Mohon tunggu...
Indah Sri Wahyunitasari
Indah Sri Wahyunitasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercu Buana

Nama: Indah Sri Wahyunitasari NIM: 43222010105 Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB Dosen Pengampu: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis_Pemikiran David Hume Tentang Etika Politik dan Relevansinya Terhadap Kejahatan Korupsi di Indonesia

15 Desember 2023   00:50 Diperbarui: 15 Desember 2023   02:15 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Inggris, ada dua partai politik. Setiap partai politik mengandalkan gagasan filosofis-teoritis sebagai dasar pandangannya. Menurut konservatif, Tuhan adalah sumber negara. Partisi ini berpendapat bahwa mereka yang menentang atau mengkritik pemerintah menunjukkan bahwa mereka telah menyimpang dari rencana Tuhan. Sebagai contoh, pemerintah sangat otoriter. Karena pemerintah didirikan oleh Tuhan, rakyat tidak memiliki hak untuk menjatuhkan pemerintahan. Partai liberal berpendapat bahwa berdirinya pemerintahan bermula dari perjanjian pribadi. Jika setiap anggota individu ingin membuat kontrak bersama, mereka memilih pemimpin yang mengatur segala sesuatunya. Dengan demikian, mereka berhak untuk mengkritik dan memecat pemerintah jika tidak mencapai tujuan mereka.

Hume sangat menghargai pemerintahan yang didasarkan pada gagasan konservatif; dia bahkan menegaskan dalam artikelnya bahwa pemerintahan yang didasarkan pada gagasan konservatif adalah jenis pemerintahan yang diinginkan Tuhan. Jadi, apapun yang dilakukan pemerintah didasarkan pada kehendak Tuhan; tidak ada undang-undang yang menjatuhkan hukuman kepada pencuri atau orang yang bersalah kecuali dengan izin Tuhan.

Meskipun kontrak sosial sudah menjadi syarat yang dapat diterima, Hume menganggap pemerintahan liberal yang berbasis kontrak sosial penuh dengan masalah. Namun, kita tidak perlu mengingat hal itu karena orang-orang dipilih sebagai pemimpin (pemimpin) karena fisik dan akal mereka hampir sama.

Hume membagi kewajiban moral dalam artikelnya yang berjudul The Original Contract menjadi dua jenis. Pertama, kewajiban moral didorong oleh insting dan kecendrungan-kecendrungan natural, seperti kecintaan orang tua kepada anak-anaknya. Kedua, kewajiban moral dilaksanakan dengan keinginan untuk memenuhi semua kebutuhan sosial. Kewajiban-kewajiban seperti "keadilan", sikap tidak menzalimi kepemilikan orang lain, kepatuhan terhadap janji dan perjanjian, dan kesetiaan politik yang berasal dari pengalaman, bukan dari ide-ide bawaan, diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sosial ini.

Berikut beberapa aspek filsafat politik David Hume yang dapat dihubungkan dengan diskursus korupsi:

Hume adalah seorang empiris yang menekankan pentingnya pengalaman dan observasi sebagai dasar pengetahuan manusia. Dalam konteks politik, pandangan realisnya mengakui bahwa korupsi adalah fenomena yang dapat diamati dalam kenyataan politik. Melalui observasi empiris, Hume akan mendorong kita untuk memahami korupsi sebagai fenomena sosial yang terjadi dalam konteks kehidupan politik.

  • Prinsip Utilitarianisme:


Hume mengembangkan pandangan utilitarian dalam etika dan politiknya. Dalam hal ini, penilaian terhadap tindakan politik, termasuk korupsi, dapat dipahami dengan mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensinya. Dalam diskursus korupsi, Hume mungkin menilai tindakan tersebut berdasarkan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat dan apakah korupsi tersebut memberikan manfaat atau merugikan secara keseluruhan.

  • Kepercayaan Terhadap Pemerintah dan Keadilan:

Hume memiliki pandangan yang skeptis terhadap otoritas pemerintah dan keadilan. Dalam konteks korupsi, Hume mungkin melihatnya sebagai hasil dari ketidaksempurnaan manusia dan sistem pemerintahan. Skeptisisme ini dapat merangsang pemikiran kritis terhadap institusi-institusi yang rentan terhadap korupsi dan mendorong upaya untuk membangun sistem yang lebih transparan dan akuntabel.

  • Kebebasan dan Kontrak Sosial:

Hume, meskipun tidak sekuat John Locke dalam mempromosikan konsep kontrak sosial, mengakui pentingnya kebebasan dan hak-hak individu. Dalam diskursus korupsi, pandangan ini dapat diterapkan dengan mengajukan pertanyaan tentang bagaimana korupsi mempengaruhi hak-hak dan kebebasan individu, serta apakah tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar kontrak sosial.

  • Pandangan Terhadap Kekuasaan:

Hume memiliki pemahaman yang realistis tentang kekuasaan dan cara kekuasaan dapat disalahgunakan. Dalam konteks korupsi, pemikiran ini dapat digunakan untuk menganalisis bagaimana kekuasaan politik mungkin memicu atau memfasilitasi tindakan korupsi, serta upaya untuk mengendalikan penyalahgunaan kekuasaan.

Dalam kutipan yang berjudul "David Hume berpendapat bahwa 'love of liberty' pada beberapa individu sering kali menarik penyelidik agama untuk menganiaya mereka dan dengan demikian mendorong masyarakat ke dalam keadaan 'ignorance, corruption, and bondage' (1757)." Yang ditemukan oleh Sejarah Alam Agama:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun