Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Daripada Sebarkan Hoaks, Lebih Baik Sebarkan Realitas Sosial

23 Mei 2018   13:32 Diperbarui: 23 Mei 2018   13:55 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: mabbly.com)

Sudah banyak penyebar fitnah, ujaran kebencian, dan hoax sebagai status di media sosial, seperti Facebook, e-mail, Twitter, dll. yang akhirnya mendekam di balik jeruji besi. Tapi, tetap saja tidak membuat banyak orang kapok. Orang-orang berpendidikan tinggi dan bekerja dengan tingkat kecerdasaran tinggi, seperti dosen dan pilot, juga dengan ringan tangan menyebarkan fitnah, ujaran kebencian dan hoax.

Euforia kehadiran media sosial membuat banyak orang lupa daratan. Maklum, jika berpijak pada media konvensional, seperti media massa (cetak: koran dan majalah) dan elektronik (radio dan televisi) serta media online sebuah informasi (disebut berita) baru bisa dimuat atau ditayangkan setelah melalui beberapa meja.

Seorang wartawan yang sudah selesai menulis berita belum tentu berita itu dimuat. Naskah berita akan melalui tahapan mulai yang bervariasi tergantung manajemen media tsb. Paling sedikit naskah berita itu harus melewati asisten redaktur-redaktur baru bisa dimuat. Media dengan manajemen yang bagus jenjangnya akan lebih banyak.

Sekarang hanya dengan satu jari semua bisa disebarluaskan melalui perangkat yang bisa digenggam yaitu telepon pintar. Ada yang melakukan copy-paste status orang lain kemudian dia sebarkan. Ada pula yang menulis dan membuat gambar selanjutnya disebarkan.

Itu artinya tidak ada kontrol. Pada media konvensional kontrol pertama ada pada wartawan yaitu self cencorship. Wartawan menimbang sendiri apakah informasi yang dia dapat memenuhi unsur-unsur layak berita dan tidak melawan kode etik jurnalistik.

Sebaliknya pada media sosial semua diukur dengan moralitas diri sendiri tanpa ada panduan kode etik. Maka, ketika disebarkan ternyata status tsb. melawan hukum, dalam hal ini UU ITE, yang selanjutnya berhadapan dengan penegak hukum yang bermuara di penjara.

Karena kegemaran untuk menyebarkan informasi jadi bagian dari pemegang telepon pintar, mengapa tidak dimanfaatkan untuk tujuan yang bisa menggugah masyarakat. Misalnya, menyampaikan aspek-aspek kehidupan yang luput dari perhaitan yang ada sebagai realitas sosial.

Kalau mengikuti pola pikir orang-orang yang hanya bisa berkoar-koar bahwa UU ITE menghambat kreativitas kita bisa sesat. Sudah puluhan orang mendekam di penjara karena mengikuti mereka. Bahkan, ada agamawan yang membuat dalil sendiri dengan alasan sebagai kebebasan berekspresi. Kalau memang ekspresif, kenapa hanya bisa bikin fitnah, ujaran kebencian dan hoax? (Baca juga: Disebut-sebut Kritis dan Ekspresif: Kok, Ada yang Hanya (Bisa) Menyerang Pribadi, Fitnah dan Caci-maki?).

Misalnya, status tentang anak tetangga yang mengidap penyakit yang membutuhkan biaya pengobatan yang besar. Dengan menyebarkan informasi ini bisa saja ada yang tergerak hatinya menyerahkan sumbangan. Yang penting status harus memuat data yang lengkap dan objektif. Penulisan pun sesuai dengan fakta jangan dibesar-besarkan karena bisa membuat ornag kapok kalau ternyata kodisinya berbeda dengan status yang disebarkan.

Menkominfo Rudiantara, misalnya, sudah sering mengingatkan agar memanfaatkan media sosial dengan bijak. Nah, itu artinya media sosial bisa jadi alat untuk menyampaikan realitas sosial untuk perbaikan dan dukungan.

Pengguna motor atau mobil, misalnya, ketika di perjalanan ketemu rambu-rambu lalu lintas yang tertutup pepohonan segera foto. Jelaskan sedikit apa yang (akan) terjadi dengan kondisi rambu lalu lintas yang tidak kelihatan itu. Jangan lupa menyebutkan tempat rambu lalu lintas, waktu memotret (hari, tanggal dan jam).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun