Mohon tunggu...
Indra Andrianto
Indra Andrianto Mohon Tunggu... Guru - #MerawatIngat

Penulis Buku Kumpulan Opini #MerawatIngat

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Visualisasi Puisi: Sapardi Djoko Damono tentang Mahasiswa yang Telah Mati oleh Bernadette Adinia

1 November 2020   03:45 Diperbarui: 1 November 2020   04:00 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mamanya menceritakan Novel Genduk, Laut Bercerita dan karya-karya Pram, hingga hari ini Bernadette mengenal manusia romantis bernama Sapardi"

Setiap generasi selalu menyuguhkan keunikan dan ciri khas yang berbeda. Baik secara pemikiran,  tindakan dan karya-karyanya. Namun apapun karya siswa, sangat layak untuk kita khususnya para pendidik wajib untuk mengapresiasi sebaik mungkin. 

Sebab dengan demikian merupakan Sebuah langkah awal untuk melahirkan generasi-generasi tangguh, percaya diri dan kaya akan karya-karyanya. (sejalan dengan generasi emas di tahun 2045)

Sebagai penulis pengantar pada karya visualisasi puisi dari Bernadette Adinia, sepintas membuat beberapa orang (mungkin) akan mengkerutkan kening dan menyatukan alisnya (kok bisa ya?  anak SMP sudah mengenal puisi Sapardi Djoko Damono yang bahkan sekelas mahasiswa semester I terkadang belum tentu mengenal apalagi sampai paham).

Usut punya usut (kepo jadinya, Kepo boleh ghibah jangan...) ternyata perkembangan belajarnya dipengaruhi oleh mamanya yang sangat menggilai sastra dan dan papanya yang menggilai seni.

Setelah melalui percakapan beberapa hari lalu yang disampaikan oleh mamanya langsung, ternyata Bernadette sudah pernah membaca karya penyair dan penulis ternama seperti Laut Bercerita novel karya Leila S. Chudori, Genduk karya Sundari Mardjuki, dan yang paling membuat saya kaget ketika Bernadette mencoba memahami karya-karya Pramoedya Ananta Toer (siapa yang tidak mengenal penulis gila bernama pram dengan karya novel tetraloginya).

Salah satu novel yang ia baca adalah Gadis Pantai. (anak umur 14 tahun membaca novel yang menggambarkan mengenai situasi feodalisme di daerah Jawa). Hingga sampai menginjak usia 14 tahun ia masih tetap membudayakan budaya membaca yang dibimbing dan ditemani langsung oleh mamanya yang bekerja sebagai dokter.

Saya sontak terkejut akan buku-bukunya yang ia baca (tidak salah, namun saya rasa agak  berat buku tersebut untuknya jika dibaca tanpa kedewasaan dalam memaknai dan akan berbahaya jika tanpa pendampingan. 

Sebab ilmu juga butuh kedewasaan dalam membawanya). Tetapi,  ada budaya yang dibangun dalam keluarganya, semenjak Ia kanak-kanak. 

Ia sudah mengenal buku-buku bacaan kakeknya, dan bahkan ada budaya membaca buku secara bergantian yang melibatkan kakek, mamanya dan Bernadette. Hingga puncaknya dengan mendiskusikan bacaan tersebut untuk menghikmahi hasil dari bacaan buku yang mereka baca secara bergantian.

Adette sebenarnya adalah siswi yang sebelumnya agak sedikit minder dan kurang percaya diri akan kemampuannya,  namun setelah ia beranjak masuk sekolah SMP tepatnyadi  sekolah Jembatan Budaya,  ia mulai mau terlibat aktif dan menujukkan pilihan bakat-bakatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun