Mohon tunggu...
Indrian Ra
Indrian Ra Mohon Tunggu... -

Halo :) , \r\nSalam kenal, Salam santun

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rindu Dinda !

20 April 2014   21:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:26 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Persimpangan jalan ini tidak asing. Dinda pernah beberapa kali berada di tengah-tengahnya.
Meski dengan peta atau intuisi saja, meski berdarah-darah atau hanya seringai parau yang tersemat.

Tetap saja, Dinda penasaran.
Kaki tidak lagi gemetar karena pohon beringin yang gahar di tepi jalan. Tidak seperti dulu saat pertama ada disini.

Mulut Dinda mencoba memantrai pojok-pojok jalan di persimpangan. Harap-harap cemas semoga ruh penasaran tidak mengikutinya hingga kubur.

Kapak ditangan Dinda sudah siap sejak dua jam lalu. Tepat sebelum sampai di persimpangan kacau itu. "Saatnya mencium bau surga", "..dan mengintip sedikit isi neraka", seringai Dinda yang rambut hitam kemerahannya lepek basah keringat. Bau anyir.

Ular-ular tahu. Pohon beringin tahu. Angin berhenti sejenak, melihat kapak Dinda menebas lima jiwa pada salah satu persimpangan itu. Angin kembali berhembus lembut, mensyairkan kepedihan, membawa air mata, memekikkan nama Tuhan dan Rasul-Nya, mengeringkan darah yang terlanjur membasahi tanah.

Dinda kembali menyeringai puas, menciumi jiwa yang terkapar nista "Kalian selalu milikku, jangan bilang tidak lagi".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun