Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menyeruput Waktu: Dari Sachet Populer hingga Kopi Liong Bulan

3 Oktober 2025   23:35 Diperbarui: 3 Oktober 2025   23:35 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pahit kopi pertama saya bukan dari kafe modern, melainkan dari sisa cangkir Bapak yang saya seruput diam-diam waktu SD. Rasanya getir, namun justru meninggalkan jejak hangat di ingatan kecil yang tak pernah saya lupakan.

Sejak saat itu, kopi pelan-pelan tumbuh menjadi bagian hidup. Ia bukan sekadar minuman, melainkan teman kenangan, tradisi keluarga, sekaligus perjalanan rasa yang terus menemani hingga kini, dari ruang sederhana hingga perjalanan panjang ke berbagai tempat.

Kopi, Tradisi, dan Kenangan Masa Kecil

Saya sudah merasakan hampir semua jenis kopi sachet. Mulai dari yang menurut saya mahal—biasanya dibeli online—hingga yang murah meriah di warung kaki lima. Kopi seakan melekat dalam keseharian saya sejak lama.

Saya sering menyeruput sisa kopi Bapak di meja. Jika ketahuan, Ibu selalu menegur, "nanti ketagihan dan pusing," katanya. Namun dari situlah pahit kopi mulai akrab di lidah.

Di keluarga besar, kopi selalu menjadi menu wajib setelah makan. Bahkan di setiap acara, kopi tidak pernah absen. Rasanya ada yang kurang bila meja berkumpul tanpa hadirnya secangkir kopi hitam.

Di Lombok, suguhan kopi adalah tradisi. Setiap tamu biasanya akan disajikan secangkir kopi, dan harus habis diminum. Ada anggapan, tamu tak bisa pamit sebelum cangkirnya benar-benar kosong.

Beberapa teman dari luar daerah sering bercanda. Katanya, kalau mau bertamu di Lombok, sebaiknya sedia obat anti maag. Sebab setiap rumah pasti menyuguhkan kopi, dan setiap cangkir harus dihabiskan tanpa tersisa.

Perjalanan dengan Kopi Sachet

Dari berbagai merek kopi sachet, ada beberapa yang cukup lama menemani hari-hari saya. Kapal Api, Indocafe, Luwak White Coffee, Good Day, ABC, Torabika, Nescafe, hingga Top Coffee. Semua pernah saya nikmati.

Saya bahkan cukup lama mengandalkan kopi lokal 555. Meski tidak tersedia dalam sachet, ukuran terkecilnya hanya 50 gram. Karena konsumsi sudah dibatasi, istri sampai repot membuatkan “sachet” sendiri untuk takaran harian.

Jatuh Cinta pada Kopi Liong Bulan

Beberapa tahun lalu, saya melakukan perjalanan ke Jawa bersama beberapa pimpinan pesantren. Di sana, saya pertama kali berjumpa dengan Kopi Liong Bulan. Awalnya hanya terpaksa minum, sebab tidak ada pilihan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun