Mohon tunggu...
Indra Maulana
Indra Maulana Mohon Tunggu... Penulis amatir yang ingin berkembang jadi mahir, semoga takdir!

Menyukai kegiatan mendaki gunung, mendengarkan musik dan membaca fiksi

Selanjutnya

Tutup

Diary

Lima Tahap Kesedihan dalam Kisah yang Singkat

12 September 2025   13:00 Diperbarui: 12 September 2025   01:11 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Suatu malam saat saya baru pulang dari rutinitas harian, ruang keluarga sedang riuh oleh sebuah cerita. Adik perempuan saya, sambil tersedu-sedu ia bercerita tentang dirinya yang baru saja putus cinta. Di keluarga kami, membicarakan segala hal memang sudah menjadi budaya.

Meski begitu, tak setiap waktu kami saling bercerita. Hanya di momen tertentu, saat suasana dirasa untuk nyaman menceritakan semuanya. Saya yang baru pulang, tak tahu awal mula bagaimana obrolan itu dimulai. Saya cuma tahu isak tangis yang diiringi beberapa kalimat soal patah hati yang sedang dirasai adik saya itu.

Malam itu saya memutuskan untuk tidak banyak bicara, hanya mendengar dengan seksama. Tapi, keesokkan harinya entah ini naluri sebagai kakak atau apa lah saya tak mengerti, saya diam-diam memerhatikan seluruh pola perilaku adik saya. 

Maklum, entah kenapa saya khawatir,biasanya orang yang sedang patah hati, yang sedang berada dalam kesedihan sering bertindak yang tidak-tidak. Karena alasan itu, saya diam-diam terus memerhatikan sambil menganalisis sudah ada di fase mana adik saya dalam menghadapi patah hati.

Saya pernah membaca sebuah jurnal dan artikel tentang tahap-tahap kesedihan. Teori itu dikembangkan oleh seorang psikolog asal Swiss-Amerika, Elisabeth Kuble-Ros.  Dalam teorinya, Kuble-Ros menguraikan bagaimana reaksi manusia saat berhadapan dengan kehilangan, entah karena kematian atau perpisahan seperti putus cinta. Ia pun menyebutnya lima tahap kesedihan.

Pertama, saat berhadapan dengan kehilangan. Seseorang biasanya akan mengalami fase denial(penyangkalan). Ini merupakan tahap awal seseorang menolak menerima kenyataan.  Sebetulnya, saya bukan hanya mengamati perilaku adik saya diam-diam. Tetapi, saya berusaha mencuri percakapan di sela-sela saat sedang senggang. Keretakan hubungannya itu dimulai dari seorang kawannya yang mengatakan satu hal rahasia dari kekasihnya. 

Ternyata, diam-diam kekasihnya sering menghubungi temannya dan mengajaknya bertemu untuk sekadar ngopi. Awalnya, adik saya denial dengan semua itu. Ia menyangkal, bagaimana bisa kekasihnya secara diam-diam sering menghubungi temannya, walau faktanya begitu, adik saya sering menyangkal di awal-awal kejadian itu.


Kedua, Setelah fase denial mulai lenyap pelan-pelan,  rasa sakit yang dihadapi biasanya akan muncul dalam bentuk kemarahan. Emosi ini bisa diarahkan ke diri sendiri, orang lain bahkan pada takdir dan Tuhan. Saat mulai bisa menerima kenyataan pahit itu, adik saya pun merespons semua itu dengan kemarahan.

Ia marah karena sudah dikhianati. Ia merasa, di saat dirinya sudah benar-benar cinta, kekasihnya justru mendua. Ia lampiaskan kemarahan pada dirinya sendiri, ia menyalahi dirinya dan merasa bahwa apa yang terjadi padanya ini adalah bentuk karma dari kesalahannya di masa lalu.

Ketiga, Kemarahan yang sudah dirasakan dan diluapkan. Menurut Kuble-Ross akan membawa seseorang pada fase Bergaining (tawar-menawar). Fase ini merupakan suatu upaya seseorang mencari jalan keluar dengan cara bernegosiasi. Ia melakuan tawar-menawar pada Tuhan, takdir, diri sendiri hingga pada pasangannya agar keadaanya bisa seperti semula kembali. Saat itu adik saya pun mengalami fase ini, ia tawar-menawar pada takdir bahwa semuanya akan sama kembali. 

Selain itu,  fase ini juga dipicu oleh ucapan kekasihnya yang menjanjikan akan datang kembali, bila semuanya sudah membaik. Ucapan ini menjadikan adik saya semakin kuat dalam tawar-menawar, hingga ia sempat yakin tawar-menawar ini akan membalikkan hubungannya seperti semula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun