Fakta menunjukkan bahwa kondisi saat ini sekolah negeri yang bebas biaya itu, ternyata didominasi oleh siswa dari golongan masyarakat ekonomi menengah keatas karena PPDB menggunakan nilai UN sebagai syarat seleksi. Sedangkan siswa dari golongan masyarakat ekonomi menengah kebawah justru harus bersekolah di sekolah berbayar (swasta) atau tidak sekolah sama sekali. Sungguh suatu keadaan bernegara yang seakan anti Pancasila, karena tidak diwujudkan adanya suatu keadilan sosial.
Kondisi sekolah swasta yang diisi oleh siswa dari golongan menengah kebawah juga sangat memprihatinkan mutunya. Mereka harus hidup dengan dana BOS saja padahal Kemdikbud sudah berhitung bahwa dana BOS tidak mencukupi dalam membiayai kegiatan pendidikan, oleh sebab itu disebut bantuan. Di sekolah-sekolah inilah kita akan menemui guru-guru yang penghasilannya minim yang didukung oleh sarana dan prasarana yang sangat minim pula. Keadaan ini yang sedikit banyak berkontribusi pada rendahnya mutu pendidikan Indonesia.
Persepsi dikalangan masyarakat tentang adanya sekolah negeri yang memberikan pelayanan lebih baik dari sisi kualitas guru, kualitas pembelajaran, dan kualitas sarana prasarana harus diluruskan. Hal tersebut adalah kondisi masa lampau saat masyarakat masih harus membayar demi bersekolah di sekolah negeri.
Saat ini kondisinya sudah berubah, semua biaya berasal dari pemerintah tanpa ada pungutan dari masyarakat sama sekali, guru-guru mendapatkan penghasilan menggunakan paket remunerasi yang sama, sarana dan prasarana sepenuhnya juga diberikan oleh pemerintah, beberapa daerah juga kerap merotasi guru / kepala sekolah sehingga mereka tidak hanya bekerja disatu tempat saja.
Dengan demikian seharusnya semua sekolah negeri memiliki standar pelayanan yang sama. Sama seperti standar pelayanan di Kelurahan atau Kepolisian, untuk seluruh Indonesia memiliki standar yang sama. Jika ada perbedaan, justru yang menjadi tanda tanya besar dan harus menjadi bahan evaluasi pemerintah agar dalam membuat program kerja untuk seluruh sekolah tidak boleh ada yang dibedakan. Suatu keanehan bagi pemerintah daerah yang bersikeras ingin mempertahankan status unggulan dibeberapa sekolah negeri dalam kendali mereka. Adanya kasta pada sekolah negeri rentan dengan praktik jual beli jabatan, jual beli bangku, pungli, dan permainan anggaran.
Masyarakat juga tidak perlu merasa rugi dengan prestasi yang sudah dicapai buah hatinya tetapi belum mendapatkan tempat di sekolah negeri. Prestasi tidak hanya digunakan untuk mencari sekolah, jadikan kisah hidup Jack Ma, tokoh sukses global yang berkali-kali tidak diterima di perguruan tinggi sebagai motivasi. Zonasi sendiri menyediakan kuota untuk para siswa berprestasi.
Untuk itu sebagai warga negara yang mengaku Pancasilais, kebijakan zonasi ini perlu didukung sepenuhnya. Lupakan egoisme pribadi, wujudkan masyarakat Indonesia yang berbudi luhur dan berkarakter baik dengan memberikan kesempatan bagi seluruh anak Indonesia untuk bersekolah.
Bagi masyarakat yang mampu, masih ada pilihan sekolah swasta yang wajar menjadi sekolah unggulan karena bisa memberikan pelayanan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Kebijakan ini adalah tindakan nyata dari usaha mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan amanat konstitusi.