Mohon tunggu...
Indra Safitri
Indra Safitri Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi

Praktisi Hukum, Arbiter, Pengajar dan Praktisi GCG

Selanjutnya

Tutup

Hukum

"Conflict of Interest" di BUMN

23 Juni 2020   05:31 Diperbarui: 28 Juni 2020   09:46 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu isu paling krusial yang terjadi dalam praktek pengelolaan BUMN di Indonesia adalah soal praktek benturan kepentingan atau conflict of interest (COI) suatu kondisi terjadinya benturan kepentingan perusahaan dengan anggota Direksi, Dewan Komisaris atau kepentingan kekuatan politik dan sosial tertentu. Benturan yang membuat beban berat bagi BUMN, karena kepentingannya akan di grogoti pihak lain.

Upaya untuk menjadikan BUMN lebih berkembang, kuat dan maju akan berhadapan dengan isu ini. Kekuatan bisnis yg mendompleng Direktur atau Komisaris yg punya hubungan KKN menggrogoti laju bisnis BUMN sebagai perusahaan. Apakah penerapan good corporate governance efektif untuk mengurangi ekses negatif dari COI , bisa kalau pengurusnya memang jujur dan amanah. Tidak main mata apalagi main rekayasa. 

Pakta integritas boleh punya dan ditanda-tangani, namun yg bermain bisa para kroninya.Pakta Integritas jangan dijadikan seremoni compliance setiap ada pergantian bos BUMN. Tanpa selembar kertas yang secara hukum tidak mengikat itu, harusnya setiap personal direktur atau komisaris sudah tahu bahwa mereka diberi amanah untuk mengelola perusahaan agar berkembang, karyawan sejahtera dan pemegang saham bergembira ada deviden yg mereka terima.

Dalam era bisnis saat ini yg akan banyak mengalami perubahan, era New Normal katanya, maka BUMN harus bertahan hidup agar tidak bangkrut. Restrukturisasi dan aksi korporasi, boleh jadi PHK akan terjadi di BUMN. Sehingga fiduciary duties Direksi dan Dewan Komisaris harus 1000% pada perusahaan. Gampang bias kalau intervensi dan kepentingan pihak lain bermain dalam kondisi yang ada saat ini. Bisa ada aset yg ditilep dengan dibungkus transaksi korporasi tanpa terdeteksi.Awas Covid-19 bisa jadi musibah bisa juga peluang untuk corporate crime, kalau sistem pengawasan di BUMN tidak berjalan optimal.

UUPT menegaskan kalau fiduciary duties (FD) Direksi dan Dewan Komisaris hanya kepada perusahaan. Mungkin ada sedikit pergeseran nilai kalau menyangkut BUMN, terutama yg sahamnya 100%. FD wujudnya adalah tindakan dan kebijakan yang dibuat hanya semata-mata bagi perusahaan. Jadi kalau ada COI maka pilihan kepentingannya harus berpihak pada perusahaan. 

Selama BUMN itu berbentuk PT maka kita tidak usah berdebat soal bagaimana harusnya Direksi dan Dewan Komisaris BUMN berprilaku, semua ada di undang-undang yg menjadi sumber satu-satu bagi badan hukum yg berbentuk perseroan terbatas. Investor asing akan sungkan berhubungan dengan BUMN yg aturan mainnya tidak dikenal secara universal. Korporasi kalau terlalu dekat dengan pengaruh politik jadi banci, sulit maju dan tinggi ketidak pastiannya. 

Undang-undang memberikan perlindungan kepada Direksi dan Dewan Komisaris yg mengelola perusahaan berdasarkan kepada kepentingan (interest) perusahaan, sehingga COI yang melawan hukum bisa jadi bukti awal KPK atau Kejaksaan untuk mencurigai ada yang tidak beres di BUMN tersebut. Soal korupsi di BUMN sudah jadi rahasia umum, baik yang terkait penegakan hukum atau kerugian negara yang dapat menyeret manajemen di BUMN tersebut. Beberapa kasus korupsi di BUMN terindikasi kontroversial karena dianggap bukan kerugian negara, tetapi kerugian bisnis.

Transparansi kepada publik atas apa yg terjadi di BUMN dapat menguatkan pengawasan sehingga praktek good public governance berjalan. BUMN yang telah berstatus Perusahaan Publik sudah menerapkan prinsip ini, bagi yg murni BUMN tentunya perlu komitmen kuat dari manajemen. Sebenarnya tanpa jadi perusahaan publikpun, prinsip GCG bisa dijalankan. Sulitnya di BUMN, begitu banyak kepentingan yg harus dilayani mulai dari kepentingan politik sampai sosial. Gampang sekali memeras BUMN. 

Hari hari belakangan ini publik melihat banyak perubahan baru dari Direksi dan Dewan Komisaris BUMN, mari kita ingatkan bersama bahwa jangan ada praktek COI. Kalau anda duduk karena preferensi politik jangan benturkan dengan kepentingan perusahaan. Kalau anda duduk karena preferensi kelompok, batasi setiap upaya kelompok bisnis anda kalau ada benturan kepentingan dgn perusahaan dan kalau anda duduk karena preferensi profesi, biarkan profesi independen lainnya untuk membantu perusahaan. Praktek COI dalam versi manapun dapat mengakibatkan perusahaan tidak efesien, mahal dan yang celakanya kalau COI- nya kelamaan praktek yg terjadi sudah seperti mafia.

Praktek COI kadang kala terjadi karena memang tidak ada pilihan lain, kalau didalam rejim hukum pasar modal dikatagorikan transaksi yg berhubungan dengan core utama perusahaan. COI itu menjadi racun bagi perusahaan kalau economic intention-nya melanggar prinsip fairness. Oleh sebab itu komite-komite yang ada di BUMN harus diisi oleh orang yg independen dan kompeten. 

Komite yg diisi oleh mereka yg tidak menguasai masalah bisnis secara dalam dan helicopter view akan kesulitan memberikan saran yg dapat mengimbangi rencana Direksi. Anggota komite harus berani memberikan masukan yg kepentinganya buat perusahaan. Kalau jabatan anda ada embel-embel independennya, misalnya Komisaris Independen, pastikan anda memang membawa kepentingan pemegang saham publik atau minority. Jadilah kritikus yang proporsional ketika ada temuan tentang COI yang dapat merugikan perusahaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun