Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran Tatap Muka Harus Dilaksanakan, Sebelum Terlambat

14 Januari 2022   22:15 Diperbarui: 14 Januari 2022   22:27 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dengan jujur dan sadar sesadar-sadarnya saya mengakui bahwa saya lebih memilih jadi tim pembelajaran tatap muka daripada tim pembelajaran daring. Mengapa demikian, karena secara kodrati, etika dan kesopanan, dan juga agar pembelajaran diterima oleh siswa secara efektif dan efisien, pembelajaran tatap muka menang telak dibandingkan pembelajaran daring.

Saat pembelajaran tatap muka, seluruh siswa hadir dengan konsentrasi penuh dalam posisi duduk tegak anti bungkuk. Takzim (atau pura-pura takzim) mendengarkan guru di depan menerangkan. Transfer ilmu berjalan secara langsung dan respons juga dapat ditanggapi secara langsung oleh guru.

Bahkan guru dapat langsung bertanya jika ia melihat ada wajah-wajah bengong plonga-plongo tanda siswa tidak DONG akan apa yang diajarkan gurunya.

"Mengapa wajahmu demikian, siswaku sayang? Apakah penjelasanku yang panjang lebar tak dapat diterima oleh otak di dalam tempurung kepalamu?"

Guru dapat mengulang menjelaskan, memberi contoh-contoh kasus yang memudahkan siswa untuk paham, bahkan guru dapat langsung mengubah sistem mengajarnya jika sistemnya selama ini ia anggap kurang berhasil diterima siswanya.

Kalau pembelajaran daring? Jangan harap. Sejauh mana guru dapat memantau seluruh siswanya dalam ruang zoom? Sesabar apa guru selalu mengingatkan siswa agar selalu menyalakan kamera zoom? Apakah guru dapat memastikan siswa duduk tegak penuh konsentrasi atau malah baring-baring mager sambil merem melek mendengarkan celoteh gurunya seolah itu ninabobo pengantar tidur.

Tidak...tidak! Jangan lagi pembelajaran daring! Not again!

Demikian juga saat tugas diberikan. Lalu diperiksa. Saat pembelajaran tatap muka, guru meminta siswa mengerjakan di papan tulis. Guru dapat melihat apakah siswanya itu benar-benar mengerjakan sendiri peernya. 

Beda dengan peer yang dikirimkan melalui ruang maya google class room misalnya, apakah guru yakin peer itu seratus persen hasil karya si siswa? Ataukah orangtua siswa yang berjibaku menyelesaikan peer anaknya gara-gara si anak bengong nggak paham bagaimana mengerjakan peer yang diterima setelah dua jam penuh belajar daring.

Selain keefektifan dari sisi substansi pelajaran, pembelajaran tatap muka juga memberikan keuntungan lain. Ia memberikan ruang-ruang interaksi yang mengajarkan anak bagaimana berkomunikasi dengan orang lain.

"Aku lupa tidak membawa bolpoin. Apakah kamu membawa dua bolpoin? Bolehkah aku pinjam satu?"

Siswa berinteraksi dengan temannya.

"Saya lupa tidak membawa bolpoin. Boleh saya pinjam bolpoin pak Guru?"

Siswa berinteraksi dengan gurunya.

"Berapa harga satu bolpoin?"

Siswa berinteraksi dengan penjual bolpoin di koperasi sekolah.

Coba, saat lupa membawa bolpoin saja, setidaknya ada tiga opsi yang dapat dipilih oleh siswa. Kalau belajar daring di rumah?

"Maaa, bolpoinku mana, ya?"

Seisi rumah heboh mencari bolpoin yang diam-diam saja di bawah kolong tempat tidur setelah semalam jatuh menggelinding ke sana.

Pembelajaran tatap muka akan membuat siswa terbiasa dan mampu membedakan bagaimana ia berinteraksi dengan teman sebaya, orang yang lebih tua, bahkan dengan teman yang lebih muda, misalnya dengan adik kelas. Dalam interaksi tersebut, terkadang timbul friksi-friksi. Siswa akan belajar bagaimana mengatasi friksi tersebut.

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tatap muka yang memberi ruang interaksi tersebut, dapat menjadi ruang belajar anak-anak sebagai persiapan ia hidup sebagai warga masyarakat kelak. Ia tidak kikuk bergaul. Ia dapat menangani masalah. Dan ia dapat menjalin kerjasama dengan orang lain untuk mengatasi masalah.

Jadi menurut saya, pembelajaran tatap muka harus dilaksanakan, sebelum terlambat. Sebelum anak-anak terbiasa mager dalam ruang-ruang maya. Sebelum anak-anak merasa hidupnya sudah lengkap hanya dengan menggenggam hape, tanpa perlu berinteraksi sana-sini. Sebelum anak-anak melek teknologi tapi gagap dalam perkembangan keterampilan sosial budayanya. Sebelum budaya asosial, cuek dan acuh tak acuh mencabut kodrat manusia sebagai makhluk sosial.

Bagaimana dengan virus korona?

Saya juga setuju, bahwa virus korona tidak boleh dipandang sebelah mata. Tapi janganlah ia membuat kita takut berinteraksi apalagi melakukan pembelajaran daring sebagai solusinya. 

Virus korona dapat dikalahkan dengan melakukan prokes ketat. Tak ada sekolah yang berani main-main terkait hal ini, karena orang tua siswa juga pasti memantau ketat. 

Dan jangan lupa dengan vaksin. Sekolah yang memberlakukan pembelajaran tatap muka harus memiliki data berapa persen komponen sekolah (siswa, guru, tenaga administrasi) yang sudah divaksin. Mereka yang belum vaksin harus didorong untuk segera melaksanakan vaksinasi dan diberikan reward jika sudah vaksin, punishment jika menolak vaksin.

Tentu saja pendapat saya bisa berubah jika terjadi lonjakan kasus positif covid lagi. Jika itu terjadi, maka pembelajaran daring memang merupakan satu-satunya solusi yang dengan berat hati harus dipilih. Setelah itu bisa dilakukan pembelajaran tatap muka terbatas dengan melakukan sistem shift atau masuk sekolah secara selang seling hari. 

Pembelajaran tatap muka harus dilaksanakan, sebelum sekolah menjadi tempat yang asing bagi siswa-siswanya sendiri.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun