangsa]
FOMO juga disebut sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pola tidur. Padahal, beberapa studi dan penelitian menunjukkan pola tidur erat kaitannya dengan kesehatan. Pola tidur terganggu karena kecanduan terhadap media sosial apalagi kalangan penggemar hoax dan 'the haters'.
Memang, apa pun risikonya banyak orang akan tetap hidup dengan kebiasaan mereka dalam menggunakan ponsel agar terhubung dengan media sosial. Itu artinya risiko ada risiko kesehatan, depresi dan kesepian yang akan jadi beban psikologis.
Maka, sudah selayaknya kita simak nasihat Hunt ini: Perlu sedikit perubahan. "Secara umum saya ingin mengatakan, lupakan telpon Anda dan habiskan lebih banyak waktu dengan orang-orang." (sumber: VOA Indonesia, ABC News dan sumber-sumber lain). *