Kejadian itu terhenti saat beberapa remaja hendak pergi ke masjid. Mereka berteriak memperingatkan. Beberapa remaja berlari mengejar. Namun laju mobil sang pencuri lebih cepat.Â
"Bangun, Kang."
Adzan subuh berkumandang. Kang Ujang menggeliat dibangunkan seorang remaja. Ia terkesiap dan bertambah kaget. Mengetahui gedung yang dijaga, sudah dibobol maling. Kepala Kang Ujang terasa berat dan matanya berkunang-kunang.Â
Kang Ujang tak dapat berkata-kata. Hancur sudah reputasi. Dalam hatinya meminta ampunan Tuhan. Amanah yang diemban, tercela oleh sebuah pemberian.Â
Keesokan hari, Kang Ujang dan pemilik gedung melaporkan kejadian ke pihak berwenang. Kang Ujang menerangkan secara detail, ciri-ciri pria yang memberikannya makanan. Ia berharap, pelaku pencurian itu segera ditangkap.Â
Hal itu, bukan sekedar kecurigaan belaka. Karena roti bakar, memang terbukti telah dicampur obat tidur. Pemilik gedung bernama Pak Rasyid, berinisiatif memastikan hal itu. Sebelum membuat laporan ke pihak berwenang.Â
Langkah bijak sebelum amarah menyulut kecurigaan, lalu mengerdilkan nurani. Terlebih Pak Rasyid mengenal pribadi Kang Ujang, orang yang dikenal jujur dan bertanggungjawab.Â
Pak Rasyid masih berusaha menguatkan Kang Ujang. Ia berkata, "Musibah macam ini, sudah biasa saya alami. Dan Kang Ujang, tetap saya percaya menjaga gedung itu."Â
"Maafkan saya sekali lagi, Pak. Amanah bapak tak mampu saya pegang lagi," ucap Kang Ujang.Â
Hari itu, Kang Ujang pulang ke rumah dengan wajah murung. Melihat istrinya memasak di dapur. Melihat anak-anaknya bermain di teras rumah dengan ceria. Ia menarik nafas panjang. Sesaat kemudian ia tersenyum.Â
Tak sepatah keluhan keluar dari bibirnya. Konon, mengeluhkan nasib sama halnya meragukan karunia Tuhan.Â
Layaknya lebah-lebah yang selalu dapat menemukan putik bunga, dan remah roti tersedia untuk semut-semut. Kang Ujang yakin, setiap usaha akan menemukan jalan.Â