Bagi sebagian orang, membaca sejarah adalah satu kegiatan yang terkesan serius sekaligus membosankan. Akan tetapi, siapa sangka bahwa sekarang sejarah dapat dikemas dalam bentuk fiksi dengan cara yang lebih menyenangkan dan mampu mendorong rasa ingin tahu pembaca tanpa menghilangkan kevalidan sejarah itu sendiri.
Salah satu contohnya adalah novel Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa karya Zaky Yamani, terbitan dari Gramedia Pustaka Utama. Novel ini berkisah tentang Samiam, seorang pedagang rempah-rempah di Lisboa yang tidak sengaja mendapatkan Peta Orang Jawa.
Temuannya ini menjadi titik awal dari perjalanan batin dan latar belakang yang mengusiknya sejak lama. Melalui perjalanan ini, Samiam seakan didorong untuk pergi ke tanah leluhurnya. Akan tetapi, perjalanan Samiam ini tidak berjalan dengan mulus. Dia harus terlibat dalam konspirasi besar yang menyeretnya dalam pusaran konflik yang lebih kompleks.
Apakah yang akan terjadi pada Samiam? Akankah dia berhasil ke tanah leluhurnya melalui peta itu? Akankah dia menemukan dirinya sendiri seutuhnya melalui perjalanan ini? Simak ulasannya berikut ini.
Daya Tarik Awal: sampul, judul, dan premis
Ketika saya menemukan buku ini di iPusnas, saya tertarik dengan sampul bukunya. Saat pertama kali melihat, saya mengira ini adalah buku terjemahan dari Timur Tengah atau Eropa.
Judulnya pun menggugah rasa penasaran. “Perjalanan Mustahil”. Apa yang membuatnya mustahil? Mengapa harus Lisboa? Semuanya terjawab perlahan lewat narasi yang mengalir ringan namun tetap padat.
Buku ini ternyata adalah seri pertama dari rangkaian novel fiksi sejarah. Premis ceritanya pun menarik. Samiam yang awalnya pedagang rempah-rempah menemukan Peta Orang Jawa yang ternyata mempunyai keterkaitan dengan tanah leluhurnya. Perjalanan geografis juga batin dari Samiam yang berpikir dia hanya akan menjadi pedagang rempah selamanya.
Tak lupa dengan penyisipan setting sejarah perdagangan, nama-nama tokoh, dan bumbu mistis, yang menjanjikan pengalaman membaca yang berbeda dari buku fiksi sejarah lainnya.
Fiksi yang membuat pembaca ingin menggali fakta
Salah satu aspek dalam novel ini adalah keberhasilannya mencampuradukkan fiksi dan fakta dengan mulus. Ada begitu banyak nama tempat, tokoh, dan peristiwa yang membuat pembacanya —termasuk saya—terdorong untuk mengecek ulang mana yang nyata dan mana yang hanya rekaan.
Misalnya, pada bagian kata pembuka dari seseorang yang bernama Prof. Barend Hendrik van Laar, yang disebut sebagai penemu naskah dari perjalanan Samiam.
Saya sempat mengira buku ini adalah adaptasi dari penemuan manuskrips asli. Setelah dicek, ternyata nama tersebut hanyalah nama tokoh fiksi yang uniknya mengecoh saya.
Iya, saya tertipu dengan setting yang dibuat oleh penulis novel ini. Namun, justru hal-hal seperti inilah yang menjadikan novel ini unik dan mendorong literasi pembaca akan fakta sejarah lebih jauh.
Cerita yang sarat intrik dan rasa: perjalanan batin seorang Samiam
Yang unik, buku ini belum langsung membawa Samiam ke tanah leluhurnya. Alih-alih, kita justru diajak menyelami latar belakang kehidupan Samiam, pencarian terhadap orang-orang penting dalam hidupnya, termasuk satu sosok yang selama ini ia rindukan namun tak pernah dikenal, intrik sosial-politik yang sedang panas di Portugal saat itu, misi pemberontakan organisasi Porto de Graal yang tidak puas dengan pemerintahan yang tak adil.
Yang bikin penasaran, Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa menyisipkan elemen mistis. Ada nuansa “suara-suara”, “bayangan hitam” atau mimpi-mimpi aneh yang membimbing Samiam menuju tanah leluhurnya, Pulau Jawa.
Bagi Samiam yang besar dalam ajaran Kristen, pengalaman semacam ini terasa mengganggu dan ia menyebutnya sebagai pengaruh iblis. Tetapi, justru di situlah konflik batin dan pencarian jati dirinya dimulai.
Perjalanan Samiam bukan sekadar pencarian orang-orang yang dicintainya, tapi juga upaya menemukan jati diri dan makna hidup yang sesungguhnya. Dalam perjalanannya ini pula, Samiam mulai mempertanyakan tentang kemanusiaan, ketidakadilan, dan kebebasan yang sebenarnya.
“…Saat dia mendengarkan ceramah rahasia dua pengikut Porto de Graal, bahwa dunia seharusnya tak terbatas, bahwa Tuhan menghendaki manusia bersaudara tanpa pagar negara-negara dan agama-agama.” (hlm.268)
Kesimpulan: Awal dari Sebuah Penelusuran yang Lebih Besar
Sebagai buku pertama dari sebuah seri, Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa mungkin belum memperlihatkan konflik utamanya secara penuh. Akan tetapi, justru dari sinilah semua dimulai—dari keraguan, pertanyaan, dan dorongan menuju asal-usul. Novel ini berhasil menjadi pembuka yang menggugah, baik secara emosional maupun intelektual.
Saya pribadi menikmati gaya narasinya, elemen sejarah yang kaya, dan dilema batin sang tokoh utama. Novel fiksi sejarah yang menyenangkan sekaligus membuat saya ingin tahu lebih dalam hal-hal yang berkaitan dengan sejarah Eropa lebih jauh lagi.
“Kita manusia, Samiam. Jangan sampai berlaku bodoh dan biadab terhadap manusia lain.” (hlm. 243)
Salah satu kutipan paling menyentuh dalam novel ini—mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kemanusiaan di tengah konflik dan pencarian jati diri.
Sudahkah kamu membaca novel ini? Bagaimana kesanmu tentang perpaduan sejarah dan fiksi dalam kisah Samiam? Siapkah kamu untuk membaca buku yang kedua?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI