Kebiasaan membungkus masalah dengan kata indah berpotensi melahirkan budaya “pura-pura”. Laporan disusun untuk menyenangkan atasan, bukan mencerminkan fakta. Seperti ditulis Chris Argyris dalam Organizational Traps (2010), rutinitas defensif ini membuat organisasi berjalan di atas ilusi, bukan realitas.
Risiko terbesar adalah hilangnya kepercayaan. Sekali orang menyadari bahwa bahasa manis hanyalah kedok, kredibilitas runtuh. Betiang berenggih yang semula lahir dari nilai luhur bisa bergeser menjadi kebiasaan menutup-nutupi kesalahan demi menjaga citra semu.
Menjaga Nilai, Menghindari Kepalsuan
Keseimbangan antara diplomasi dan kejujuran menjadi kunci komunikasi etis.
Meski sarat risiko, betiang berenggih tetap memiliki tempat penting dalam kehidupan sosial. Ia menjadi bagian dari diplomasi sehari-hari. Deborah Tannen dalam Talking from 9 to 5 (1994) menunjukkan bahwa komunikasi halus mampu meredam konflik dan menciptakan suasana kolaboratif di tempat kerja.
Dalam konteks pendampingan desa, cara menyampaikan kritik sangat menentukan. Alih-alih berkata, “Laporan ini salah,” pendamping bisa memilih ungkapan, “Mungkin ada hal yang bisa diperbaiki agar laporan lebih kuat.” Substansi tetap tersampaikan, tetapi hubungan sosial tidak rusak.
Di sinilah garis batas perlu ditegaskan. Betiang berenggih sah selama ia berfungsi sebagai kemasan komunikasi, bukan penutup kebenaran. Ia membantu menjaga relasi sosial tanpa mengorbankan integritas. Sebagaimana ditegaskan Jürgen Habermas dalam Theory of Communicative Action (1984), komunikasi ideal bertumpu pada keterbukaan dan kejujuran.
Pada akhirnya, betiang berenggih mengajarkan kita seni berbahasa yang bijak.
Kata-kata manis dapat menjadi jembatan persaudaraan, tetapi juga bisa berubah menjadi jebakan kepalsuan. Tantangan kita adalah menjaga keseimbangan: berkata benar dengan cara halus, tanpa kehilangan keberanian untuk jujur.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI