Mohon tunggu...
Debu Semesta
Debu Semesta Mohon Tunggu... Penulis - We are dust of universe, aren't we?

Mencari radar. Find me on instagram @debusemesta__

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen "Bahagia"

22 Desember 2020   22:28 Diperbarui: 22 Desember 2020   22:35 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Hei,mau kemana kau?" tanya seseorang sambil berteriak.

Ian lansung berhenti dan menghampiri bapak-bapak tua yang sedang berteduh di pangkalan ojek.

"Mau nganter paket, pak" jawab Ian.

"Gak bisa lewat jalan itu, tadi ada longsor, jalannya udah ketutup. Takutnya nanti longsor lagi, di daerah sini rawan soalnya, tunggu reda aja hujannya!"

Ian mengeluh sedikit karena masih banyak juga paket yang harus ia kirim. Di pangkalan ojek itu hanya ada 3 orang dan 3 motor, Ian, bapak-bapak umur 40-an, dan tukang ojek. Mereka mengeluhkan hujan kali ini, Ian dan bapak-bapak umur 40 tahunan akan melanjutkan perjalanan namun dicegah oleh tukang ojek.

"Jangan kemana-mana dulu pak, bahaya. Mending puter balik aja, kayaknya longsornya juga besar kalau hujannya deras kayak gini," sahut tukang ojek.


Mereka bertiga hanya menunggu, sesekali mengobrol. Ian mengecek hp-nya, sungguh tidak ada sinyal yang muncul sedikit pun. Memang di daerah ini selalu tidak ada sinyal meskipun tidak sedang hujan juga, harus berada di tempat-tempat tertentu agar bisa mendapatkan sinyal yang lancar. Jika sudah terjadi longsor begini, angkot-angkot tidak bisa beroperasi, anak sekolah juga tidak bisa berangkat karena tidak ada akses menuju sekolah. Butuh 2-3 hari agar jalannya normal kembali.

Setelah dua jam menunggu, Ian tidak melanjutkan perjalanan ke alamat yang dituju, ia pulang dan melapor kepada Kepala kantornya bahwa terjadi longsor di daerah Barat dan akan mengirim paket itu dua hari kemudian.

***

Gia terus berteriak meminta pertolongan, tapi nihil tak ada seorang pun yang ada di sana. Ia hanya berdoa. Waktu terasa begitu cepat, baru saja Gia akan mengambil buku di rak perpustakaan sekolahnya, tiba-tiba semuanya hancur, 180 derajat keadaan telah berubah. Gia bingung ia harus melakukan apa, ia hanya seorang diri.

Perpustakaannya masih utuh, namun rak dan buku-bukunya nyaris hancur. Seperti ada alat pendeteksi kapan buku-buku itu harus lebur, atau ada alat penghancur transparan yang melenyapkan buku-buku, atau ada seseorang yang memutasi rayap untuk menghancurkan barang-barang dengan cepat, sangat cepat. Entahlah, pikiran Gia terus berputar namun tubuhnya kaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun