Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Masih Suka Cubit Buah Hati Jika Kesal? Yuk Lakukan 5 Hal Bijak Ini dalam Mendidik Anak

19 Juli 2022   09:13 Diperbarui: 19 Juli 2022   14:30 1680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang Ibu Yang Mencubit Anaknya | Sumber Situs Orami

Pernahkah sobat Kompasiana merasakan dicubit oleh orang tua jika kita melakukan suatu kesalahan? 

Saya personal pernah, misalkan tidak sengaja memecahkan barang atau sempat sengaja mengagetkan orang tua yang membuat ibu saya kesal. 

Sebenarnya hal lumrah ketika melihat anak kecil dicubit oleh ayah atau ibunya. Mungkin si anak melakukan keteledoran, tidak menurut, berbohong atau melakukan sesuatu yang bikin orang tua geram. 

Namun saya pernah melihat hal ekstrem, orang tua melakukan tindakan ekstrem seperti melakukan tindakan fisik pada anak seperti memukul, menendang dan sebagainya. 

Saya kemarin sempat mengobrol dengan junior saya yang mengambil jurusan Psikologi saat kuliah. Ia mengatakan banyak kasus dimana anak menunjukan ketakutan berlebihan hingga depresi ketika orang tua menunjukan ekspresi marah pada dirinya. 


Ayah Yang Memukul Anaknya | Sumber Fimela.com
Ayah Yang Memukul Anaknya | Sumber Fimela.com

Ternyata tindakan kekerasan seperti mencubit, memukul, menendang dan sebagainya bisa memberikan dampak buruk bagi perkembangan si anak. 

Umumnya mereka akan beraksi ketakutan jika telah berbuat kesalahan hingga yang buruk adalah muncul rasa dendam pada orang tua, depresi hingga menganggap dirinya tidak dicintai oleh orang tua. 

Saya akui tiap orang tua memiliki pola asuh yang berbeda. Ada yang bersikap otoriter dimana orang tua selalu yang paling benar dan menghukum anak yang salah adalah cara terbaik. 

Ada yang menerapkan sistem terbuka dimana anak bisa menjadikan orang tua sebagai sahabat. Ada yang justru memanjakan si anak sehingga setiap anak melakukan kesalahan akan dimaklumi atau bahkan di bela. 

Terlepas dari hal tersebut, saya merasa ada cara baik yang bisa diterapkan orang tua untuk mendidik anak untuk memperbaiki diri ketika melakukan kesalahan namun bukan dengan tindakan kekerasan atau memanjakan si anak. 

Apa saja yang bisa diterapkan oleh orang tua? 

Berikan Pemahaman Sebab Akibat

Ketika anak melakukan kesalahan, kebanyakan orang tua akan langsung memarahi atau melakukan tindakan fisik tanpa menginformasikan apa kesalahan dan dampak dari kesalahan tersebut. 

Alhasil ada anak bingung atas kesalahannya. Ini karena versi si anak, apa yang dilakukan bukanlah suatu kesalahan. 

Salah satu hal baik yang dilakukan yaitu menekankan pemberian pemahaman sebab-akibat. 

Contoh : si anak menjatuhkan remahan makanan di lantai atau makan di tempat yang tidak seharusnya seperti di kasur. 

Orang tua bisa jelaskan kebiasaan tersebut buruk dan ada dampak yang mungkin terjadi. Misalkan mengundang semut datang yang bisa menggigit kulit anak hingga bentol/merah.

Anak tidak sengaja memecahkan gelas. Orang tua bisa menjelaskan bahwa jika tidak berhati-hati dan gelas pecah. Serpihan gelas bisa melukai kaki orang yang tidak sengaja menginjaknya. Atau dijelaskan jika gelas banyak yang pecah, nanti gelas dirumah habis dan kita bisa minum air dengan gelas lagi. 

Melalui cara ini diharapkan anak akhirnya paham bahwa apa yang dilakukan salah dan mengetahui resiko akibat tindakannya. Secara tidak langsung anak belajar informasi baru yang bisa diterima nalarnya. 

Ciptakan Raport Perilaku Anak

Saya sempat membaca kisah orang tua yang memberlakukan raport perilaku pada anak. Disini orang tua akan memberikan nilai terhadap tindakan anak.

Anak Yang Mendapatkan Hadiah Dari Si Anak | Sumber BP Guide
Anak Yang Mendapatkan Hadiah Dari Si Anak | Sumber BP Guide

Uniknya akan ada reward jika nilai perilaku si anak dinilai baik. Misalkan akan membelikan mainan kesukaan anak atau mengajak anak pergi liburan.

Saya merasa cara ini bisa dilakukan agar anak termotivasi untuk berperilaku baik. Seandainya si anak bertindak susah diatur, kita hanya perlu mengatakan, papa/mama kasih nilai merah ya di raport!

Saya yakin anak akan langsung menyadari kesalahan dan berubah sikap. Ini karena mereka tahu konsekuensi jika mendapat catatan merah artinya ia tidak akan mendapatkan reward. 

Cara ini mungkin bisa membuat anak mengevaluasi diri secara mandiri tanpa perlu orang tua memberikan hukuman fisik.

Namun jika ingin menerapkan cara ini, orang tua juga harus konsisten terhadap penilaian dan komitmen terhadap pemberian reward. Contoh penilaian dilakukan periode 1 bulan dan akan dievaluasi di awal bulan berikut dan jika nilai dianggap baik maka anak akan mendapatkan reward. 

Seandainya tidak ada konsistensi dan komitmen dari orang tua, anak bisa saja kecewa dan menjadi tidak percaya lagi pada orang tua.

Lakukan Pendekatan Melalui Metode Cerita

Anak dibawah usia 7 tahun sangat suka jika diajak mendengarkan cerita. Tidak ada salahnya orang tua perlu menyisipkan nilai dan pesan yang ingin ditanamkan pada si anak. Teman saya bercerita jika suka mengajak anaknya mendengarkan cerita sebelum si anak tidur.

Orang Tua Yang Membacakan Dongeng | Sumber Kumparan
Orang Tua Yang Membacakan Dongeng | Sumber Kumparan

Ada banyak kisah yang bisa dibagikan misalkan cerita dongeng Malin Kundang. Orang tua perlu memancing si anak untuk memahami apa pesan dari cerita tersebut seperti si anak tidak boleh durhaka pada orang tua. Atau kisah si Pengembala Pembohong dimana si anak menyadari bahwa jika suka berbohong akan membuat orang lain yang menjadi tidak percaya dan akan merugikan dirinya sendiri.

Metode ini juga memiliki manfaat lain yaitu memperkuat kedekatan antara orang tua dengan si anak. Meski hanya sebatas membaca cerita menjelang tidur, si anak merasa orang tuanya selalu ada di dekatnya.

Mencoba Ekspresi Emosional Secara Elegan

Jika orang tua meluapkan ekspresi emosional seperti marah pada anak dengan cara tindakan fisik bisa menciptakan rasa trauma berkepanjangan pada anak. Orang tua tidak ada salahnya belajar untuk meluapkan ekspresi emosional secara elegan.

Teman saya bercerita jika dirinya memiliki ayah yang tergolong pendiam. Namun ketika si ayah marah, ayahnya cukup melirik pada si anak. Si anak justru merasa lebih takut. 

Teman saya ini terbiasa mendengarkan omelan dari ibunya sehingga ketika dirinya nakal merasa sudah kebal terkena omelan dari si ibu. Namun karena ayahnya jarang marah dan tiba-tiba melirik dirinya sebagai tanda ayahnya tengah kesal pada sikapnya. 

Si anak merasa tatapan si ayah membuatnya sadar bahwa tindakannya keliru. Padahal si ayah tidak mengeluarkan omelan atau melakukan kekerasan fisik untuk memperingati si anak.

Ada ibu yang hanya menghela nafas panjang ketika melihat anak-anaknya memberantakan mainan dan membuat rumah menjadi kotor. Namun melihat ekspresi tersebut, si anak tahu ibunya marah dan kesal kemudian segera membersihkan mainannya sendiri.

Ketika orang tua bisa menunjukan ekspresi emosional secara elegan tanpa perlu mengeluarkan umpatan, kata kasar, atau melakukan tindakan fisik ini menjadi tanda bahwa si orang tua telah menjadi sosok yang cerdas dan bijaksana dalam mengasuh anak.

Mengubah Kalimat atau Tindakan Negatif Menjadi Positif

Pernah saya menonton video dimana ada anak yang curhat kesal karena orang tuanya selalu memukul dan mengeluarkan kata negatif seperti dasar anak nakal, anak bodoh, dasar setan, atau menyebutkan nama hewan kepada si anak.

Sebaiknya orang tua perlu mengubah kalimat atau tindakan yang terkesan negatif menjadi lebih positif. Ini agar si anak tetap menganggap orang tuanya sebagai sosok yang disegani dan mencintai dirinya.

Contoh ketika anak terpleset karena menginjak mainannya. Mungkin akan ada orang tua yang langsung memarahi atau mencubit si anak.

Langkah bijak orang tua bisa memeluk si anak dan memberikan nasehat, "Tahukan kenapa alasan mama suruh mainannya jangan berserakan. Karena nanti adek bisa jatuh kaya sekarang"

Selain itu juga mengubah cara pengucapan misalkan, 

  • dasar anak nakal --> adek, apa yang tadi dilakukan itu tidak baik loh
  • dasar anak susah diatur --> adek, jangan bikin mama kecewa ya

Terkesan sederhana namun dengan perkataan positif akan tetap menjaga hubungan kedekatan antara orang tua dengan anak. Jika kita terbiasa bertindak atau mengutarakan kata negatif selain bisa membuat si anak kecewa, merasa tidak disayang juga namun juga menciptakan trauma jangka panjang.

***

Kita pasti sadar bahwa anak yang masih kecil akan lebih aktif dalam berperilaku. Kadang ada tindakan si anak yang membuat kita kesal, kecewa atau marah. Namun memberikan hukuman atau pembelajaran dengan cara tindakan fisik seperti mencubit, memukul atau mengeluarkan kata kasar bukanlah tindakan bijak.

Sudah banyak kasus dimana anak dengan tindakan seperti itu membuat anak menjadi trauma, pendiam, pendendam atau bahkan merasa tidak dicintai oleh orang tuanya.

Daripada melakukan tindakan fisik, beberapa hal di atas bisa jadi pilihan alternatif dalam mendidik anak dengan cara yang lebih bijak dan manusiawi. Harapannya anak bisa merubah diri dan anak tetap bisa dekat dengan orang tuanya.

Semoga Bermanfaat

--HIM--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun