Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Si Beringin Tua dan Kenangan di Hutan Jati

5 April 2018   22:03 Diperbarui: 6 April 2018   07:08 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beringin dan Kenangan |Foto: Indria Salim

Aisyah bergeming dan membelakangiku, memandang ke arah depan dan tangannya bersedekap. 

Aku memejamkan mata. Wuih, rasanya hening dan membuatku seperti tersihir.

Siyuuut, siyuut, serrr, serr -- wuih anginnya sejuk! Kepalaku terbenam di dalam dekapan lenganku yang bertumpu di lutut. Kulirik Aisyah. Dia masih bergeming, mematung, dan memunggungiku. Kulanjutkan keasyikan menikmati angin sambil masih memejamkan mata. 

Mendadak aku mendongak. Dengan suara sedikit keras, kukagetkan temanku yang tak berdaya itu. "Is, di sana ada apa tuh?" jari telunjukku mengarah ke tempat dari mana kami tadi berjalan.

Seketika aku melihat makhluk tinggi besar, muka rata, bagian mata merah seperti bara yang tertiup angin. Makhluk itu berpakaian serba hitam, rambut berjurai-jurai seiring dengan tiupan angin. Aduh!

Namun kami jelas tidak mengatakan apa-apa tentang Si Mata Api itu. Hanya ada aku dan Aisyah yang mendadak lari sekencang-kencangnya. Setelah 15 menitan, kami menoleh ke belakang. Dia masih berjalan ke arah kami. Jalannya seperti robot. 

Kami berlari lagi, tetapi aku tidak bisa menggerakkan kakiku yang terasa lemas. Asiyah menyeret aku dengan sandal jepitku yang nyaris putus talinya."Is kita berdoa dengan cara masing-masing," kataku nyaris tanpa suara.

Begitulah sampai tanpa terasa, kami sudah berlari selama hampir satu jam. Ada suara bapak dan anak, juga suara timba sumur bergerak. Kami sampai di sumur itu, dan Bapak itu sedang mengisi air dari ember timba.

Si Bapak terkejut. "Lho, bu mahasiswa dari mana mau ke mana?"

Dia tahu kami mahasiswa yang tugas lapangan dari jaket dan topi kami. Kami aak-uuk dan hanya bilang sambil terengah-engah, "Aaanu mau ke desa Sumberwatu."

"Oalah, lha kok sampai di sini, apa jalan kaki?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun