Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

AIDS pada Mahasiswa di Yogyakarta Jadi Sorotan

8 September 2018   13:17 Diperbarui: 8 September 2018   13:23 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: india.com)

[Baca juga: Mahasiswa di Urutan Ketiga dalam Jumlah Kasus HIV/AIDS di Provinsi Gorontalo]

Dikatakan oleh Made: "Dengan pendekatan khusus kini tak sedikit pengidap HIV/AIDS berani datang ke lembaga-lembaga pendampingan untuk melapor."

Apakah mahasiswa baru 'berani melapor' bahwa mereka pengidap HIV/AIDS? Berapa persentasenya dibandingkan dengan mahasiswa yang terdeteksi di Yogyakarta?

Ada lagi pernyataan: Dengan melibatkan aparat kepolisian untuk menjelaskan dampak penyalahgunaan narkoba dan seks bebas. Yang berdampak pada penyebaran HIV/AIDS.

Pernyataan di atas adalah mitos (anggapan yang salah) karena penyalahgunaan narkoba tidak otomatis terkait langsung dengan penularan HIV. Risiko penularan HIV/AIDS pada penyalahguna narkoba hanya ada jika narkoba disuntikkan secara bersama-sama dengan memakai jarum suntik bergantian.

Seks bebas adalah istilah yang ngawur karena tidak jelas apa yang dimaksud dengan seks bebas. Kalau seks bebas diartikan melacur dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokasi atau lokalisasi pelacuran, maka inilah yang menyuburkan mitos. Risiko penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubunga seksual, dalam hal ini disebut seks bebas, tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau dua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak pakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual. Ini fakta (medis).

Ada lagi pernyataan yang disebutkan oleh Pimpinan Victory Plus Yogyakarta, Samuel Rahmat Subekti: Kedua, ODHA harus memiliki pengetahuan dan dibekali informasi yang benar.

Tes HIV di Klinik-klink VCT jelas dan tegas diawali dengan konseling yaitu pemberian informasi yang akurat tentang HIV/AIDS, tes HIV, pengobatan, dll. yang merupakan asas sebagai standar prosedur operasi yang baku. Kalau ada Odha yang tidak memahami HIV/AIDS secara benar itu artinya tes HIV tidak dijalankan secara taat asas.

Begitu juga dengan hal ini: Keempat, ODHA diharapkan tidak menularkan virus tersebut. ODHA harus tahu cara mencegah agar tak menularkan virusnya kepada orang lain. Ketika seseorang mengikuti konseling di Klnik VCT dan memutuskan untuk menjalani tes HIV, maka mereka harus berikrar bahwa mereka akan menghentikan penularan HIV/AIDS mulai dari dirinya.

Pernyataan Samuel itu jadi tanda tanya besar: Apakah tes HIV di Klinik VCT tidak dilakukan sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku?

Kalau saja wartawan yang menulis berita ini memahami tes HIV dengan benar, maka yang diulas adalah dua hal di atas yang disampaikan Samuel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun