Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dari Motor Gadai ke Pegawai: Kisah Arif Bersama Pegadaian

23 September 2025   07:43 Diperbarui: 23 September 2025   07:43 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Dok Pegadaian via Kompas.com)

Mengatasi Masalah Tanpa Masalah.” Tagline Pegadaian ini mungkin sering kita dengar di iklan televisi atau papan reklame. Namun, bagi sebagian orang, kalimat itu lebih dari sekadar slogan pemasaran. Ia hadir dalam keseharian, menjelma nyata dalam keputusan-keputusan kecil yang pada akhirnya menyelamatkan masa depan.

Salah satu yang merasakannya adalah—sebut saja namanya—Arif. Mahasiswa sederhana yang kala itu bergulat dengan keterbatasan finansial. Uang kiriman dari rumah terlambat, sementara kewajiban membayar biaya kuliah sudah menunggu di depan mata. Situasi mendesak membuat pilihannya serba terbatas, nyaris tanpa jalan keluar yang layak.

Di titik kritis itu, Arif memilih langkah yang mungkin tak banyak mahasiswa bayangkan: menggadaikan sepeda motor kesayangannya. Motor itu bukan sekadar alat transportasi, tetapi juga simbol kemandirian. Menitipkannya ke Pegadaian berarti melepas sebagian dirinya demi masa depan yang lebih terjamin.

Motor yang Menjadi Jembatan Harapan

Hari itu Arif melangkah dengan berat hati. Ia mendorong pintu kaca kantor Pegadaian dengan perasaan campur aduk—antara ragu, cemas, dan sedikit malu. Namun, sambutan hangat dari petugas membuatnya merasa aman. Tak ada tatapan menghakimi, hanya prosedur sederhana yang berjalan apa adanya.

Sepeda motor itu pun resmi menjadi jaminan. Sebagai gantinya, ia pulang dengan membawa sejumlah uang tunai yang cukup untuk melunasi biaya kuliahnya. Cair dalam hitungan menit, tanpa syarat rumit, tanpa bunga melilit. Rasanya seperti menemukan jalan keluar yang hadir di tengah kebuntuan.

Bagi Arif, pengalaman itu menyisakan kelegaan luar biasa. Ia bisa kembali fokus kuliah tanpa harus terjebak lingkaran utang berbunga tinggi yang sering ditawarkan rentenir. Pegadaian menjadi ruang aman, semacam jembatan yang memungkinkan dirinya bertahan menghadapi kesulitan tanpa kehilangan arah hidup.

Sepeda motor itu bukan hilang. Ia tahu, barang itu hanya dititipkan sementara. Keyakinan bahwa motor akan kembali begitu kewajiban lunas membuat Arif semakin yakin bahwa Pegadaian adalah pilihan manusiawi. Tidak ada rasa kehilangan, justru ada rasa diselamatkan. Motor itu dikenang sebagai “jembatan harapan.”

Dari Nasabah ke Pegawai

Waktu berjalan, dan kuliah Arif akhirnya selesai berkat keberanian kecilnya menitipkan motor di Pegadaian. Namun, cerita tak berhenti di sana. Takdir membawanya kembali ke lembaga yang pernah menyelamatkannya, kali ini bukan sebagai nasabah, melainkan sebagai pegawai yang siap memberi manfaat bagi orang lain.

Kini, setiap kali duduk di balik meja pelayanan, Arif melihat wajah-wajah yang sama dengan dirinya dulu: mahasiswa bingung mencari biaya, pedagang kecil yang butuh modal, atau keluarga yang terdesak kebutuhan mendadak. Ia tersenyum, karena memahami perasaan mereka dengan pengalaman yang sama dan empati yang mendalam.

Pengalaman pribadi itu membuatnya melayani dengan penuh pengertian, seolah berkata, “Tenang, semua akan baik-baik saja.” Dari mahasiswa hampir putus kuliah, ia kini menjadi bagian dari sistem yang membantu ribuan orang, menegaskan bahwa motor yang digadaikan dulu membuka jalan baru yang penuh makna.

Pegadaian dalam Hidup Kita

Cerita Arif hanyalah satu dari sekian banyak kisah yang beredar di tengah masyarakat. Bedanya, kisah ini lebih dekat, lebih personal, dan memberi wajah manusiawi pada sebuah lembaga keuangan yang kadang terasa kaku. Ia menunjukkan bahwa Pegadaian bukan sekadar institusi, tetapi juga bagian dari perjalanan hidup.

Di desa-desa, mahasiswa yang kesulitan biaya kuliah, pedagang yang butuh tambahan modal, hingga keluarga yang mendesak biaya kesehatan—semua bisa menemukan ruang di Pegadaian. Setiap barang yang digadaikan bukan sekadar benda, melainkan simbol harapan yang ingin dijaga oleh masyarakat dari berbagai lapisan.

Transformasi Pegadaian hari ini makin luas. Dari gadai konvensional hingga tabungan emas, dari pembiayaan usaha kecil hingga investasi masa depan. Namun, di balik semua inovasi itu, nilai dasarnya tetap sama: memberi jalan keluar yang sederhana, aman, dan manusiawi. Inilah salah satu cara Pegadaian mengEMASkan Indonesia melalui cerita-cerita kecil.

---

Hidup sering kali menempatkan kita di persimpangan sulit. Namun, seperti kata slogan Pegadaian, selalu ada cara “mengatasi masalah tanpa masalah.” Arif membuktikan itu dengan keberanian kecilnya menggadaikan motor. Dari sana, kuliahnya terselamatkan, dan jalan hidupnya justru semakin terang. Kini, Arif duduk di balik meja pelayanan, menyambut orang-orang dengan senyum hangat.

Ia tahu, setiap wajah yang datang membawa cerita. Sama seperti dirinya dulu, mereka hanya butuh ruang untuk bertahan dan sedikit harapan untuk melangkah. Kisah Arif membuat Pegadaian terasa lebih dekat. Ia bukan sekadar lembaga keuangan, tetapi tempat di mana masa depan bisa diselamatkan. Dan dengan sedikit canda, kita bisa menutupnya begini: “Ayo teman-teman mahasiswa, titip motormu di Pegadaianhehe.”

Cerita ini disarikan dari pengalaman seorang teman yang kini bekerja di Pegadaian. Kisah Arif menjadi pengingat bahwa Pegadaian bukan hanya soal gadai barang, tetapi tentang kepercayaan dan kesempatan. Bagi mahasiswa, Pegadaian bisa menjadi pintu darurat dan bagi generasi muda, ruang belajar tanggung jawab. Kita mungkin sering mengaitkan Pegadaian dengan “orang terdesak,” tetapi kisah ini menegaskan, dari keterdesakan lahir masa depan yang lebih terang, dan mungkin inilah cara sederhana Pegadaian mengEMASkan Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun