Mohon tunggu...
Indira Nurcahyani
Indira Nurcahyani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, Universitas Negeri Makassar

Be Your Self!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Retorika dalam Nyanyian Bissu Pangkep Sulawesi Selatan

26 Mei 2021   10:38 Diperbarui: 26 Mei 2021   10:50 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Bissu Dalam Ritual Kebudayaan Bugis (sumber: nationalgeographic.grid.id)

"Memanusiakan Manusia" mungkin kata ini sangat cocok disematkan bagi sebagian warga Bugis terkhusus di Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan. Pasalnya mereka masih mempercayai kaum Bissu adalah sosok Manusia yang mempunyai martabat tinggi, bahkan dijuluki Manusia separuh Dewa.

Di daerah Pangkep, Bissu hadir sebagai dedikasi terhadap budaya dan adat istiadat, mereka dianggap sebagai makhluk spiritual yang tidak berada di tengah-tengah antara laki-laki dengan perempuan, melainkan mewujudkan kekuatan keduanya sekaligus.

"Dikatakan bahwa setelah turun dari surga, Bissu tidak terpecah dan menjadi pria atau wanita, seperti kebanyakan orang," jelas Muzakkar (pengamat kebudayaan Pangkep).

Dengan demikian, mereka dianggap sebagai perantara antara dunia dan menempati peran seperti dukun dalam agama masyarakat Bugis.

Retorika pada nyanyian Bissu dapat kita saksikan setiap para Bissu melakukan ritualnya salah satunya pada saat upacara Mappalili yang merupakan upacara yang dilakukan saat musim penghujan tiba biasanya pada bulan November dan dilaksanakan sesaat sebelum para petani turun ke sawah.

Potret Bissu Saat Melakukan Ritual (sumber: tempo.co)
Potret Bissu Saat Melakukan Ritual (sumber: tempo.co)

Saat melakukan ritualnya, mereka menghunus keris dan menusuk bilah yang bergelombang itu ke pelipis, telapak tangan, bahkan kelopak mata mereka sendiri seakan tidak merasakan sakit atau hampir tidak mengeluarkan darah setetes pun. 

Dalam memanjatkan doa-doa mereka diiringi oleh asap kemenyang yang harum dan suara gendang agar nyanyian menjadi sangat intens hingga para Bissu menari tersentak-sentak bak kesurupan.

Untuk menjalani ritual tersebut (Ma'giri') dan melewatinya tanpa terluka dipandang sebagai bukti bahwa Bissu telah dirasuki dewa dan siap member berkah.

***

Oleh : Indira Nurcahyani, Ade Shindy Arlinda dan Mustafa
(Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, Universitas Negeri Makassar)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun