Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ibu Rumah Tangga Pengidap HIV/AIDS Terbanyak di Bandung Barat

21 Mei 2018   20:11 Diperbarui: 21 Mei 2018   21:34 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: ibtimes.com)

"Mayoritas penderita HIV/AIDS itu adalah ibu rumah tangga yang tertular karena suami-suaminya sering 'jajan' di luar." Ini pernyataan dalam berita "Ibu-Ibu Tertular HIV karena Suami Sering 'Jajan' di Luar" di republika.co.id (21/5-2018) tentang kasus HIV/AIDS di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Pertanyaannya adalah: Dengan siapa suami-suami itu 'jajan' (baca: melakukan hubungan seksual tanpa kondom)? Tidak dijelaskan.

Kalau disebutkan dengan pekerja seks komersial (PSK) juga tidak karena di Bandung Barat jelas secara de jure tidak ada lokalisasi pelacuran.

Kalau begitu dengan siapa?

Ada kemungkinan dengan cewek-cewek penghibur yang juga bisa dibayar untuk melakukan hubungan seksual. Mereka itu dikenal sebagai PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek di panti pijat plus-plus, cewek kafe, cewek pub, anak sekolah, mahasiswi, dll.

Transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan berbagai modus, bahkan melalui media sosial.

Jika suami-suami itu 'jajan' dengan PSK tidak langsung, maka tidak ada program penanggulangan yang bisa dijalankan. Itu artinya jumlah ibu rumah tangga yang (akan) tertular HIV/AIDS akan terus bertambah karena suami-suami yang 'jajan' tidak memakai kondom.

Kalau hanya mengandalkan sosialisasi itu sama saja dengan 'menggantang asap'. Sia-sia. Soalnya, mengubah perilaku tidak semudah membalik telapak tangan. Dari mulai sosialisasi sampai menyadari perilaku membutuhkan waktu dan pada rentang waktu itu mereka sudah melakukan perilaku berisiko tertular HIV.

Risiko tertular HIV melalui hubungan seksual bukan karena 'jajan' (sifat hubungan seksual), tapi karena cewek yang jadi pasangan seks suami-suami itu mengidap HIV/AIDS dan suami-suami itu tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual (kondisi hubungan seksua).

Perilaku suami yang berisiko tertular HIV, yaitu:

(a) sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan perempuan yang berganti-ganti karena ada kemungkinan salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS, dan

(b) sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK langsung dan PSK tidak langsung, karena ada kemungkinan salah satu dari PSK tsb. mengidap HIV/AIDS

Perilaku (a) jelas tidak bisa diintervensi (memaksa laki-laki pakai kondom). Sedangkan pada perilaku (b) intervensi hanya bisa dilakukan jika praktek PSK langsung dilokalisir.

Ada pula pernyataan: Kemudian, sebanyak 10 persen didominasi oleh pelaku yang berasal dari kalangan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Belum ada kasus HIV/AIDS terdeteksi pada perempuan dengan faktor risiko atau cara penularan melalui hubungan seksual lesbian. Hubungan seksual pada lesbian tidak ada penetrasi.

Dikatakan oleh Kepala KPA Bandung Barat, Lili Koemadi Antoro: .... berdasarkan pengakuan komunitas LGBT di Bandung Barat, total komunitas tersebut mencapai 2.000 kelompok.

Ini benar-benar fantastis. Soalnya, pada LGBT yang kasat mata hanya waria. Sedangkan lesbian, gay dan biseksual tidak bisa dikenali dari fisik mereka. Kalau disebut pengakuan, pertanyaannya: apakah dari sumber primer (yang bersangkutan), sumber sekunder (teman) atau sumber-sumber lain yang hanya mendengar kabar burung.

Lagi pula yang jadi persoalan pada LGBT hanya biseksual karena laki-laki ini jika beristri akan jadi jembatan penularan HIV dari komunitas gay, waria dan biseksual ke masyarakat, dalam hal ini istri atau pasangan seks lain.

Apa yang dilakukan Pemkab Bandung Barat untuk menanggulangi insiden infeksi HIV baru dan penyebaran HIV?

Menurut Lili, dengan cara melakukan sosialisasi ke tiap desa serta membentuk desa peduli AIDS. Sudah ada 22 desa dari 165 desa yang membentuk 'desa peduli AIDS'.

Ini jelas tidak menyentuh akar persoalan, seperti suami-suami yang suka 'jajan'. Kalau hanya dengan sosialisasi mustahil bisa mencegah suami-suami 'jajan'.

Karena intervensi tidak bisa dilakukan terhadap pelaku transaski seks yang melibatkan PSK tidak langsung, maka yang bisa dilakukan Pemkab Bandung Barat adalah membuat regulasi yang memaksa suami-suami yang istrinya hamil untuk menjalani konseling tes HIV.

Jika hasil konseling menunjukkan perilaku seksual suami berisiko tertular HIV, maka dirujuk agar menjalani tes HIV. Kalau hasil tes positif, istri menjalani tes HIV pula. Kalau hasilnya positif, maka ibu hamil tsb. wajib mengikuti program pencegahan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.

Ini langkah yang konkret untuk mendeteksi HIV di masyarakat dan menyelamatkan bayi-bayi yang akan lahir agar tidak lahir dengan HIV/AIDS. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun