Mohon tunggu...
Indo Asia Internasional Solusi
Indo Asia Internasional Solusi Mohon Tunggu... Komisaris

PT Indo Asia bergerak di bidang Jasa Pelatihan, Pendampingan, Workshop dan Sertifikasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Singa Perlawanan dari Banyumas Raya Menuju Pahlawan Nasional

3 Agustus 2025   21:15 Diperbarui: 3 Agustus 2025   21:12 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Singadipa (Sumber:https://dpchpi-sleman.org/)

KONTEKS POLITIK DAN AWAL MULA PERANG DIPONEGORO

Keterlibatan Kyai Ngabei Singadipa dalam Perang Diponegoro tidak terlepas dari kondisi politik yang memanas di Keraton Ngayogyakarta pada masa itu. Konflik bermula dari campur tangan Belanda dalam suksesi tahta setelah wafatnya Sultan Hamengkubuwono IV. Belanda secara sepihak mengangkat Radenmas Menol yang masih berusia tiga tahun sebagai Sultan Hamengkubuwono V. Tindakan ini memicu ketidaksetujuan keras dari Pangeran Diponegoro dan kerabat keraton lainnya, karena pengangkatan tersebut dianggap tidak sah dan yang mengasuh sultan cilik itu bukanlah dari kalangan kerabat keraton yang memahami keadilan.

Situasi semakin memburuk ketika Belanda sengaja menciptakan provokasi dengan memasang patok di kediaman Pangeran Diponegoro di Tegalreja, dengan dalih akan dijadikan jalan. Pangeran Diponegoro yang merasa dicurigai dan terancam ditangkap, meminta pertimbangan kepada Kangjeng Sinuwun Pakubuwono VI di Surakarta. Menariknya, meskipun terikat kontrak politik dengan Belanda, Kangjeng Sinuwun Pakubuwono VI justru mendukung dan merestui perlawanan terhadap Kompeni yang dianggap selalu merugikan kerabat keraton. Ini menunjukkan bagaimana tindakan provokatif Belanda justru secara tak terduga menyatukan beberapa faksi Jawa yang sebelumnya mungkin memiliki kepentingan berbeda, meskipun pada saat yang sama, ada juga tokoh seperti Tumenggung Yudanegara II yang memilih berpihak pada penjajah, menggambarkan kompleksitas lanskap politik saat itu.

PENUNJUKAN DAN PERAN AWAL SEBAGAI LURAH PRAJURIT AJIBARANG

Momen krusial bagi Tumenggung Jayasinga terjadi ketika beliau dipanggil menghadap Kangjeng Sinuwun Pakubuwono VI di Surakarta. Dalam pertemuan tersebut, disampaikan bahwa Pangeran Diponegoro telah diangkat sebagai Sultan dengan gelar Sultan Abdulhamid Heru Cokro Amirul Mukminin Panata Gama Khalifatullah, yang akan memimpin perlawanan besar terhadap Belanda.

Perintah penting kemudian disampaikan melalui Pangeran Prawirakusuma dan Kyai Imam Misbah. Tumenggung Jayasinga diinstruksikan untuk memperkuat perbatasan Banyumas. Perintah ini menjadi sangat mendesak karena Tumenggung Yudanegara II Banyumas telah meninggalkan wilayahnya dan pasukannya digabungkan dengan Kompeni, akibat ulah Patih Danureja IV. Akibatnya, wilayah Banyumas saat itu menjadi kosong dan rentan. Ini menggarisbawahi betapa strategisnya wilayah Banyumas, yang merupakan "brang kulon dhewe" (wilayah paling barat) dari Surakarta dan belum tersentuh Belanda. Penugasan Singadipa di sini menunjukkan bahwa Banyumas dianggap sebagai benteng vital atau gerbang pertahanan yang krusial bagi Surakarta.

Sebagai bagian dari tugas berat ini, Tumenggung Jayasinga dianugerahi gelar Kyai Ngabei Singadipa dan diangkat sebagai Lurah Prajurit Ajibarang. Beliau menerima mandat untuk menjadikan prajurit dari Ajibarang, Kertanegara, dan Roma sebagai benteng pertahanan di perbatasan Banyumas. Kyai Ngabei Singadipa menerima tugas ini dengan penuh kesungguhan, meskipun menyadari beratnya medan perjuangan yang akan dihadapi. Perintah pertamanya kepada para prajurit adalah untuk segera bersiaga, mempersiapkan segala kebutuhan perang, dan berangkat ke Purwonegoro keesokan harinya, menunjukkan kesigapan dan kepemimpinan yang tegas.

KOBAR API PERLAWANAN DI TANAH BANYUMAS RAYA: KONTRIBUSI KYAI NGABEI SINGADIPA DALAM PERANG DIPONEGORO

KETERLIBATAN DAN KEPEMIMPINAN DI WILAYAH BANYUMAS RAYA

Kyai Ngabei Singadipa segera mengukuhkan dirinya sebagai panglima perang utama Pangeran Diponegoro di sektor barat Jawa Tengah, khususnya di wilayah Banyumas Raya. Wilayah operasionalnya mencakup seluruh eks-Karesidenan Banyumas, meliputi Kabupaten Banyumas, Cilacap, Banjarnegara, dan Purbalingga. Beliau dikenal piawai dalam tata negara dan peperangan.

Dalam mengorganisir pasukannya, Singadipa menerapkan strategi pembagian yang efektif. Prajurit Banyumas dibagi menjadi tiga kelompok utama: prajurit Roma (Gombong) di bawah pimpinan Tumenggung Mertawijaya yang bertugas menjaga batas wilayah Roma; prajurit Kertanegara (yang mencakup Purbalingga dan Banjarnegara) di bawah Ngabehi Ranawijaya yang bertanggung jawab atas perbatasan Kertanegara; dan prajurit Ajibarang yang memiliki tugas lebih ofensif, yaitu menyerang pos-pos Belanda, bivak, atau benteng, serta membangun pesanggrahan di Purwonegoro. Pembagian tugas ini menunjukkan kemampuan manajerial dan strategis Singadipa dalam mengelola kekuatan pasukannya di medan yang luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun