Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Betiang Berenggih": Antara Harmoni dan Kejujuran

4 Oktober 2025   23:38 Diperbarui: 4 Oktober 2025   23:38 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: ntb222.wordpress.com/budaya-sasak/)

Kebiasaan membungkus masalah dengan kata indah berpotensi melahirkan budaya “pura-pura”. Laporan disusun untuk menyenangkan atasan, bukan mencerminkan fakta. Seperti ditulis Chris Argyris dalam Organizational Traps (2010), rutinitas defensif ini membuat organisasi berjalan di atas ilusi, bukan realitas.

Risiko terbesar adalah hilangnya kepercayaan. Sekali orang menyadari bahwa bahasa manis hanyalah kedok, kredibilitas runtuh. Betiang berenggih yang semula lahir dari nilai luhur bisa bergeser menjadi kebiasaan menutup-nutupi kesalahan demi menjaga citra semu.

Menjaga Nilai, Menghindari Kepalsuan

Keseimbangan antara diplomasi dan kejujuran menjadi kunci komunikasi etis.

Meski sarat risiko, betiang berenggih tetap memiliki tempat penting dalam kehidupan sosial. Ia menjadi bagian dari diplomasi sehari-hari. Deborah Tannen dalam Talking from 9 to 5 (1994) menunjukkan bahwa komunikasi halus mampu meredam konflik dan menciptakan suasana kolaboratif di tempat kerja.

Dalam konteks pendampingan desa, cara menyampaikan kritik sangat menentukan. Alih-alih berkata, “Laporan ini salah,” pendamping bisa memilih ungkapan, “Mungkin ada hal yang bisa diperbaiki agar laporan lebih kuat.” Substansi tetap tersampaikan, tetapi hubungan sosial tidak rusak.

Di sinilah garis batas perlu ditegaskan. Betiang berenggih sah selama ia berfungsi sebagai kemasan komunikasi, bukan penutup kebenaran. Ia membantu menjaga relasi sosial tanpa mengorbankan integritas. Sebagaimana ditegaskan Jürgen Habermas dalam Theory of Communicative Action (1984), komunikasi ideal bertumpu pada keterbukaan dan kejujuran.

Pada akhirnya, betiang berenggih mengajarkan kita seni berbahasa yang bijak.

Kata-kata manis dapat menjadi jembatan persaudaraan, tetapi juga bisa berubah menjadi jebakan kepalsuan. Tantangan kita adalah menjaga keseimbangan: berkata benar dengan cara halus, tanpa kehilangan keberanian untuk jujur.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun