Mohon tunggu...
Indra Andrianto
Indra Andrianto Mohon Tunggu... #MerawatIngat

Penulis Buku Kumpulan Opini #MerawatIngat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Guru Super, Bukan Guru Baper

18 September 2025   08:36 Diperbarui: 18 September 2025   08:43 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Prbadi Penulis

"Jika siswa punya seribu cara untuk berulah, maka guru harus punya seribu satu cara untuk memperbaikinya."

Menurut UU No. 14 Tahun 2005, pengertian guru adalah tenaga pendidik profesional yang memiliki tugas utama untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Menjadi guru bukanlah tugas yang mudah, meskipun profesi ini sangat mulia. Bahkan, survei Good Statistik menempatkan guru sebagai profesi yang paling dipercaya masyarakat Indonesia. Namun, di balik penghargaan itu, guru tetap menghadapi tantangan besar: selain tanggung jawab moral mendidik siswa di kelas, mereka juga dibebani urusan administratif akibat kebijakan kurikulum.

Di ruang kelas, guru berhadapan dengan berbagai karakter siswa. Ada yang mudah diarahkan, ada pula yang keras kepala dan sulit dikendalikan. Pada titik inilah mentalitas seorang guru benar-benar diuji. Mampukah ia menjadi jembatan yang mengantarkan siswanya menuju peradaban maju---baik dari sisi pengetahuan maupun akhlak? Ataukah justru menyerah dan membuat siswa kehilangan arah karena guru tidak sanggup menghadapi tantangan tersebut?

Guru Baperan

Istilah guru baperan merujuk pada sosok pendidik yang mudah terbawa perasaan. Guru seperti ini gampang tersinggung oleh komentar atau perilaku siswa, cepat marah saat merasa tidak dihargai, bahkan mudah mengeluh ketika menghadapi situasi sulit. Akibatnya, suasana kelas menjadi tegang, siswa tidak nyaman, dan proses belajar terganggu.

Memang benar, guru juga manusia yang memiliki emosi. Namun, jika perasaan terlalu mendominasi, dampaknya akan merugikan siswa. Ketika siswa sudah merasa takut atau tertekan, materi pelajaran yang disampaikan tidak akan terserap dengan baik.

Meski begitu, guru baperan tidak selalu bermakna negatif. Ada kalanya sikap "baper" justru muncul dalam bentuk kepedulian emosional: guru yang mudah tersentuh ketika siswanya mengalami kesulitan, atau ikut bangga saat muridnya meraih keberhasilan. Hanya saja, sensitivitas ini tetap perlu dikelola agar tidak merusak profesionalisme.


Menjadi Guru Super

Baca juga: Jangan Lupa Bahagia

Sebaliknya, guru super adalah sosok pendidik yang mampu melampaui sekadar tugas formalnya. Ia bukan berarti tanpa perasaan, melainkan tahu bagaimana menempatkan emosi pada waktu dan konteks yang tepat. Guru super memahami bahwa menghadapi siswa nakal atau kelas yang bermasalah adalah tantangan yang harus dijalani dengan kesabaran, kreativitas, dan berbagai metode pembelajaran.

Guru super juga tidak berhenti pada transfer pengetahuan. Ia mampu menyalakan semangat belajar, menyesuaikan metode mengajar dengan kebutuhan siswa, serta peka terhadap kondisi psikologis dan sosial murid-muridnya. Dalam kondisi tertentu, guru super bahkan bisa berperan sebagai motivator, konselor, sekaligus sahabat yang membuat siswa merasa nyaman dan dihargai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun